Kamis, 30 Desember 2010

POLITIK PENCITRAAN



Banyak ngomong dianggap jenius

Ragu2 dianggap hati2

Bimbang dianggap bijaksana

Belagak dianggap kaya

Kaya dianggap hebat

Diam dianggap bodoh

Jujur dianggap tolol

Setia dianggap lemah

Sedih dianggap melo

Nangis dianggap empati

Selingkuh dianggap ngetren

Sederhana dianggap goblok

Nipu dianggap pinter



2010
MENIKMATI KOPI BERSAMA PEREMPUAN KURNIAWAN JUNAEDHIE

Catatan: Dimas Arika Mihardja



APAKAH ada yang menarik dari secangkir kopi dan perempuan? Seorang penyair pilihan kita, Kurniawan Junaedhie (KJ) menerbitkan buku "Perempuan dalam Secangkir Kopi" (Kosakatakita, 2010) memuat 45 puisi yang ditulis kurun 2009 dan dilengkapi endorsmen dari Seno Gumira Ajidarma, Heru Emka,dan Ags. Arya Dwipayana. Hal yang menarik, "dua dunia", yakni dunia kopi dan dunia perempuan terpadu dalam sajian puisi-puisi liris-imajis yang menunjukkan kekuatan seorang KJ sebagai penyair yang telah memiliki tempat, sebab telah menemukan bahasa dan gaya ungkapnya sendiri. Meski, samar-samar dapat dilacak jejak gaya Sapardi Djoko Damono dalam hal permainan diksi dan imaji di dalam puisi-puisinya.



Setiap penyair dalam proses kreatif penciptaan puisi melakukan upaya merekonstruksi pengalaman ke dalam teks yang puitis, imajis, naratif, ekspresif, dan prismatis. Piranti kebahasaan oleh KJ dimaksimalkan untuk mengungkap sensasi puitis kedalam puisi-puisi imaajis--menawarkan aneka imaji yang menumpukan daya kreasinya pada aneka daya bayang yang meruangkan aneka bayang di ruang imaji para pembacanya. Dalam puisi yang paling diandalkan oleh KJ dan dijadikan judul buku, aneka imaji (imaji visual, imaji auditif, imaji rabaan, imaji cecapan, dan lain-lain imaji) dapat sampai ke ruang psikologis pembaca. Kita cicipi dan kita nikmati kopi bersama perempuan di dalam kutipan lengkap berikut ini.



Perempuan dalam Secangkir Kopi

-Saat ngopi bersama Kurnia Effendi & Tina ketika ultah Endah Sulwesi di Jl. Sabang





Perempuan itu hilang dari rumahnya. Meninggalkan dua anaknya

yang sedang melukis pemandangan: gunung dan matahari. Ia

terbang dan masuk ke dalam sebuah cangkir di kafe di meja dekat

seorang pria yang sejak tadi asyik bermain laptopnya. Adakah yang

lebih berarti daripada hidup di dalam cairan? Ia berenangan di

dalamnya, dan karena iseng ia lalu menyumbulkan kepala dan

memainkan matanya ke arah pria di sampingnya. Si pria terpana. Ia

ikut mengerlingkan mata.Sangat sexy,menurut mata pria itu. Ada

perempuan dalam cangkir, gumamnya. Tanpa disadari tangannya

memain-mainkan sendoknya. Perempuan itu lalu menyelam lebih

dalam ke lubuk kopi.



Jakarta, 2009



Apa yang segera ditangkap oleh pembaca usai menyimak puisi ini? Pembaca disuguhi sensasi imaji yang mengalir dan mencair di dalam rancangbangu cerita. Hal ini dapat dimengerti dan dipagami sebab KJ juga dikenal sebagai penulis prosa, penulis berita, dan penulis aneka kreasi. Potensi naratif-imajinatif yang dieksplorasi pada puisi ini tentu saja memanjakan ruang imajinasi pembaca sembari asyik menyusuri jalan cerita. Puisi yang tergolong naratif-imajis ini dapat dirunut pada puisi-puisi yang digubah oleh Sapardi Djoko Damono pada sebagaian besar puisi-puisinya. Saya tak hendak mengatakan KJ mengikuti gaya SDD. Hal yang ingin saya katakan ialah bahwa KJ telah memilih cara dan gaya ungkap pilihannya sendiri. KJ tak perlu dibandingkan dengan puisi-puisi karya SDD, meski perbandingan karya dalam konteks hipogramdan interteks terkadang diperlukan juga untuk bisa memahami karya dengan lebih baik.



Pada puisi yang dikutip itu tampak jelas bagaimana KJ mengolah diksi dan imaji untuk melukiskan secara lebih hidup "kisah" perempuan dalam secangkir kopi. Secangkir kopi, bagi orang yang biasa mereguk kopi, telah memungkinkan tumbuh berkembang aneka bayang yang mengasyikkan. Pada sisi lain, sosok "perempuan" bagi kebanyakan penyair selalu saja merangsang imajinasi yang luar biasa. KJ seperti penyair besar lainnya, misalnya Chairil Anwar yang "jatuh hati" pada Ida, Sutardji Calzoum Bachri yang terpukau pada sosok Alina, dan penyair lain mungkin menghadirkan Sephia, Yessika, Selia, Laila dan seterusnya.



Kopi dan sosok perempuan, keduanya memang inspiring--menumbuhkan inspirasi yang tak pernah ada habisnya untuk dieksplorasi. Haal yang dahsyat, sebuah puisi yang didedikasikan buat SA (mungkin Susy Ayu) dengan judul Perempuan dalam Secangkir Kopi (2) dapat kita nikmati berikut ini.



Perempuan dalam Secangkir Kopi (2)

SA



Aku ingin sekali bisa mengapung sembari berenangan di dalam

kopimu. Kubayangkan, betapa nikmatnya hidup dipermainkan air

yang gelap dan pahit sambil digncang-guncang oleh sendokmu.

Aku akan menukik,menyelam dan menggapai tanganmu lalu

sesekali, sambilm berkecipakan di dalam air yang hangat itu aku akan

mencium bibirmu di pinggir cangkir. Tak ada yang bisa cemburu.

Juga air ludah dan lendir di mulutmu.



Aku suka caramu memasukkan gula pasir ke cangkir dan

menyedunya dengan air. Aku suka caramu membaui kehangatan air

kopi dan caramu mencecap dengan lidahmu. Kamu paling akan

bertanya, sejak kapan kamu suka berenang? Aku akan menjawab,

sejak kamu menjerng air, dan menuangkannya ke dalam

termos. Di tengah hidup yang pahit, aku senang menyelam ke

dalam kopi bersama seorang perempuan yang hangat. Tak ada yang

bisa cemburu.Juga sendok dan piring kecil dekat cangkirmu.





Olala, Bintaro. Okt. 2009



KJ dalam buku ini secara tematis memang menyajikan sosok perempuan. Perempuan di dalam puisi KJ bisa menjelma sebagai istri, si dia, pacar, MM, Medy Loekito, Rita Oentoro, Anny Djati W, Ariana Pegg, Yo Sugianto, Monalisa, Ahtia, Si Dia Si Penggoda, Dara, Ibu, Ibunda, Pradnyaparamita, dan sosok-sosok lain yang hadir secara imajinatif. Ada puisi yang didedikasikan buat lelaki, misalnya untuk Ayahanda ("Sebatang Pohon yang Rindang") dan Lazuardi Adi Sage ("Rest in Peace"), atau Kurnia Effendi (disebut sebagai subtitel "Perempuan dalam Secangkir Kopi").



Kopi dan perempuan bisa berpadu memberikan sentuhan kehangatan. Usai membaca dan menikmati puisi-puisi KJ dalam buku ini,kehangatanlah yang terasa. Cinta yang hangat.Kasih yang hangat. Persahabatan yang hangat. Rasa hormat yang juga hangat. Demikianlah nukilan sebagian puisi di dalam buku ini. Pembaca lainnya, kiranya lebih asyik membaca sendiri sembari menikmati hangatnya kopi. Selamat kepada mas KJ yang telah turut mewrnai jagad perpuisian Indonesia dengan karya yang diungkapkan dengan bahasa "yang baik dan benar" menurut kaidah penulisan. Puisi KJ layak dijadikan referensi bagi siapapun yang memerlukan ruang naratif-imajinatif yang menghangatkan. Demikian, salam DAM damai senantiasa.



Jambi, 27 Desember 2010
LAGA FINAL SEPAK BOLA [BOLA MATAMU, DUH KEJORA PENUH GELORA]
oleh Dimas Arika Mihardja Full pada 30 Desember 2010 jam 13:51

GELANGGANG OLAH RAGA PADA LAGA FINAL SEPAK BOLA [BOLA MATAMU, DUH KEJORA PENUH GELORA]

katakan di senayan. tunjukkan senyatanya kalian memang menawan.

jangan anggap lawan. semua hanyalah permainan. menang-kalah

memanglah bukan tujuan. kalian harus tampil elegan

menyajikan keindahan dan ketagguhan

bukan otot

tapi otak

bukan laser

atau panser

di lapangan terbuka

terbuka aneka kemungkinan

bola itu bulat

tekad juga bulat

niat kian menguat

tapi hendaklah diingat

keringat yang deras mengucur

seruan lagu kebangsaan yang mengawali permainan

semuanya memiliki ruang bagi pertandangan

di tengah lapangan, kalian samasama melayu [lari]

mengejar bola dan menggiringnya ke gawang

menggapai tujuan: goal

kenapa mesti masgul?

bersikap biasa sajalah

seperti diamdiam aku kagumi bola matamu

kejora itu, duh, penuh gelora mencinta!

bengkel puisi swadaya mandiri, 2010
CATATAN DI HULU SUNGAI BATANGHARI
oleh Dimas Arika Mihardja Full pada 29 Desember 2010 jam 15:30

CATATAN DI HULU SUNGAI BATANGHARI





Seperti Naga dari Selatan, Jambi menggeliat dengan pembangunan pesat di bidang investasi dan perdagangan, sehingga mall, mini market, plaza, hingga hipermarket berdiri menghiasi gambaran metropolis.Sebagai fenomena, kita catat bahwa masyarakat Jambi memasuki tahap perkembangan yang disebut post tradisional society. Kita mencatat unsur-unsur modernitas yang menandai mentalitas masyarakat modern, seperti individualisme (sikap ”Siape lu, siape gua”), orientalisme terhadap kehidupan kota, fenomena kehidupan demokratis, dominasi media massa, dan mengutamakan mutu hasil karya.



Di samping pembangunan yang berindikator dunia ekonomi dan perdagangan modern itu, ternyata pasar tradisional tergusur. Lihatlah Pasar Angso Duo merana, Pasar Burung nempel di gang yang sesak, Pasar TAC memprihatinkan, dan pasar-pasar liar tumbuh di sepanjang troar dan gang-gang sempit (apalagi ketika musim buah tiba). Ketika pembangunan mall, hipermarket, dan plaza menggusur pasar tradisional, maka rakyat kecil menggeliat dengan kreativitasnya sendiri membangun pasar-pasar liar. Ironisnya, pedagang kaki lima terus digerus oleh tangan-tangan kekuasaan lewat Satpol PP. Pedagang digusur dan tidak pernah diberikan solusi, padahal rakyat kecil bagaimana pun perlu menghidupi keluarganya. Lokalisasi Payo Sigadung terus saja menampung pendatang dari luar daerah, menjajakan gairah.



Fenomena sosial terjadi ketika anak-anak jalanan bertubuh dan berpakaian bersih menadahkan tangan di Traffict Light, nenek renta susah payah menyeberang jalan di tengah keramaian kota (dan maaf, tidak ada lagi Pramuka/ Satpam/ polisi yang rela membantu). Anak-anak "punk" dengan gayanya sendiri menghiasi terminal dan tempat-tempat strategis dengan aneka asesoris yang dikenakan. Seakan-akan orang-orang tidak lagi peduli pada penderitaan orang lain, orang memanfaatkan musibah sebagai upaya mendapatkan sedekah (menolong korban tabrak lari, tapi yang lebih dulu diselamatkan adalah dompet dan perhiasannya), dan masih banyak lagi bentuk-bentuk fenomena sosial-budaya di negeri ini.



Gaya hidup orang kota kini menjadi trend centre bagi warga masyarakat. Semacam ada image bahwa orang metropolis gaya hidupnya cenderung glamour, perlente, melengkapi diri dengan aneka asesoris mutakhir, dan membawa ikon-ikon ekonomi kreatif dan efektif. Setiap orang merasa perlu menenteng handphone atau telefon selular (meskipun terkadang tampak gagap teknologi). Generasi muda, termasuk anak-anak sekolah menggendong laptop (komputer jinjing). Gaya berpakaian modis (meski membelinya di loakan), mobilitas tinggi (meski terkadang hanya jalan-jalan di pusat keramaian dengan tujuan tidak jelas). Kita juga mencatat bahwa kemacetan lalu lintas mulai terasa di Jambi sebagai manifestasi gaya hidup urban-metropolis, egois, dan tidak disiplin. Daerah Simpang Mayang, misalnya, tentu perlu penjagaan dan pengaturan polisi sehingga lalu lintas dapat berjalan lancar serta terhindar dari kemacetan.



Dapat dicatat juga fenomena munculnya cultural lag, yaitu fenomena yang menggambarkan keadaan masyarakat yang dengan mudah menyerap budaya yang bersifat meterial, tetapi belum mampu untuk mengadaptasi budaya yang bersifat non-material. Fenomena persaingan dunia usaha telephone seluler, aneka produk play statition, aneka game dan lambang prestise (membawa laptop) hanya untuk keperluan mode yang bersiafat musiman. Masyarakat hanyalah konsumen, user, yang hanya bisa memanfaatkan teknologi maju, tanpa dibarengi pemahaman karakteristiknya. Dampak ikutan gaya hidup ini ialah maraknya aneka penipuan secara canggih dengan iming-iming aneka hadiah yang menggiurkan.



Reformasi 1998 membuahkan hasil masyarakat semakin kritis dalam iklim kehidupan yang demokratis. Namun, perilaku demokratis ini senyatanya belum menjadi bagian hidup masyarakat perkotaan. Contoh-contoh sikap kritis dalam bingkai kehidupan yang demokratis tampak dari berbagai unjuk rasa berbagai elemen masyarakat terhadap setiap akan dilakukan pengundangan Rencana Undang Undang. Kita masih ingat betapa lapisan masyarakat berssikap pro kontra terhadap sosialisasi Undang Undang Pornografi dan Porno Aksi, Undang Undang Badan Hukum Pendidikan; Lapisan masyarakat tertentu juga reaktif terhadap pelaksanaan PILKADA, sehingga timbul kesan ”Siap memang, tetapi tidak siap kalah”.



Hal yang menggembirakan (juga menyedihkan) dalam pranata kehidupan sosial post tradisionalis, media massa memegang otoritas dalam mengendalikan berbagai isue, pemberitaan, penciptaan opini, penciptaan trend centre, dan berbagai macam dampak positif maupun negatif yang mengiringinya. Media massa senyatanya telah berhasil menciptakan mitos baru, pencitraan pejabat, dan bisa jadi pembunuhan karakter orang-perorang. Dalam masyarakat post tradisionalis juga ditandai oleh adanya penghargaan terhadap karya dan kekaryaan sebagai bagian dari kebudayaan dalam pengertian yang luas dan kompleks. Pekerjaan baru bagi gubernur baru, walikota baru, dan pemangku budaya Jambi ialah "mengangkat batang terendam" di berbagai bidang. Menggeliatlah Naga dari Selatan lalu merenangi aliran Batanghari menyambut tahun baru 2011.



Demikianlah potret fenomena budaya kita hari ini. Salam.
http://www.freeonlinehitcounters.com/
Surat Untuk Firman

Kawan, kita sebaya. Hanya bulan yang membedakan usia. Kita tumbuh di tengah sebuah generasi dimana tawa bersama itu sangat langka. Kaki kita menapaki jalan panjang dengan langkah payah menyeret sejuta beban yang seringkali bukan urusan kita. Kita disibukkan dengan beragam masalah yang sialnya juga bukan urusan kita. Kita adalah anak-anak muda yang dipaksa tua oleh televisi yang tiada henti mengabarkan kebencian. Sementara adik-adik kita tidak tumbuh sebagaimana mestinya, narkoba politik uang membunuh nurani mereka. Orang tua, pendahulu kita dan mereka yang memegang tampuk kekuasaan adalah generasi gagal. Suatu generasi yang hidup dalam bayang-bayang rencana yang mereka khianati sendiri. Kawan, akankah kita berhenti lantas mengorbankan diri kita untuk menjadi seperti mereka?

Di negeri permai ini, cinta hanyalah kata-kata sementara benci menjadi kenyataan. Kita tidak pernah mencintai apapun yang kita lakukan, kita hanya ingin mendapatkan hasilnya dengan cepat. Kita tidak mensyukuri berkah yang kita dapatkan, kita hanya ingin menghabiskannya. Kita enggan berbagi kebahagiaan, sebab kemalangan orang lain adalah sumber utama kebahagiaan kita. Kawan, inilah kenyataan memilukan yang kita hadapi, karena kita hidup tanpa cinta maka bahagia bersama menjadi langka. Bayangkan adik-adik kita, lupakan mereka yang tua, bagaimana mereka bisa tumbuh dalam keadaan demikian. Kawan, cinta adalah persoalan kegemaran. Cinta juga masalah prinsip. Bila kau mencintai sesuatu maka kau tidak akan peduli dengan yang lainnya. Tidak kepada poster dan umbul-umbul, tidak kepada para kriminal yang suka mencuci muka apalagi kepada kuli kamera yang menimbulkan kolera. Cinta adalah kesungguhan yang tidak dibatasi oleh menang dan kalah.

Hari-hari belakangan ini keadaan tampak semakin tidak menentu. Keramaian puluhan ribu orang antre tidak mendapatkan tiket. Jutaan orang lantang bersuara demi sepakbola. Segelintir elit menyiapkan rencana jahat untuk menghancurkan kegembiraan rakyat. Kakimu, kawan, telah memberi makna solidaritas. Gocekanmu kawan, telah mengundang tarian massal tanpa saweran. Terobosanmu, kawan, menghidupkan harapan kepada adik-adik kita bahwa masa depan itu masih ada. Tendanganmu kawan, membuat orang-orang percaya bahwa kata “bisa” belum punah dari kehidupan kita. Tetapi inilah buruknya hidup di tengah bangsa yang frustasi, semua beban diletakkan ke pundakmu. Seragammu hendak digunakan untuk mencuci dosa politik. Kegembiraanmu hendak dipunahkan oleh iming-iming bonus dan hadiah. Di Bukit Jalil kemarin, ada yang mengatakan kau terkapar, tetapi aku percaya kau tengah belajar. Di Senayan esok, mereka bilang kau akan membalas, tetapi aku berharap kau cukup bermain dengan gembira.

Firman Utina, kapten tim nasional sepak bola Indonesia, bermain bola lah dan tidak usah memikirkan apa-apa lagi. Sepak bola tidak ada urusannya dengan garuda di dadamu, sebab simbol hanya akan menggerus kegembiraan. Sepak bola tidak urusannya dengan harga diri bangsa, sebab harga diri tumbuh dari sikap dan bukan harapan. Di lapangan kau tidak mewakili siapa-siapa, kau memperjuangkan kegembiraanmu sendiri. Di pinggir lapangan, kau tidak perlu menoleh siapa-siapa, kecuali Tuan Riedl yang percaya sepak bola bukan dagangan para pecundang. Berlarilah Firman, Okto, Ridwan dan Arif, seolah-olah kalian adalah kanak-kanak yang tidak mengerti urusan orang dewasa. Berjibakulah Maman, Hamzah, Zulkifli dan Nasuha seolah-olah kalian mempertahankan kegembiraan yang hendak direnggut lawan. Tenanglah Markus, gawang bukan semata-mata persoalan kebobolan tetapi masalah kegembiraan membuyarkan impian lawan. Gonzales dan Irvan, bersikaplah layaknya orang asing yang memberikan contoh kepada bangsa yang miskin teladan.

Kawan, aku berbicara tidak mewakili siapa-siapa. Ini hanyalah surat dari seorang pengolah kata kepada seorang penggocek bola. Sejujurnya, kami tidak mengharapkan Piala darimu. Kami hanya menginginkan kegembiraan bersama dimana tawa seorang tukang becak sama bahagianya dengan tawa seorang pemimpin Negara. Tidak, kami tidak butuh piala, bermainlah dengan gembira sebagaimana biasanya. Biarkan bola mengalir, menarilah kawan, urusan gol seringkali masalah keberuntungan. Esok di Senayan, kabarkan kepada seluruh bangsa bahwa kebahagiaan bukan urusan menang dan kalah. Tetapi kebahagiaan bersumber pada cinta dan solidaritas. Berjuanglah layaknya seorang laki-laki, kawan. Adik-adik kita akan menjadikan kalian teladan!



sumber asli: http://itonesia.com/surat-untuk-firman/
Kata Pengantar & Prakata



Saat ini masih banyak orang yang tidak menerapkan dengan benar istilah Kata Pengantar, terlebih mereka yang berkecimpung di dalam penerbitan buku. Kata Pengantar yang terdapat dalam buku-buku yang beredar di pasar, sebenarnya sebuah Prakata.



Memang, istilah Prakata belum banyak dikenal karena selama ini orang lebih sering menggunakan Kata Pengantar. Jika ditinjau dari kata dalam bahasa Inggris, antara Kata Pengantar dan Prakata terdapat perbedaan mendasar, yaitu foreword an preface.



Jadi, sebetulnya, apa yang dimaksud dengan Kata Pengantar dan Prakata?



Kata Pengantar adalah tulisan yang dibuat oleh orang lain, sedangkan Prakata adalah tulisan yang dibuat oleh penulis buku. Kata Pengantar sekadar mengulas isi buku dan sekilas mengenalkan jati diri penulis. Biasanya, Kata Pengantar diberika oleh pakar atau tokoh masyarakat yang kemampuan atau keahliannya berkaitan dengan materi yang dibahas di dalam buku.



Kata pengantar juga dapat dibuat oleh penerbit. Di dalam Kata Pengantar tersebut, penerbit mengenalkan maksud penerbitan buku dan kelebihan buku tersebut dibandingkan dengan buku sejenis yang telah beredar di pasar. Biasanya, disebut juga dengan Pengantar Penerbit. Yang perlu diketahui juga, jika dalam sebuah buku terdapat lebih dari dua Kata Pengantar, setiap Kata Pengantar hendaknya tidak lebih dari dua halaman.



Sementara itu, Prakata yang merupakan tulisan pengantar dari penulis berisi ulasan tentang maksud dan meode yang digunakan penulis dalma menulis buku tersebut. Yang perlu diperhatikan, Prakata hendaklah tidak lebih dari dua halaman, dan paling sedikit adalah satu halaman. Biasanya, di dalam Prakata penulis juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu penulisan bukunya. Seandainya pihak yang diberi ucapan terima kasih lebih dari lima, sebaiknya dibuatkan halaman tersendiri, yaitu halaman Ucapan Terima Kasih.



(Sumber: Iyan Wb. 2007. Anatomi Buku. Bandung: Kolbu)



** Kadang, karena ingin keluar dari pakem itu, tidak sedikit penerbit yang mengganti istilah Prakata menjadi Pengantar Penulis, walaupun hakikatnya itulah Prakata.
Gaji Ayah Berapa?

Seperti biasa, Arief, seorang Manajer di Pertamina Kantor Pusat – Jakarta, tiba di rumahnya pada pukul 9.15 malam. Tidak biasanya, Salsa, putri pertamanya yang baru duduk di kelas 3 SD membukakan pintu untuknya. Nampaknya, ia sudah menunggu cukup lama.

“Assalaamu’alaikum, hai Salsa. Kok belum tidur?” sapa Arief sambil mencium pipi anaknya.

Biasanya Salsa memang sudah lelap ketika ia pulang dan baru terjaga ketika ia akan berangkat ke kantor pagi hari.

Sambil membuntuti sang Ayah menuju ruang keluarga, Salsa menjawab,

“Salsa sengaja menunggu Ayah pulang, sebab Salsa mau tanya berapa sih gaji Ayah per jam?”.

“Lho, kok tanya gaji Ayah segala, mau minta uang lagi ya …?”.

“Ah enggak, hanya kepingin tahu saja” jawab Salsa singkat.

“OK, Salsa bisa hitung sendiri ya … Setiap hari Ayah kerja rata-rata 11 jam sehari, 22 hari sebulan dan dibayar Rp. 18.150.000 sebulan. Hayoo … berapa gaji Ayah per jam? Sabtu – minggu kadang-kadang Ayah harus lembur, tapi tidak mendapatkan gaji tambahan karena sudah termasuk dalam gaji bulanan Ayah”.

Memang kalau tidak lembur, Arief sibuk golf sehingga sangat jarang bisa bermain-main dengan Salsa.

Salsa lari ke kamarnya mengambil kertas dan pensil untuk menghitung gaji Ayahnya per jam, sementara Arief berganti pakaian. Belum selesai ganti pakaian, Salsa sudah menyusul ke kamarnya seraya mengatakan

“Gaji Ayah per hari jadi Rp. 825.000,- atau per jam Rp. 75.000,-, benar kan Yah?”, tanya Salsa mencoba meyakinkan kebenaran jawabannya.

“Wah … pintar kamu. Sudah, sekarang sudah malam, ayo cuci kaki lalu tidur”, perintah Arief kepada Salsa. Tetapi, Salsa tak beranjak.

“Ayah, boleh enggak Salsa pinjam uang Rp. 7.500,-?

“Sudah, nggak usah macam-macam lagi. Buat apa minta uang malam-malam begini? Ayah capek dan mau mandi dulu. Sekarang, tidurlah”, jawab Arief.

“Tapi Ayah ….”

Kesabaran Arief pun habis, “Ayah bilang tidur!!”, hardiknya mengutkan Salsa.

Anak kecil itupun berbalik dan lari masuk ke kamarnya.

Usai mandi, Arief nampak menyesali dirinya. Ia pun menengok Salsa di kamarnya. Anak kesayangannya itu belum tidur dan didapati sedang terisak-isak pelan sambil memegang uang Rp. 30.000,- di tangannya.

Sambil berbaring mengelus kepala anak kecil itu, Arief berkata, “Maafkan Ayah nak, Ayah sayang sama Salsa, tapi buat apa sih minta uang malam-malam begini?. Kalau mau beli mainan, besok saja kan bisa. Jangankan Rp. 7.500,- lebih dari itupun Ayah belikan”.

“Ayah, Salsa tidak minta uang. Salsa hanya mau pinjam. Nanti akan Salsa kembalikan dari hasil menabung uang jajan Salsa”.

“Iya … iya … tapi buat apa?”, tanya Arief lembut, pingin tahu.

“Besok Salsa libur. Salsa sengaja menunggu Ayah dari tadi. Salsa mau ajak Ayah main ular tangga. Tiga puluh menit saja”, Salsa perlahan menjelaskan.

“Bunda sering bilang kalau waktu Ayah sangat berharga, maka Salsa sengaja pecahkan tabungan Salsa untuk mengganti waktu Ayah, Tapi, ternyata tabungan Salsa hanya Rp. 30.000,-, jadi kurang Rp. 7.500,-, makanya Salsa mau pinjam dulu sama Ayah”, terang Salsa dengan polos.

Arief pun terdiam. Ia kehilangan kata-kata. Matanya mulai berkaca-kaca. Diraihnya Salsa dan dipeluknya erat-erat dengan penuh perasaan haru. Dia baru menyadari, ternyata limpahan uang dan harta dari kerja kerasnya di Pertamina yang ia berikan selama ini, tidak cukup untuk “membeli” kebahagiaan anaknya. Betapa selama ini ia menyia-nyiakan banyak kesempatan untuk bermain, menyayang dan mendidik anaknya. Dan dia bertekad untuk menyediakan waktu yang lebih banyak sesudah ini.

“Bagi dunia, kau hanya seseorang. Tapi, bagi seseorang, kau adalah dunianya …”.
Bunda, Mandikan Aku!

Rani, sebut saja begitu namanya. Kawan kuliah ini berotak cemerlang dan memiliki idealisme tinggi. Sejak masuk kampus, sikap dan konsep dirinya sudah jelas: meraih yang terbaik, di bidang akademis maupun profesi yang akan digelutinya. "Why not the best," katanya selalu, mengutip seorang mantan presiden Amerika. Ketika Universitas mengirim mahasiswa untuk studi Hukum Internasional di Universiteit Utrecht, Belanda, Rani termasuk salah satunya. Saya lebih memilih menuntaskan pendidikan kedokteran.
Berikutnya, Rani mendapat pendamping yang "selevel"; sama-sama berprestasi, meski berbeda profesi. Alifya, buah cinta mereka, lahir ketika Rani diangkat sebagai staf diplomat, bertepatan dengan tuntasnya suami dia meraih PhD. Lengkaplah kebahagiaan mereka. Konon, nama putera mereka itu diambil dari huruf pertama hijaiyah "alif" dan huruf terakhir "ya", jadilah nama yang enak didengar: Alifya. Saya tak sempat mengira, apa mereka bermaksud menjadikannya sebagai anak yang pertama dan terakhir.

Ketika Alif, panggilan puteranya itu, berusia 6 bulan, kesibukan Rani semakin menggila. Bak garuda, nyaris tiap hari ia terbang dari satu kota ke kota lain, dan dari satu negara ke negara lain. Setulusnya saya pernah bertanya, "Tidakkah si Alif terlalu kecil untuk ditinggal-tinggal?" Dengan sigap Rani menjawab, "Oh, saya sudah mengantisipasi segala sesuatunya. Everything is OK!" Ucapannya itu betul-betul ia buktikan. Perawatan dan perhatian anaknya, ditangani secara profesional oleh baby sitter mahal. Rani tinggal mengontrol jadual Alif lewat telepon. Alif tumbuh menjadi anak yang tampak lincah, cerdas dan gampang mengerti.

Kakek-neneknya selalu memompakan kebanggaan kepada cucu semata wayang itu, tentang kehebatan ibu-bapaknya. Tentang gelar dan nama besar, tentang naik pesawat terbang, dan uang yang banyak. "Contohlah ayah-bunda Alif, kalau Alif besar nanti." Begitu selalu nenek Alif, ibunya Rani, berpesan di akhir dongeng menjelang tidurnya.

Ketika Alif berusia 3 tahun, Rani bercerita kalau dia minta adik. Terkejut dengan permintaan tak terduga itu, Rani dan suaminya kembali menagih pengertian anaknya. Kesibukan mereka belum memungkinkan untuk menghadirkan seorang adik buat Alif. Lagi-lagi bocah kecil ini "memahami" orang tuanya. Buktinya, kata Rani, ia tak lagi merengek minta adik. Alif, tampaknya mewarisi karakter ibunya yang bukan perengek. Meski kedua orangtuanya kerap pulang larut, ia jarang sekali ngambek. Bahkan, tutur Rani, Alif selalu menyambut kedatangannya dengan penuh ceria. Maka, Rani menyapanya "malaikat kecilku". Sungguh keluarga yang bahagia, pikir saya. Meski kedua orangtuanya super sibuk, Alif tetap tumbuh penuh cinta. Diam-diam, saya iri pada keluarga ini.

Suatu hari, menjelang Rani berangkat ke kantor, entah mengapa Alif menolak dimandikan baby sitter. "Alif ingin Bunda mandikan," ujarnya penuh harap. Karuan saja Rani, yang detik ke detik waktunya sangat diperhitungkan, gusar. Ia menampik permintaan Alif sambil tetap gesit berdandan dan mempersiapkan keperluan kantornya. Suaminya pun turut membujuk Alif agar mau mandi dengan Tante Mien, baby sitter-nya. Lagi-lagi, Alif dengan pengertian menurut, meski wajahnya cemberut.

Peristiwa ini berulang sampai hampir sepekan. "Bunda, mandikan aku!" kian lama suara Alif penuh tekanan. Toh, Rani dan suaminya berpikir, mungkin itu karena Alif sedang dalam masa pra-sekolah, jadinya agak lebih minta perhatian. Setelah dibujuk-bujuk, akhirnya Alif bisa ditinggal juga.

Sampai suatu sore, saya dikejutkan telponnya Mien, sang baby sitter. "Bu dokter, Alif demam dan kejang-kejang. Sekarang di Emergency." Setengah terbang, saya ngebut ke UGD. But it was too late. Allah SWT sudah punya rencana lain. Alif, si malaikat kecil, keburu dipanggil pulang oleh-Nya. Rani, ketika diberi tahu soal Alif, sedang meresmikan kantor barunya. Ia shock berat. Setibanya di rumah, satu-satunya keinginan dia adalah memandikan putranya. Setelah pekan lalu Alif mulai menuntut, Rani memang menyimpan komitmen untuk suatu saat memandikan anaknya sendiri.

Dan siang itu, janji Rani terwujud, meski setelah tubuh si kecil terbaring kaku. "Ini Bunda Lif, Bunda mandikan Alif," ucapnya lirih, di tengah jamaah yang sunyi. Satu persatu rekan Rani menyingkir dari sampingnya, berusaha menyembunyikan tangis. Ketika tanah merah telah mengubur jasad si kecil, kami masih berdiri mematung di sisi pusara. Berkali-kali Rani, sahabatku yang tegar itu, berkata, "Ini sudah takdir, ya kan. Sama saja, aku di sebelahnya ataupun di seberang lautan, kalau sudah saatnya, ya dia pergi juga kan?" Saya diam saja. Rasanya Rani memang tak perlu hiburan dari orang lain. Suaminya mematung seperti tak bernyawa. Wajahnya pias, tatapannya kosong. "Ini konsekuensi sebuah pilihan," lanjut Rani, tetap mencoba tegar dan kuat. Hening sejenak. Angin senja meniupkan aroma bunga kamboja.

Tiba-tiba Rani berlutut. "Aku ibunyaaa!" serunya histeris, lantas tergugu hebat. Rasanya baru kali ini saya menyaksikan Rani menangis, lebih-lebih tangisan yang meledak. "Bangunlah Lif, Bunda mau mandikan Alif. Beri kesempatan Bunda sekali saja Lif. Sekali saja, Aliiif.." Rani merintih mengiba-iba. Detik berikutnya, ia menubruk pusara dan tertelungkup di atasnya. Air matanya membanjiri tanah merah yang menaungi jasad Alif. Senja pun makin tua.
KISAH SEBUAH JAM

Alkisah, seorang pembuat jam tangan berkata kepada jam yang sedang dibuatnya. “Hai jam, apakah kamu sanggup untuk berdetak paling tidak 31,104,000 kali selama setahun?” “Ha?,” kata jam terperanjat, “Mana sanggup saya?”

“Bagaimana kalau 86,400 kali dalam sehari?” “Delapan puluh enam ribu empat ratus kali? Dengan jarum yang ramping-ramping seperti ini?” jawab jam penuh keraguan.

“Bagaimana kalau 3,600 kali dalam satu jam?” “Dalam satu jam harus berdetak 3,600 kali? Banyak sekali itu” tetap saja jam ragu-ragu dengan kemampuan dirinya.

Tukang jam itu dengan penuh kesabaran kemudian bicara kepada si jam. “Kalau begitu, sanggupkah kamu berdetak satu kali setiap detik?” “Naaaa, kalau begitu, aku sanggup!” kata jam dengan penuh antusias.

Maka, setelah selesai dibuat, jam itu berdetak satu kali setiap detik. Tanpa terasa, detik demi detik terus berlalu dan jam itu sungguh luar biasa karena ternyata selama satu tahun penuh dia telah berdetak tanpa henti. Dan itu berarti ia telah berdetak sebanyak 31,104,000 kali…!

RENUNGAN :
Ada kalanya kita ragu-ragu dengan segala tugas pekerjaan yang begitu terasa berat. Namun sebenarnya kalau kita sudah menjalankannya, kita ternyata mampu. Bahkan yang semula kita anggap impossible untuk dilakukan sekalipun. Itu tergantung bagaimana kita menyiasati pekerjaan dan tugas kita, bila kita bisa bagi2 menjadi fragmen-fragmen yang kecil.

Jangan berkata “TIDAK” sebelum Anda pernah mencobanya….Jangan takut untuk mecoba…
Berhentilah Berteriak…!!!

Kali ini, cerita tentang salah satu kebiasaan yang ditemui pada penduduk yang tinggal di sekitar kepulauan Solomon, yang letaknya di Pasifik Selatan. Nah, penduduk primitif yang tinggal di sana punya sebuah kebiasaan yang menarik yakni meneriaki pohon. Untuk apa? Kebisaan ini ternyata mereka lakukan apabila terdapat pohon dengan akar-akar yang sangat kuat dan sulit untuk dipotong dengan kapak.

Inilah yang mereka lakukan, dengan tujuannya supaya pohon itu mati.

Caranya adalah, beberapa penduduk yang lebih kuat dan berani akan memanjat hingga ke atas pohon itu. Lalu, ketika sampai di atas pohon itu bersama dengan penduduk yang ada di bawah pohon, mereka akan berteriak sekuat-kuatnya kepada pohon itu. Mereka lakukan teriakan berjam-jam, selama kurang lebih empat puluh hari. Dan, apa yang terjadi sungguh menakjubkan. Pohon yang diteriaki itu perlahan-lahan daunnya mulai mengering. Setelah itu dahan-dahannya juga mulai rontok dan perlahan-lahan pohon itu akan mati dan mudah ditumbangkan.

Kalau diperhatikan apa yang dilakukan oleh penduduk primitif ini sungguhlah aneh. Namun kita bisa belajar satu hal dari mereka. Mereka telah membuktikan bahwa teriakan-teriakan yang dilakukan terhadap mahkluk hidup seperti pohon akan menyebabkan benda tersebut kehilangan rohnya. Akibatnya, dalam waktu singkat, makhluk hidup itu akan mati.

Nah, sekarang, Yang jelas dan perlu diingat bahwa setiap kali Anda berteriak kepada mahkluk hidup tertentu maka berarti Anda sedang mematikan rohnya.

Pernahkah Anda berteriak pada anak Anda? orang di sekeliling anda atau siapapun?

Ayo cepat !

Dasar lelet !

Bego banget sih ! Begitu aja nggak bisa dikerjakan ?

Jangan main-main disini !

Berisik !

Dan lain sebagainya…

Atau, mungkin Anda pun berteriak balik kepada pasangan hidup Anda karena Anda merasa sakit hati ?

Suami/istri seperti kamu nggak tahu diri !

Bodoh banget jadi laki/bini nggak bisa apa-apa !

Aduuuuh, perempuan / laki kampungan banget sih !?

Atau, bisa seorang guru berteriak pada anak didiknya :

Goblok, soal mudah begitu aja nggak bisa ! Kapan kamu jadi pinter ?!

Atau seorang atasan berteriak pada bawahannya saat merasa kesal :

Eh tahu nggak ?! Karyawan kayak kamu tuh kalo pergi aku nggak bakal nyesel !

Ada banyak yang bisa gantiin kamu !

Sial ! Kerja gini nggak becus ? Ngapain gue gaji elu ?

Ingatlah! Setiap kali Anda berteriak pada seseorang karena merasa jengkel, marah, terhina, terluka ingatlah dengan apa yang diajarkan oleh penduduk kepulauan Solomon ini. Mereka mengajari kita bahwa setiap kali kita mulai berteriak, kita mulai mematikan roh pada orang yang kita cintai. Kita juga mematikan roh yang mempertautkan hubungan kita. Teriakan-teriakan, yang kita keluarkan karena emosi-emosi kita perlahan -lahan, pada akhirnya akan membunuh roh yang telah melekatkan hubungan anda.

Dalam kehidupan sehari-hari. Teriakan, hanya di berikan tatkala kita bicara dengan orang yang jauh jaraknya, benar?

Nah, mengapa orang yang marah dan emosional mengunakan teriakan-teriakan padahal jarak mereka dekat bahkan hanya bisa dihitung dalam centimeter. Mudah menjelaskannya.

Pada realitanya, meskipun secara fisik dekat tapi sebenarnya hati begitu jauh. Itulah sebabnya mereka harus saling berteriak! Selain itu, dengan berteriak, tanpa sadar mereka pun mulai berusaha melukai serta mematikan roh orang yang dimarahi karena perasaan-perasaan dendam, benci atau kemarahan yang dimiliki. Kita berteriak karena kita ingin melukai, kita ingin membalas.

Jadi mulai sekarang Jika tetap ingin roh pada orang yang anda sayangi tetap tumbuh, berkembang dan tidak mati, janganlah menggunakan teriakan-teriakan. Dengan berteriak kepada orang lain ada 2 kemungkinan balasan yang Anda akan terima. Anda akan dijauhi atau Anda akan mendapatkan teriakan balik, sebagai balasannya.

sumber : Catatan Rumah Yatim Indonesia

oOo

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, “Aku telah melayani Rasulullah SAW selama 10 tahun. Demi Allah beliau tidak pernah mengeluarkan kata-kata hardikan kepadaku, tidak pernah menanyakan : “Mengapa engkau lakukan?” dan pula tidak pernah mengatakan: “Mengapa tidak engkau lakukan?”

(HR Bukhari, Kitabul Adab 5578, Muslim, Kitabul Fadhail 4269 )

Dari Jarir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu.: “Saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang tidak dikaruniai sifat lemah-lembut, maka ia tidak dikarunia segala macam kebaikan.” (HR. Muslim)
Dua Tetes Air Mata

Alkisah Ahmad bin Miskin hidup dengan istri dan anaknya yang masih kecil. Kesusahan menderanya terus-menerus. Tak ada pekerjaan yang dilakukannya. Suatu malam, setelah seharian tak secuil makanan masuk kedalam perutnya, hatinya gelisah dan tak dapat tidur. Hatinya perih seperti perutnya yang keroncongan. Seperti prajurit yang kalah perang, ia lesu, lemah-lunglai, dan tak ada harapan. Anaknya menangis seharian, karena tak ada air susu dari istrinya yang lapar. Sungguh kefakiran ini membuatnya sangat menderita. Timbul pemikiran darinya untuk menjual rumah yang ditempatinya.

Esok harinya, usai shalat shubuh berjamaah dan berdoa, ia menemui sahabatnya Abdullah as-sayyad. “Wahai Abdullah! Bisakah kau pinjamkan aku beberapa dirham untuk keperluan hari ini. Aku bermaskud menjual rumahku. Nanti setelah laku akan kuganti,” kata Ahmad.

“Wahai Ahmad. . . ambillah bungkusan ini untuk keluargamu dan pulanglah! Nanti aku akan menyusul kerumahmu membawakan semua kebutuhanmu itu,” jawab Abdullah cepat. Maka Ahmad pun pulang kerumah sambil terus merenung untuk menjual rumahnya. Sungguh sakit kalau harus menjual rumah satu-satunya, sekadar untuk makan. “Setelah itu, saya akan tinggal dimana,” renung Ahmad.

Ahmad segera memantapkan langkahnya. Kini ia membawa bungkusan makanan untuk keluarganya. Tentu istrinya akan gembira dan anaknya akan tertawa lucu setelah memperoleh air susu. “ Terasa nikmat roti yang dibungkus ini tentunya. Sahabat Abdullah memang sangat dermawan, sahabat sejatiku,” desah Ahmad.

Belum sampai setengah perjalanan, tiba-tiba seorang wanita dengan bayi dalam gendongan menatap iba. “Tuan, berilah kami makanan. Sudah beberapa hari ini kami belum makan. Anak ini anak yatim yang kelaparan, tolonglah. Semoga Allah swt. Merahmati tuan,” ratap ibu itu.

Iba rasa hati Ahmad. Ditatapnya bayi yang digendong wanita itu. Tampak wajah yang layu, pucat kelaparan. Wajah yang mengharap belas kasihan. Sungguh melas, tak sanggup Ahmad memandangnya lama-lama. Dibandingkan keluargaku, mungkin ibu dan anak ini lebih membutuhkan. “Biarlah aku akan mencari makanan lain untuk keluargaku,” Ahmad membatin. “Ini ambillah bu. . . aku tak punya yang lain, semoga dapat meringankan bebanmu. Kalau saja aku punya yang lain mungkin aku akan membantumu lebih banyak,” kata Ahmad sambil menyerahkan bungkusan yang sama sekali belum disentuhnya.

Dua tetes air mata jatuh dari mata sang ibu, “Terima kasih. . .terima kasih tuan. Sungguh tuan telah menolong kami dan semoga Allah membalas budi baik tuan dengan balasan yang besar,” si ibu berterima kasih dan menunduk hormat. Maka Ahmad pun meneruskan perjalanan.

Ia beristirahat bersandar di batang pohon sambil merenungi nasibnya. Namun, ia kembali ingat bahwa sahabatnya Abdullah telah berjanji akan datang membawakan keperluannya. Dan Abdullah tak pernah ingkar janji sekalipun. Maka bergegas ia pulang dengan perasaan harap-harap cemas. Di tengah jalan dia berpapasan dengan sahabat baiknya Abdullah.

“Wahai Ahmad kemana saja engkau,” tegur Abdullah tersengal-sengal. “Aku mencarimu kesan-kemari. Aku datang kerumahmu membawakan keperluanmu yang aku janjikan. Namun, ditengah perjalanan aku bertemu dengan saudagar dengan beberapa onta bermuatan penuh. Dia ingin bertemu ayahmu. Dia bilang ayahmu pernah memberi pinjaman 30 tahun yang lalu. Setelah jatuh bangun berdagang, sekarang ia telah menjadi saudagar besar di Bashrah. Kini ia akan mengembalikan uang pinjamannya, keuntungan serta hadiah-hadiah,” jelas Abdullah. “Sekarang segera pulanglah Ahmad! Harta yang banyak menunggumu. Tak perlu kau jual rumah lagi,” kata Abdullah.

Kaget bukan kepalang Ahmad mendengar perkataan sahabatnya Abdullah. Sungguh ia tak percaya dengan perkataannya itu.

“Benarkah Abdulah, benarkah?” tanya Ahmad ragu-ragu. Maka, ia berlari seperti terbang, pulang kerumahnya. Sejak itulah Ahmad menjadi orang kaya raya di kotanya.

Ahmad gemar berbuat kebajikan, apalagi kepada sahabatnya Abdullah. Pada suatu malam ia bermimpi. Sepertinya saat itu amalannya dihisab oleh para malaikat. Maka pertama-tama, dosa dan kesalahannya ditimbang. Wajahnya pucat. Berapa berat dosa yang dimilikinya. “Apakah amal kebaikan yang dilakukan dapat melebihi dosa-dosa itu?” Ahmad membatin.

Perlahan-lahan amal kebaikannya ditimbang. Pahala berderma dengan lima ribu dirham hanya ringan-ringan saja. Kata malaikat karena harus dipotong oleh kesombongan dan riya. Demikian seterusnya. Ternyata seluruh amalannya tetap tak bisa mengimbangi beratnya dosa yang ia lakukan. Ahmad menangis.

Para malaikat bertanya, “Masih adakah amal yang belum ditimbang?” “Masih ada,” kata malaikat yang lain. “Masih ada, yakni dua amalan baik lagi.”

Ternyata salah satunya adalah roti yang diberikannya kepada anak yatim dan ibunya. Makin pucatlah wajah Ahmad. “Mana mungkin amalan itu dapat menyeimbangkan dosa-dosanya yang berat,” keluhnya. Malaikat pun sibuk menimbang roti itu. Namun, ketika ditimbang, ternyata timbangan langsung terangkat. Betapa beratnya bobot amalan itu. Kini timbangan ahmad tetap seimbang. Wajahnya sedikti tenang. Ia gembira, sungguh diluar dugaannya.

“namun amalan apalagi yang tersisa? Karena ini masih seimbang,” katanya dalam hati.

Maka malaikat pun mendatangkan dua tetes air mata syukur dan terharu ibu anak yatim atas pertolongan Ahmad. Ahmad tak menyangka kalau tetesan air mata ibu anak yatim dinilai dengan pahala untuknya. Ia bersyukur. Para malaikat pun menimbang tetes air mata. Namun, tiba-tiba dua tetes air mata itu berubah menjadi air bah bergelombang dan meluas bak lautan. Lalu dari dalamnya muncul ikan besar. Kemudian malaikat menangkap dan menimbang ikan itu yang disetarakan dengan amalan baik Ahmad.

Ketika ikan menyentuh timbangan, meka seperti bobot yang sangat berat, timbangan pun segera condong kearah kebaikan. “Dia selamat, dia selamat,” terdengar teriakan malaikat. Gembiralah hati Ahmad.

“Sekiranya aku mementingkan diri dan keluarga sendiri, maka tak adalah berat roti dan ikan itu,” Ahmad termenung gembira. Anak yatim dan ibunya itu yang telah menyelamatkan dirinya. Pada saat itu Ahmad terbangun dari mimpi.

Saudara-saudariku, sungguh amal yang ikhlas di tengah kesempitan, bernilai tinggi di mata Allah swt.
Pesan Ini, Nak, Kutulis Untukmu

Aku tapaki jalan ini penuh pinta, anakku. Kesenangan adalah impian yang kusimpan untuk kuminta pada Tuhan ketika tubuh ini sudah menjadi tulang belulang, sebab dunia terlalu pahit untuk diperebutkan. Tak ada yang abadi dari permainan dunia, sebagaimana hidup ini juga tidak abadi. Banyak sudah manusia yang mati. Dan kita hanya menunggu kematian dipergilirkan.

Mengenangkan orang-orang tercinta, anakku, adalah rasa hina karena tak sanggup membalaskan kebaikan-kebaikan mereka semua. Betapa mudah hati lupa oleh kenikmatan yang tak seberapa ini. Lupa asal-usul, lupa tempat kembali sesudah mati, dan lupa pada tujuan penciptaan ini. Maka aku pesankan, anakku, arahkanlah pandangan mata hatimu kepada hidup sesudah mati. Dan bahwa sesungguhnya kehidupan ini hanyalah saat untuk bersiap-siap…

Aku tapaki jalan ini penuh airmata, anakku. Aku pernah sakit berbulan-bulan dengan jantung yang sedikit bermasalah. Aku akhirnya bisa bangkit ketika aku belajar melupakan rasa sakit dan tidak sibuk meratap dengan apa yang dikatakan oleh dokter tentang harapan sehat bagi diriku. Kudidik diriku untuk tidak diam terpaku menanti waktu habis di pembaringan. Aku akhirnya bisa duduk dengan tegak tanpa penyakit jantung yang membuat nafas bapakmu megap-megap, ketika bapakmu belajar untuk memberi manfaat bagi manusia. Sesungguhnya keindahan hidup sebagai orang yang beriman kepada-Nya adalah ketika kita bisa memberi manfaat, atau ketika belum sanggup kita mengambil manfaat dari sesama.

Aku namakan dirimu Muhammad Hibatillah Hasanin karena ingin sekali bapakmu ini menjadikan dirimu sebagai hamba-Nya yang memberi manfaat kebaikan sangat besar bagi ummat. Tidaklah aku namakan dirimu dengan main-main. Ada doa yang kuharap dengan sungguh-sungguh melalui nama yang kuberikan itu, anakku. Ada harapan yang kutanam dengan membaguskan namamu, sebagaimana Nabi Saw pernah berpesan kepada kita. Mudah-mudahan dengan membaguskan namamu, Allah ‘Azza wa Jalla meninggikan derajatmu di antara manusia yang ada di muka bumi ini.

Nama itu aku berikan kepadamu, Nak karena engkau adalah anugerah yang amat berharga dari Allah ‘Azza wa Jalla. Engkau lahir di bulan Maret tanggal 18, ketika bapakmu sedang belajar mendakwahkan agama ini dengan ilmu yang tak seberapa. Malam ketika bapak tiba di penginapan, ibumu memberi kabar masuk rumah sakit untuk bersalin. Ingin rasanya bapakmu segera pulang agar bisa menunggui persalinan itu. Tetapi ada tugas yang harus dituntaskan. Gelisah rasanya bapakmu untuk segera kembali karena tahu bahwa di saat-saat seperti ini, tentu ibumu sangat butuh pertolongan. Tetapi andaikan pun bapakmu segera bergegas pulang, perjalanan terlalu jauh untuk bisa ditempuh dengan waktu singkat.

Maka, kemanakah bapakmu harus berlari kalau bukan kepada Allah? Kemanakah harus meminta pertolongan kalau bukan kepada Allah? Kemanakah harus meminta keselamatan kalau bukan kepada Allah? Kemanakah harus mengeluh di saat manusia sudah terlelap tidur, kalau bukan kepada Allah? Bukankah kalau kita mendekat kepada-Nya dengan berjalan, Ia akan menyambut kita dengan berlari? Bukankah kalau kita berjalan kepada-Nya selangkah, Ia akan mendekati kita beberapa langkah?

Di saat bapakmu sedang dalam kegelisahan, ada kabar yang datang dari ibumu bahwa bayi yang akan dilahirkannya sungsang. Petugas mengatakan, kemungkinan baru bisa bersalin siang hari dan kemungkinan besar harus melalui operasi. Padahal waktu itu baru melewati tengah malam. Sangat panjang waktu yang harus dilalui untuk sampai ke siang hari, andaikata perkiraan itu benar.

Maka aku bersihkan diri dan bersuci. Aku serahkan diri kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Sendirian di malam itu aku bermunajat kepada Allah, menyungkurkan kening yang hina ini untuk berdoa kepada-Nya. Di sujud yang terakhir, kumohon dengan sangat agar Ia berkenan memberi keajaiban—ah, rasanya bapakmu belum santun dalam berdoa. Kumohon dengan sangat agar Ia memberi pertolongan.

Dan engkau tahu, anakku, Allah Ta’ala adalah sebaik-baik tempat meminta dan sebaik-baik pemberi. Ia lebih dekat daripada urat leher kita sendiri. Sesungguhnya, Tuhanmu Maha Pemurah. Bukankah Allah Ta’ala telah berfirman, “Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajarkan (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Q.s. al-‘Alaq [96]: 1-5).

Seusai shalat dua raka’at dan memanjatkan doa, anakku, segera bapakmu ini mencari kabar tentang dirimu. Kutelepon ibumu dengan harap-harap cemas. Nyaris tak percaya, anakku, Allah Ta’ala benar-benar memberi keajaiban. Seorang sahabat bapak, Mohammad Rozi namanya, yang istrinya menunggui ibumu bersalin, mengabarkan bahwa engkau telah lahir dengan mudah dan lancar. Kelahiranmu, rasanya, anugerah yang tak ternilai harganya. Banyak pelajaran yang bapak renungkan dari peristiwa itu dan ingin kubagi denganmu beserta saudara-saudaramu. Rasanya, setiap kelahiran dari kalian adalah pelajaran berharga tentang kekuasaan, kasih sayang dan kemahapemurahan Allah. Sesungguhnya, Allah adalah sebaik-baik pemberi pertolongan. Sesungguhnya Ia adalah sebaik-baik tempat meminta. Sesungguhnya Ia adalah sebaik-baik penjaga.

Teringat aku pada sebuah ungkapan, “Sometimes accident is not accident at all.” Kadangkala kecelakaan itu sama sekali bukan kecelakaan. Kesulitan itu sama sekali bukan kesulitan. Kata Umar bin Khaththab r.a., “Aku tidak peduli atas keadaan susah dan senangku, karena aku tidak tahu manakah di antara keduanya itu yang lebih baik bagiku.”

Keajaiban yang mengiringi kelahiranmu, mengingatkan bapak agar meyakini janji Allah tanpa ragu. Telah berfirman Allah Ta’ala dalam al-Qur`an, “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, pasti Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (Q.s. Muhammad [47]: 7).

Apakah Allah butuh pertolongan? Tidak. Sama sekali tidak, Nak. Maha Suci Allah dari membutuhkan pertolongan. Tetapi seruan Allah Ta’ala ini bermakna agar engkau mengingati tugas yang dipikulkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla kepada kita semua. Sesungguhnya tidaklah jin dan manusia diciptakan kecuali hanya untuk beribadah kepada Allah. Tugas kita sebagai khalifatullah di muka bumi ini, anakku, juga di atas pijakan pengabdian kepada-Nya. Kernanya, makmurkanlah bumi ini sehingga engkau menjadi hadiah Allah bagi ummat dengan menghidupkan tauhid di dalam dadamu dan langkah-langkahmu. Mudah-mudahan dengan demikian, kesucian agama ini memancar dari setiap langkah yang engkau kerjakan.

Aku tulis pesan ini dengan sesungguh hati, Anakku. Meski jiwa bapakmu masih rapuh dan iman ini masih sangat menyedihkan, tetapi sembari memohon pertolongan kepada Allah Yang Menciptakan, izinkan bapakmu berpesan. Ingatlah, wahai Anakku, jangan pernah engkau lepaskan Allah Ta’ala dari hatimu. Genggamlah kesucian tauhid dalam akidahmu sekuat-kuatnya. Cengkeramlah dengan gigi gerahammu sehingga menjiwai setiap kata dan tindakanmu.

Belajarlah mencintai Tuhanmu menurut cara yang dikehendaki oleh-Nya. Betapa banyak orang yang melakukan perjalanan menuju Allah (suluk), tetapi mereka melalui jalan yang tidak disukai-Nya. Mereka mencipta sendiri jalan yang akan dilewati. Mereka mengira sedang memuja Allah, padahal sesungguhnya sedang mencari keasyikan diri untuk menemukan saat-saat yang “memabokkan” (isyiq). Melalui cara ini, kepenatan jiwa memang pergi, Anakku. Tetapi bukan itu yang harus engkau lalui. Bukan itu jalan yang akan membawamu pada ketenangan dan kedamaian. Ia hanya membuatmu lupa sejenak dengan beban-beban duniamu. Sesudahnya, engkau akan segera kembali dalam kepenatan yang melelahkan. Kernanya, ada yang kemudian benar-benar bukan saja lupa pada beban dunianya untuk sementara, tetapi bahkan sampai lupa tanggung jawab dan lupa pada diri sendiri.

Sesungguhnya, ketenangan dan kedamaian jiwa yang sebenar-benarnya ada bersama dengan kebenaran. Sesungguhnya ketenangan itu karena engkau menghadapkan wajahmu kepada Allah untuk mencari ridha-Nya. Engkau kembali dan senantiasa berusaha kembali kepada-Nya, atas setiap khilaf yang terjadi setiap hari, kerna manusia memang tempat salah dan lupa. Semoga dengan demikian kita termasuk orang-orang yang diseru oleh Allah ‘Azza wa Jalla dengan seruan, “Wahai Jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan ridha dan diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku.”

Artinya, bukan ketenangan itu yang menjadi tujuan dari zikir-zikir panjangmu, Anakku. Tetapi ketenangan itu muncul sebagai akibat dari kokohnya keyakinanmu pada Tuhanmu. Sungguh, jangan jadikan agama ini sebagai candu sehingga hatimu jadi beku. Tetapi berjalanlah di atasnya sesuai dengan tuntunan wahyu. Bukan ra’yu. Semoga dengan demikian jiwamu akan terang, hatimu akan tenang dan di akhirat nanti engkau akan meraih kemenangan. Semoga pula kelak engkau akan aku banggakan di hadapan Tuhanmu.

Aku ingin pesankan satu lagi, Anakku. Atas apa-apa yang Allah Ta’ala tidak menjaminkannya bagimu, mintalah kepada-Nya dan berusahalah untuk meraihnya. Iman dan kemenangan di Hari Akhir, termasuk di antaranya. Atas apa-apa yang Allah Ta’ala telah jaminkan bagimu dan bagi seluruh makhluknya, ketahuilah kunci-kuncinya. Rezeki termasuk di dalamnya.

Gunakanlah rezeki yang dikaruniakan Allah kepadamu untuk meraih akhirat dan menjaga iman. Jangan mengorbankan akhirat untuk dunia yang cuma segenggam. Dan apabila engkau mampu, kejarlah akhirat dan sekaligus membuka pintu-pintu dunia. Gunakanlah dunia untuk “membeli” akhirat.
Wallahu a’lam bishawab. Sesungguhnya, tak ada ilmu pada bapakmu ini kecuali sangat sedikit saja.

Diambil dari Buku yang berjudul ‘Saat Berharga Untuk Anak Kita’
Penulis: Mohammad Fauzil Adhim

Senin, 27 Desember 2010

Kota Mati
Author: Nyanyian Semesta on Selasa, 07 Desember 2010

KOTA MATI


SELAMAT DATANG DI KOTA MATI. Tubuhku menggigil ketika bis yang kutumpangi mau melewati gapura selamat datang di depan. Kuperhatikan tulisan itu, dan tubuhku semakin dingin, ketika kubaca sekali lagi tulisan yang tertera di bawahnya, Kota Yang Terlupa dan Dilupakan. Jadi kota yang akan kusinggahi ini adalah kota Mati dengan jargon kotanya Kota Yang Terlupa dan Dilupakan.
Aku merasa bingung dan aneh. Seingatku aku naik bis untuk menuju ke kota H, di sana aku akan melakukan sebuah proyek penelitian bersama teman-temanku yang sudah duluan berangkatnya. Aku berangkat terakhir karena aku masih ada beberapa urusan pekerjaan yang belum selesai. Wah sepertinya ada sesuatu yang salah dan tidak beres, aku harus segera bertindak sebelum semuanya kacau gara-gara kecerobohanku.
Aku segera berdiri dan berjalan menghampiri sopir.
“Maaf Pak sopir, saya merasa telah salah naik bis?”
“Anda tidak salah, anda sedang menuju ke tujuan anda!” jawab sopir itu tegas.
“Maaf Pak…sebaiknya saya turun di sini! Saya mau berganti bis, saya tidak ingin pergi ke kota Mati. Saya mau pergi ke kota H, di sana saya ada sebuah pekerjaan penting. Teman-teman saya sudah menunggu pasti, karena kami akan mengerjakan proyek penting.” Aku mulai mendesak bapak sopir di depanku untuk menghentikan bisnya.
Tapi bapak di depanku ini tak sedikitpun menggubris perkataanku dan permintaanku, dia terus mengemudikan stirnya, tanpa pernah menginjak remnya untuk menghentikan bis.
“Duduklah kembali di kursi anda!”Dan tenanglah, karena kota ini adalah kota tujuan terakhir dari semua orang.” Sopir itu melihatku dengan sorot mata tajam penuh keyakinan.
“Anda dan saya tak dapat menghentikan laju bis ini, karena bis ini hanya memiliki satu tujuan yaitu menuju kota Mati. Dan kita sudah memasuki kota Mati, sebentar lagi bis ini akan berhenti di terminal kota Mati, hanya di sanalah bis ini bisa berhenti.” Sopir itu kembali menyakinkanku.
Aku mulai bingung dengan penjelasan sopir bis ini. Merasa sia-sia dengan usahaku membujuk sopir untuk berhenti, dan merasa mendengar penjelasan yang tak masuk akal. Aku mulai tak sabar dan aku mendekati pintu keluar kemudian membukanya dengan paksa. Tapi usahaku sia-sia, sekuat tenaga aku mencoba membuka pintu ini, pintu bis ini tetap saja tak terbuka sedikitpun. Aku mulai kelelahan dan mulai menggedor-gedor pintu keluar itu dengan segala cacianku.
“Pintu sialan…bis sialan!” umpatku di sela-sela keringat keletihan yang membanjiri tubuhku.
“Pintu itu tidak akan terbuka sebelum kita sampai di terminal tuan? Kuharap sekarang Tuan mengerti dan mau bekerjasama.” Sopir itu memberi saran sambil melirik ke arahku.
Akhirnya aku menuruti kata-kata sopir itu, aku duduk di sebelahnya dan mulai tenang. Ya minimal masih ada yang bisa diajak ngobrol saat ini, dari pada duduk kebosanan karena tak ada teman bicara. Sejak tadi semua penumpang terdiam dan sibuk dengan diri sendiri, meski aku berteriak-teriak dan gaduh dengan tindakanku tadi, semua itu tak membuat penumpang-penumpang lain terganggu atau bahkan berdiri membantuku, melihat-pun saja tidak.
Setelah merasa tenang, aku mencoba mencairkan suasana dengan mengajak pak sopir mengobrol.
“Pak, kenapa bis ini hanya berhenti di kota Mati?”
“He…he….” Sopir itu tertawa ringan dan tersenyum kepadaku, membuatku merasa nyaman dengannya untuk mengobrol lebih jauh.
“Tuan…saya sendiri sudah lupa sejak kapan bis ini hanya menuju ke kota mati padahal masih banyak kota H yang dilewatinya. Pada akhirnya saya sendiri tak pernah bisa menjawabnya.”
“Tapi bapak kan sopirnya? Setiap sopir pasti tahu kemana dia menuju.”
“Saya ini sopir terhadap diri saya sendiri tuan, bukan sopir dari bis ini. Kebetulan saja saya ditunjuk sebagai sopir karena hanya saya saja diantara para penumpang ini yang tahu tentang kota Mati.”
“Jadi bapak pernah ke kota Mati sebelumnya?” tanyaku penuh selidik.
“Saya belum pernah ke sana Tuan. Tapi saya tahu kota Mati semasa saya hidup di berbagai kota H. Saya tahu bahwa dari kota H, semua orang pasti akan menuju ke kota Mati.”
Di sela-sela pembicaraan kami, tiba-tiba terdengar seorang menangis. Tangisan itu berasal dari belakang. Aku berdiri dan melihat ke belakang. Tak terlihat siapapun di sana. Kemudian aku berjalan ke belakang karena merasa kasihan dengan suara tangisan itu.
Sampai di belakang kulihat seorang bocah laki-laki berusia sekitar 8 tahun duduk memegang kedua lututnya. Aku mulai mendekati bocah itu.
“Kenapa menangis Dik?” sambil menghibur bocah itu dengan belaian tanganku di kepalanya.
“Aku ingin segera sampai Om?” jawab bocah itu disela-sela isak tangisnya.
“Kau akan pergi ke mana?” tanyaku singkat.
“Aku ingin segera sampai di terminal kota Mati.”
“Kenapa kau ingin segera ke sana?”
“Aku ingin segera bertemu kedua orang tuaku, mereka sudah lama di sana, aku sudah sangat rindu dengan mereka.”
“Hmmmmm…sabar ya Dik, sebentar lagi kita sampai kok.”
Kehadiranku membuat bocah itu sedikit tenang, meski masih terisak. Aku mulai memperhatikan para penumpang lainnya, mengapa mereka sama sekali tak terganggu dengan apapun yang terjadi di bis ini. Mereka diam dan membisu seperti mayat, seolah-olah tak ada tanda-tanda kehidupan di bis ini. Kuperhatikan satu per satu para penumpang itu, aku kaget karena hampir semua penumpang di dalam bis ini adalah orang tua kecuali aku dan bocah di sampingku sekarang. Aku merasa aneh dan merinding saat melihat tatapan-tatapan kosong mereka beradu pandang denganku. Lebih anehnya lagi pakaian yang mereka pakai tak seperti kebanyakan orang, semua serba putih seputih wajah-wajah mereka.
Aku mulai ketakutan, tapi segera sirna ketika bocah itu mulai bertanya kepadaku.
“Om…mau pergi ke kota Mati juga ya? Om mau bertemu dengan siapa di sana?” Tanya bocah itu dengan sorot matanya yang redup.
“Oh…Om hanya salah bis kok. Om itu mau pergi ke kota H, tapi keliru naik bisnya. Ntar sesampainya di terminal Om mau berganti bis menuju kota H.” jelasku pada bocah di sampingku ini.
“Tapi Om, tidak ada yang pernah salah tujuan ketika naik bis ini!” bocah itu mulai menyelaku.
“Mengapa?” sergahku.
“Tanyalah pada pak sopir!” bocah itu mulai menyuruhku.
Aku tertawa dengan kata-kata suruhannya, baru kali ini ada orang yang berani menyuruhku, apalagi seorang anak kecil. Masih jelas dalam ingatanku bahwa aku adalah seorang bos dari sebuah perusahaan besar dan terkenal di sebuah kota H. Aku sedang menuju kota H lainnya untuk melihat proyek penelitian yang kudanai sendiri. Kota itu sangat jauh, pada mulanya aku naik pesawat ke sana, ketika tiba-tiba pesawat yang aku tumpangi terjatuh. Aku merinding dan mulai ketakutan ketika aku mulai mengingat bagaimana aku bisa naik bis ini.
Pesawat itu terjatuh di sebuah padang rumput yang sangat luas, saat itu aku kesakitan karena terbentur benda-benda keras di sekelilingku. Aku mulai minta tolong, karena api mulai berkobar membakar ekor pesawat itu. Kemudian seseorang mengangkat tubuhku menjauhi kobaran api. Dan setelah itu aku tak ingat apa-apa. Aku tersadar saat sebuah bis membunyikan klakson begitu kerasnya.
Kemudian sopir bis itu menyuruhku naik, katanya: “ Anda akan segera menuju kota tujuan”. Mendengar itu aku segera naik, karena merasa perjalananku tak boleh tertunda lagi. Proyek ini begitu penting buatku, aku mempertaruhkan seluruh harta dan hidupku untuk bisa melakukan penelitian ini. Bisa dibilang proyek penelitian ini adalah hidupku.
Entah kenapa aku mulai mengingat kembali perjalanan dimana aku mau menuju kota Mati. Suasana kembali sepi, anak di sampingku sudah tidak terisak lagi, sekarang malah tertidur di pangkuanku.
Kulihat bis sedang memasuki terminal, kulihat papan di depan terminal yang bertulisakan Terminal Kota Mati. Aku mulai lega karena bis sebentar lagi akan berhenti dan aku bisa melanjutkan perjalananku kembali. Bis pun akhirnya berhenti. Aku menggendong bocah itu berjalan menuju pintu bis di dekat sopir karena hanya pintu itulah satu-satunya yang terbuka.
Pak sopir itu berdiri dan berkata :
“Selamat datang di kota Mati, anda telah sampai pada akhir tujuan. Selamat menunggu dan selamat untuk menjadi orang yang dilupakan selamanya.”
Semua penumpang tersenyum tipis menyambut kata-kata sopir itu. Aku segera keluar mendahului para penumpang lain. Kemudian bocah yang kugendong terbangun.
“Sudah sampe di terminal ya om?” tanyanya di sela-sela uapannya.
“Kita sudah sampe di terminal kota Mati. Di mana orang tuamu? Apakah mereka akan menjemputmu?” tanyaku beruntun membuat bocah itu meminta turun dari gendoganku.
“ Orang tuaku sudah lama menungguku Om. Pasti mereka tak sabar ingin melihatku.”
Aku melihat ke kanan dan ke kiri. Tak ada satupun bis yang ada di sana kecuali bus yang tadi kutumpangi. Aku semakin gelisah dan bingung. Tiba-tiba aku dikejutkan dengan sebuah tepukan pelan di bahu kananku. Aku menoleh, melihat siapa yang baru saja mengejutkanku.
Kulihat seorang lelaki dan perempuan tersenyum. Laki-laki itu bertubuh tegap, berkulit putih, bermata hitam, lebih tinggi dariku, kira-kira berusia 40-an tahun, 5 tahun lebih tua dari padaku. Perempuan di sebelahnya, pasti istrinya. Dia selalu menggenggam tangan laki-laki itu, dia tampak cantik dengan gaun putihnya. Tiba-tiba aku merinding, melihat semua orang di terminal ini berpakaian sama, serba putih.
Laki-laki itu mengulurkan tangannya, dan mengucapkan terimakasih. Aku membalas uluran tangannya.
“Maaf…terimakasih buat apa? Saya orang baru di kota ini.” Aku meminta penjelasan atas ucapannya.
“Terimaksih telah menggendong anak saya.”jawabnya singkat, kemudian dia dan istrinya mulai memeluk anak yang tadi kugendong itu.
Melihat keluarga itu berkumpul, aku menjadi terharu dan cemburu. Dulu di kota H, tidak ada seorangpun yang menyayangiku dan tidak ada yang mau memelukku. Aku terlahir yatim piatu, aku tak pernah mengenal orang tuaku. Mereka meninggal sewaktu aku masih kecil, sejak itu aku tinggal dengan kakekku. Kemudian ketika umurku 15 tahun kakekku meninggal, dan aku harus hidup sendirian dengan sebuah warisan perusahaan besar milik kakekku. Huhh…kenapa ingatan yang dulu kembali lagi. Aku mendesah pelan.
“Oh…jadi kalian berdua orang tua anak ini?” tanyaku di sela keharuan itu.
Mereka menggangguk pelan.
“Hmmmm…bolehkah saya bertanya?”
Laki-laki itu pun kembali menggangguk. Membuatku bingung harus bertanya apa.
“Apakah ada bis yang menuju kota H?” tanyaku kemudian, yang diiringi tawa mereka.
“Maaf…Tuan, sepertinya anda akan kecewa.”
“Kenapa saya harus kecewa? Apakah saya harus menunggu lama untuk mendapatkan bis jurusan kota H? tanyaku semakin penasaran.
“Maaf Tuan, tidak ada bis jurusan kota H…karena inilah kota terakhir dari setiap perjalanan manusia. Jika manusia sudah tiba di sini, dia tidak akan pernah bisa kembali lagi.”
“Tapi saya masih ada banyak urusan yang harus dilakukan di kota H.”
“Banyak urusan itu tak membuat seseorang untuk tetap tinggal di kota H. Di kota mati, kita harus belajar meninggalkan semua urusan di kota H.”
“Tidak mungkin aku meninggalkan semua urusanku di kota H!”bantahku.
“Maaf Tuan, sekarang anda telah menjadi penduduk kota mati. Itu berarti anda telah berpisah dari setiap urusan di kota H.” Penjelasan laki-laki itu semakin membuatku bingung dan takut.
“Apa maksud dari perkataanmu?” aku meminta penjelasan lagi.
“Apakah Tuan lupa bahwa anda sudah mati? Itulah kenapa Tuan berada di kota ini.
Akupun terjatuh lemas tak berdaya mendengarnya, laki-laki itu dengan sigap menangkap tubuhku dan membawaku ke kursi panjang yang tersusun rapi di sebelah kanan kiri ruang tunggu terminal kota Mati.
Aku mulai menangis, aku merasa semakin sepi dan sendirian lagi. Kupegang kedua tangan laki-laki itu, berharap dia dan keluarganya tak meninggalkanku sendirian.
“Tuan mengertilah, kami harus segera pergi.” Laki-laki itu mencoba memberi pengertian kepadaku. Kemudian dia mencoba melepaskan pegangan tanganku. Aku mengendurkan pegangan, dan tiba-tiba setelah peganganku terlepas mereka hilang dari pandanganku.
Sekarang aku sendirian, duduk di kursi panjang ini sambil mencoba memikirkan tentang kata yang baru saja aku temui di kota ini “MATI”.
Banyak sekali pertanyaan di pikiranku. Kapan aku mati, kenapa aku bisa mati, mati itu apa, kenapa mati harus sendirian dan sepi, bagaimana aku bisa mati, dll. Pertanyaan-pertanyaan yang semakin membuatku semakin sepi sendiri karena tak ada seorangpun yang menjawab.
Yang kuingat di kota H dulu, kata mati hanyalah untuk orang yang sudah tua dan sakit-sakitan. Aku sudah melupakan kata mati dalam kotak kehidupanku, karena mati adalah hal yang selalu ku hindari dan kubenci, karena kematian telah mengambil satu-persatu orang yang kusayagi. Sehingga seluruh hidupku kuhabiskan untuk mencari formula penangkal mati. Proyek yang sedang kulakukan itu adalah sebuah proyek penelitian untuk menemukan obat dari semua penyakit dan semua orang bisa terus hidup.
Dan sekarang aku telah ‘mati’, mungkin di kota H aku telah melupakan mati. Melupakannya dengan banyak harta, kesenangan, pekerjaan, ambisi, persaingan, keserakahan, dan pengakuan. Lalu apakah aku harus melupakan ‘hidup’ di kota Mati ini?
Selamat datang kota Mati….kota yang terlupakan dan dilupakan.

Rabu, 22 Desember 2010

Membuat kesalahan
hanya mungkin terjadi
pada orang yang sedang
mengupayakan yang benar.

...Sehingga,

Orang yang melarang atau
mengancam Anda
agar tidak membuat kesalahan,
sama dengan melarang Anda
dari mengupayakan yang benar.

Maka berdoalah agar Tuhan
mentenagai ketegasan Anda untuk
melakukan yang Anda ketahui
sebagai cara yang baik untuk
mendekatkan Anda kepada
cita-cita dan impian Anda.

Mario Teguh
Keindahan hidup kita di akhirat nanti,
dibangun oleh keindahan hidup kita di dunia,

karena kita hidup untukTuhan,

...sehingga kita menjaga kejernihan pikiran,
memelihara kebeningan hati,
dan menetapkan keindahan perilaku kita,

agar kita menjadi pribadi
yang bermanfaat bagi sesama,

yang memelihara kelestarian alam,

agar kematian kita
menjadi gerbang memasuki rumah kita di surga,
yang abadi kebahagiaannya.

Aamiin
Sahabat Indonesia yang baik hatinya,

Cara paling sederhana
untuk memperbaiki tingkat hasil
dalam kehidupan kita
...adalah memperbaiki cara kita
dalam berbicara dengan orang lain.

Berbicaralah dengan santun,
tidak perlu keras, dan pastikan jelas.

Suara yang lembut
dengan argumentasi yang kuat,
akan terdengar ribuan kilometer jauhnya.

Mario Teguh – Loving you all as always
Kualitas hidup kita
ditentukan bukan hanya oleh
kualitas jawaban
untuk pertanyaan kita,
tapi terutama oleh kesediaan kita
...untuk bersikap dan bertindak
sesuai dengan jawaban itu.

Tidak ada jawaban
yang bisa menolong orang
yang tidak bertindak.

Tapi, memang ada orang
yang hanya bertanya,
apa pun jawaban yang Anda berikan

Bahkan setelah ini, dia akan bertanya lagi

Habis, gimana dong?

Mario Teguh
Tuhan menciptakan Anda
sebagai jiwa yang dikasihi-Nya,
yang tidak direncanakan untuk
dinistai oleh orang lain atas nama cinta.

...Jika dia mencintai Anda,
dia tak akan mampu menyakiti Anda,
atau merendahkan Anda,
dan tidak akan mengkhianati Anda
dan mengatakan bahwa Anda
adalah sebab dari pengkhianatannya.

Perpisahan dari orang seperti itu
adalah perpisahan emas.

The Golden Goodbye

Mario Teguh
Tak pantas bagi kita
untuk berharap mendapat jawaban
dari seluruh permintaan kita kepada Tuhan,
jika kita tidak seluruhnya bersungguh-sungguh
dalam mengupayakan kepantasan
untuk menerimanya.

Yang pantas menerima, akan menerima.

Karenanya,

Marilah kita maksimalkan ketulusan
dalam kerja keras kita,
agar maksimal rezeki bagi kesejahteraan
dan kebahagiaan keluarga kita,
dan bagi sesama yang kita layani.

Mario Teguh

Jumat, 17 Desember 2010

Latihlah bayi Anda berenang sejak dini, krn mnrt penelitian byk manfaat yg didpt dgn melatih bayi Anda berenang, spt: Anak yg sejak bayi diajarkan berenang memiliki IQ yg lbh tinggi,dpt merangsang motorik tubuh, membantu perkembangan jantung & paru-paru,menambah nafsu makan,membuat bayi tidur lbh nyenyak, melatih pengl...ihatan& pendengaran bayi Neck Ring di design khusus utk dipakai di leher bayi, dgn kualitas plastik
Lihat Selengkapnya
Produk Mambobaby
THERAPY UNTUK BAYI ANDA !!!
mambobabyindonesia@gmail.com

Latihlah bayi Anda berenang sejak dini, karen...a menurut survey dan penelitian banyak manfaat yang akan di dapatkan dengan melatih bayi anda berenang, antara lain :

1. Anak yang sejak bayi diajarkan berenang di air memiliki IQ yang lebih tinggi
2. Berenang merangsang motorik di seluruh tubuh bayi
3. Membantu pertumbuhan tubuh bayi
4. Berenang dapat membantu perkembangan dan memperkuat jantung dan paru-paru pada bayi
5. Menambah nafsu makan bayi
6. Membuat bayi tidur lebih nyenyak
7. Berenang melatih penglihatan, pendengaran, sentuhan dan keseimbangan pada bayi

Dengan ini, kami menyediakan PELAMPUNG dan BAK RENANG yang dibuat khusus untuk bayi Anda.
Pelampung kami design secara khusus untuk dipakai di leher bayi, sehingga bayi dapat bebas bergerak. HATI HATI !!! JANGAN memberikan pelampung kepada bayi dengan kualitas plastik yang tajam dan mengandung racun, terutama saat digunakan di air, karena air akan masuk ke dalam mulut bayi.

Pelampung dan bak mambobaby telah lulus uji dalam beberapa testing, seperti safety test untuk keamanan penggunaan pada bayi, test kandungan kimia dalam plastik, test kandungan racun saat digunakan di air dan test tahan api.

Bayi di bawah 1.5 th juga tidak dianjurkan untuk berenang di kolam renang umum, karena air yang kotor, suhu air dingin dan air mengandung kaporit, yang sangat berbahaya untuk tubuh bayi yang masih belum memiliki kekebalan tubuh. Sehingga, sangat di sarankan untuk melatih bayi berenang di bak renang sendiri yang dapat di berikan air hangat, menggunakan air bersih, aman dan ada yang mengawasi.

Tanyakan dan konsultasikan SEGERA dengan dokter anak Anda akan manfaat berenang untuk si Kecil Anda !!!

Dapatkan Pelampung dan Bak Renang Bayi Anda dengan menghubungi kami di mambobabyindonesia@gmail.com atau 0818 0807 4545

Harga pelampung Rp. 199.000,00 /pcs
Harga bak renang Rp. 599.000,00 /pcs
plus biaya pengiriman.

http://www.facebook.com/photo.php?pid=26760&l=02935ddaa9&id=1835033451

Sertifikat bisa di lihat di http://www.facebook.com/album.php?aid=2949&id=1835033451
Oleh : Mambobaby Full
Filosofi Matahari
oleh Ridwan Budiman pada 05 Desember 2010 jam 18:30

(Inspired by Azmy Basyarahil)



Bumi dan porosnya selalu berputar

Planet lain pun juga demikian

Tapi, mengapa matahari senantiasa tidak bergerak

Apakah karena dia tak memiliki asa?

Atau memang karena dia sumber cahaya?



Begitulah Tuhan mengajarkan kepada setiap hambanya. Melalui fenomena alam, Ia ajarkan manusia, tanpa merasa sedang diajarkan. Melalui setiap gerakan alam, Ia perlihatkan betapa yang bergerak selalu saja berporos pada satu titik. Maka, hakikat dari gerakan sesungguhnya adalah putaran karena kita hidup dalam siklus yang senantiasa ada yang mengatur. Dan yang mengatur itu adalah Alloh SWT, Tuhan Semesta Alam.



Maka, jika memang matahari adalah sumber cahaya, maka dialah yang disebut bintang. Oleh karena itu, siapapun yang merasa dirinya adalah bintang, hendaknya dialah meniru atau memahami filosofi Matahari. Tapi, jika anda tidak mampu memahami filosofi Matahari serta makna dibalik kehadirannya di jagat raya ini, jangan sesekali anda merasa menjadi bintang. Apalagi mengaku-ngaku sebagai bintang.



Karena matahari adalah bintang, dan setiap planet-planet berputar mengelilingi matahari, maka siapa sesungguhnya yang sedang mencari cahaya? Mencari petunjuk karena derasnya gerakan putaran harian, seringnya melahirkan kelemahan jiwa. Dan kelemahan jiwa tersebut hanya bisa diobati kalau kita, sebagai manusia, mendekati sumber cahaya. Maka, prinsipnya, yang sering bergerak – apakah itu berputar, bergeser, atau yang lainnya – dialah yang akan senantiasa mengalami kejumudan jiwa dan sesaknya pikiran. Siapapun dia, baik itu seorang presiden atau rakyat jelata sekali pun pasti mengalami hal itu.





Itulah bintang yang sering kita sebut sebagai matahari. Meskipun, malam menutupinya, tapi dia senantiasa tegar untuk selalu menerangi bumi ini. Lihatlah ketika malam menyelimuti di salah satu belahan bumi, bintang akan selalu menerangi di belahan sisi yang lain. Ia tak tidur apalagi lelah. Sampai Tuhan tidak menidurkannya, ia tak akan tidur hingga kiamat sudah datang menyapanya. Ia diam tak bergerak, tapi bukan berarti ia tak mendobrak. Karena dengan cahaya panasnya, ia mendobrak segala hati-hati angkuh manusia. Karena itulah salah satu fungsi penting matahari. Maka, wajar jika Tuhan mengabadikan matahari dengan menyebutnya dalam salah satu firman-Nya, ”wassyamsi wad dhuhahaa.. ”



Maka, jika dirimu ingin naik mengangkasa menjadi bintang di langit, teruslah bergerak tapi jangan lupa untuk menjadikan gerakanmu bersumber pada satu cahaya. Jadikanlah dirimu seperti planit-planit yang bergerak bukan karena ingin dipandang hebat oleh planit lainnya, tapi karena ingin menuju sumber cahaya. Dari satu bintang yang tak pernah padam di makan zaman. Bintang sumber cahaya tersebut adalah Alloh SWT, Tuhan Semesta Alam.





"Semuanya serba berputar dalam poros universal tanpa pernah ada akhir

Namun, mengapa dalam putaran demi putaran itu, banyak sekali kesalahan yang terus berulang??

Padahal putaran itu Ia gerakkan agar manusia dan alam semesta dapat mendekati kesempurnaan.

Lalu, jika pada akhirnya kita telah sampai pada titik akhir dalam riak putaran, dan kemudian Tuhan menarik diri kita dari alam dunia, apakah kita telah menjadi manusia paripurna dengan memanfaatkan pembelajaran yang dapatdiekstraksi dalam setiap putaran kehidupan?

Apakah diri kita akan diterima, seperti bumi menerima daun yang berguguran setiap musimnya?"

Kamis, 16 Desember 2010

Sajak Malamku
oleh Abdul Azis Sukarno pada 28 Februari 2010 jam 20:58
aku berjalan dengan ketenangan malam, merayap, menengok hutan-hutan dalam impian. lalu, seperti kabut memeluk daunan, kugumuli semua bayangan yang diam dan tak diam, demi satu iringan. alangkah pekat, juga membosankannya jalan. tapi, perlahan-lahan kutingkap pula isyarat ketakutan yang menjelma batang-batang ilalang, ranting-ranting pohonan, dan sarang kelelawar. hingga tak terasa, kedalaman, kehitaman, dan kengeriannya adalah dendam yang tak lagi bisa padam. aku terus menyusur dan menyusur, antara kepayahan dan kebutaan warna, sampai pada saatnya, aku sering bertanya, “apa yang kuburu di kegelapan?”
Sampai Lelah, Sampai Lelap
oleh Abdul Azis Sukarno pada 02 Maret 2010 jam 0:42
jika aku bersujud, pada siapa aku menyembah? jika aku bersedih, pada siapa aku meneteskan air mataku? jika aku gembira, pada siapa sebenarnya aku tertawa? telah lama cawan jiwaku kosong dan membiarkan rasa hausku menjadi penderitaan. telah lama tenggorokan batinku mengering dan membiarkan rasa dahaga menyiksaku. aku cukup terbiasa. siang atau malam bagiku sama saja, sebab di antara cahaya dan kegelapan, aku tak di mana pun. seperti kepompong, aku lahir dari ulat yang meninggalkanku setelah menjadi kupu-kupu. sendirian, menempel pada sebuah pohon yang kelak memusnahkanku. aku seolah bukan bagian dari diriku. jangan beri aku cermin, karena aku telah lupa cara melihat diriku. jangan beri aku cinta, karena aku telah lama menghilangkan tempatnya. jangan beri aku keyakinan, karena sakitku akan bertambah parah olehnya. biarkan aku seperti ini, bila memang harus begini. berjalan sewajarnya, bergerak apa adanya. sampai aku lelah, sampai aku lelap. sampai aku menemukan diriku dalam mimpi yang sesungguhnya!
Orkestra Musim Basah
oleh Abdul Azis Sukarno pada 02 Maret 2010 jam 1:02
kenapa cengkrama kita mesti seperti burung, berpatukan dan terbang berawan, saling mengejar. padahal, ini musim hujan, ada baiknya engkau diam, belajar pada alam: terpejam. lalu, berkariblah bersama gumpalan kenangan. ingat, kita masih punya sisa kematian yang belum terkuburkan. kita masih punya jejak tangis yang pernah kau tinggalkan. mungkin belum saatnya aku mengekalkan impian, melukis bayangan di kanvas kegelisahan. kuakui bukan salahmu melayang mengepak khayalan, namun percintaanlah yang mengajariku bijaksana pada cuaca dan kerisauan demi kesetiaan. mari, kuajak saja kau berjalan di atas basahan-basahan tanah, memahami isyarat bunga-bunga mekar dan pucuk-pucuk pohonan pada tangkai-tangkai usia kita, selagi udara sejuk masih menawarkan kearifannya. hari ini, aku ingin memelukmu dengan patahan sayap yang mengembang tanpa iringan kesakitan. tapi, kumohon, jangan kau titipkan tubuh liarmu di dadaku, sebab aku tak pernah mampu mendekap halilintar!
IBU DI ATAS DEBU

WS RENDRA


perempuan tua yang termangu
teronggok di tanah berdebu
wajahnya bagai sepatu serdadu
ibu,ibu....
kenapa kau duduk di situ,
kenapa kamu termangu
apakah yang kamu tunggu?
jakarta menjadi lautan api
mayat menjadi arang
mayat hanyut di kali
apakah kamu tak tahu dimana kini putramu?
perempuan tua yang termangu
sendiri
sepi
mengarungi waktu
kenapa kamu duduk disitu
ibu,ibu...
dimana rumahmu,dimana rumahmu?
dimana rumah hukum
dimana rumah daulat rakyat
dimana ada gardu dada tentara
yang mau melindungi rakyat tergusur
dimana pos polosi
yang mau membela para petanidari pemerasan pejabat desa
ibu,ibu...
kamu yang duduk termangu
terapung yang bagai tempurung di samudra waktu
berapa lama sudah kamu duduk disitu
berapa hari,minggu,bulan
berapa puluh tahun kamu termangu di atas debu
apakah yang kamu harapkan
apakah yang kamu nantikan
apakah harapan pensiun buruh di desa
apakah tunjangan tentara yang hilang satu kakinya
siapa yang menculi laba dari rotan di hutan
siapa yang menjarah kekayaan lautan
ibu,ibu...
dari mana asalmu
apakah kamu dari Ambon,dari Aceh,dari Kalimantan,dari Irian
nusantara,nusantara...
untaian zamrud yang tenggelam di lumpur
pengantin yang koyak koyak dandanannya
dicemaskan tangan asing
tergolek di kebon kelapa yang kaya raya
indonesia,indonesia...
kau lihatlah ibu kita duduk disitu
teronggok di atas debu
tak jelas menatap apa
mata kosong tapi mengandung tuntutan
terbatuk batuk
suara batuk
seperti ketukan lemah di pintu
tapi mulutnya terus membisu
indonesia,indonesia...
dengarlah suara batuk itu
suara batuk ibu ibu
terbatuk batuk
suara batuk
dari sampah sejarah yang hanyut di kali


10 Muharram 1340 H
Perguruan Islam Salafiyah Kajen Pati
Sajak-sajak Dimas Arika Mihardja
Kamis, 24 Juni 2010 | 02:22 WIB
ARY AMHIR
Pantai pasir putih yang sunyi di Morotai.

Orkestra Jiwa

Sajak Pilihan Dimas Arika Mihardja

MENGABADIKAN CINTA

dari tanah kembali ke remah. begitulah risalah cinta
yang tak lelah kulidahkan siang dan malam. kugali tanah liat
di puncak bukit, serupa musa di puncak tursina kutatah dan kubentuk lekuk
misteri dalam puisi yang tak pernah jadi dan selalu sisakan nyeri:
jerit 99 namamu menjadi belati menusuk ulu hati!

dari remah kembali ke rumah cinta. begitulah kisah pengembara
melacak jejak mencinta. kuciumi setiap jejak kaki sepanjang jalan tualang
sebab setiap pergi adalah juga kembali dan setiap pulang adalah perjalanan
menuju rumah keabadian. rambu jalan dan tikungan, terminal dan pelabuhan
selalu saja bergetar saat peluit kapal memberi isyarat merapat
kusiapkan tali dan sekoci diri saat badai sore gemuruh sebelum kapal dan perahu
berlabuh. kupersiapkan janji perjumpaan untuk melunaskan impian camar

dari remah kembali ke rumah keabadian. begitulah kisah pejalan sunyi
menyisir pasir pantai, menghitung cangkang kerang, teripang, juga aneka
bayang memungut remah istana pasir usai diporandakan lidah ombak,
lalu jemari terus bergerak membangun istana yang baru. o, kekasihku,
sampan dan perahu rindu terus saja menderu sepanjang waktu
pergulatan!

bengkel puisi swadaya mandiri, 23 mei 2010

GERAI RAMBUT YESSIKA

saat rambutmu tergerai, di dada waktu tumbuh badai
menyapu butir pasir di pantai landai

ombak rambutmu menggelombang lalu bergulung
menyapu gedung dan gunung di dadaku

aku tersesat di hutan rambutmu yang hitam
menangkap kilau dan menghirup aroma bunga

saat rambutmu berkibar, aku menangkap kabar
awal dan akhir langkah: bersama kembaramu!

bengkel puisi swadaya mandiri, 23 mei 2010

JEMARI YESSIKA

jemari yessika selalu saja memetik dawai hati
nyanyikan qasidah cinta
mencabik jiwa mendamba
ngusap airmata

jemari yessika selalu saja alirkan irama bosanova
saat berjuta kuda lari di luas savana dada
debu debu waktu nempel di wajahku
dan jemari lentik itu memungutnya satu satu

jemari yessika selalu saja menanam rembulan
memanen matahari dan mengirim sampan ke sungai
sepanjang urat nadi!

bengkel puisi swadaya mandiri, 22 mei 2010

RENDEZVOUS: PADA SEBUAH PANTAI

dik, lihatkah riak dan ombak itu? itulah gemuruh
dadaku memandangmu

bang, lihatkah lidah ombak itu?
itulah harap dan cemasku pada kesetianmu

sejoli itu lalu saling pandang, membaca cuaca
mengabadikan nama di pasir yang lalu disapu ombak

bengkel puisi swadaya mandiri, 22 mei 2010

JARAK, SAAT MENJAUH

tentu saja aku meluka!
masih kuhafal harum parfum di leher jenjang saat ayat
tibatiba menyayat: aku lebih dekat dari urat lehermu

kekasihku, jangan lagi kau siksa aku
dengan berlaksa jarak
aku masih ingin berlamalama di atas ranjang gelombang
bersama mengambang di langit kamar dan menulis kaligrafi

kereta senja menjelang dan aku mengejang
mengeja bayang menghilang:
tinggalkan senyum itu!

bengkel puisi swadaya mandiri, 2010

POTRET DIRI: MEMBACA BIOGRAFI YANG TAK BERSIH

ayah mengajarkan bagaimana membaca sejarah
sebuah wajah takkan berubah lantaran limbah
percayalah pada kesejukan lembah
pada diam tugu batu
segala lagu dan ngilu membeku di situ

lihatlah, pada mataku berkibar sebuah bendera
mengabarkan gelora cinta pada keabadian
sungaisungai dan muara menjadi tanda perjalanan
dan lautan merekam perih kehidupan

sejarah takkan membelah diri menjadi bayi
bicara pada sunyi
membangun biografi di atas duriduri
abadi mendekap luka ini

bengkel puisi swadaya mandiri, 18 mei 2010

KIDUNG REMBANG PETANG

seiring lagu rindu kuketuk pintu hatimu, ibu
telah lama aku berjalan menembus kabut di matamu
mengurai mbako susur yang melingkar di bibir waktu
terasa pahit di lidah, tapi tak juga kaumuntahkan
lewat angin semilir kukirim lagu rindu menembus langit biru

kini aku melangkah menujumu, ibu
aku mengarah hanya pada puting susumu
masih kuingat betapa jari jemarimu tak letih
menyulam perih luka batinku

meski tertatih, kini jemari tanganku tak letih
meniti tasbih menguntai jiwa putih
mendekap jiwa perih. ibu, sendirian aku berjalan
memasuki gerbang istana-Nya, mengetuk piintu rindu
ibu, senjakala berwarna jingga mengurai senyummu.

bengkel puisi sawada mandiri, jambi 18 mei 2010

SAJAK PENDEK UNTUKMU

aku mau meneruskan perjalanan
menjumput Kasihmu
bagi kekasihku yang merindu
kabulkanlah: amin.

bengkel puisi swadaya mandiri, 18 mei 2010

AKU MEMANGGIL NAMAMU IBU

setiap debur rindu, aku memanggil namamu dengan gigil bahasa kalbu: ibu!
bagaimana bisa aku mengubur wajah cerah penuh gairah mencinta? ibu,
jika riak menjadi ombak dan ombak menggelombangkan rasa sayang
kupanggil sepenuh gigil hanya namamu. saat sampan dan perahu melaju
di tengah cuaca tak menentu engkaulah bandar, tempat nyaman bagi sampan
bersandar sebab di matamu ada mercusuar berbinar

jalan terjal berliku adalah lekuk tubuh ibu yang mengajarkan kesabaran
rindang pohon di sepanjang tualang mengingatkan hangat dekap di dadamu
deru lalulintas jalanan, ramburambu, dan simpang lampu adalah nasihat
yang selalu mengobarkan semangat berjihad

aku memanggil namamu ibu
sebab waktu tak lelah mengasuh dan membasuh peluh
aku memanggul namamu ibu
sebab segala lagu mengombak di bibirmu
aku selalu memanggil dan memanggul namamu:
ibu!

bengkel puisi swadaya mandiri, jambi 17 mei 2010

KISAH KASIH

selalu kukisahkan padamu pelita yang tak pernah padam
sebab cahayanya selalu nyala di dalam dada. saat tangan
saling genggam kita menghitung ruas jemari dengan nafas
kasih dan kisah keabadian. kita bertegursapa di ruang lengang
mengurai misteri cinta lalu sama melinangkan airmata
keharuan selunas kerinduan

akulah Adam yang menggenggam buah kuldi, menimbang
keraguan demi sebuah pertanyaan, "kenapa buah ini dilarang?"
Hawa pun lalu merasa hampa penuh damba "kanda, santaplah!"
maka petaka pertama terasa mendera lantaran mencinta. sorga
tak ada lagi sebab mereka telah tercampak di bumi mendekap nyeri
harihari yang panas dan ranggas: tersesat di hutan penuh binatang buas

"Hawa, aku di sini!" teriak Adam di rerimbun semak sajak, "di manakah
engkau kekasihku?" di suatu tumpak bergurun pasir mahaluas Hawa pun
menjelma burung, hatinya suwung disaput mendung. sayapsayapnya
yang patah mengibaskan Siksa dan Dera. Adam dan Hawa tersesat
di rimba gelap, di tengah belantara yang Senyap. mereka lalu
membangun unggun dari serpihan resah, rerating duka, dan puing
dosa. mereka menatap kelebat doa berharap ampunan-Nya.

benegkel puisi swadaya mandiri, jambi 2010

AN NUR OO:50

ana nur, ada cahaya, menyala di dalam dada
terasa sayat ayatayat saat risau dan galau menjadi pisau
o, tikamkan lagi dan lagi kilau pandangmu di surau hatiku
biar aku meregang dan menegang dipanggang api cintamu

kau dan aku bercumbu di atas lembaran permadani bermoitif lampu gantung
serasa aku terbang melayang di cerlang cahayamu
menarikan jemari melati putih
o, putikkan lagi kelopak bunga hatiku

usai sudah pertemuan demi pergumulan di atas ranjang malam
dalam gelap melindap cahayamu merayap. hangat
mengusap debudebu di hati merindu: hanya cahaya
semata cahaya!

bengkel puisi swadaya mandiri, jambi 16 mei 2010


SERENADA RUMAH CINTA

telah kubangun sebuah rumah di dalam dada : tersusun
dari batubatu rindu, desir pasir waktu, semen kesetiaan
pada ruang tamu kupajang kaligrafi, rumah Allah, dan kubah
mesjid. di beranda depan saling berhadapan kursi buat kencan
dan di sebuah ruang lengang tergelar sajadah dan untaian 99
permata namamu

atap rumah, iman, menebarkan rasa nyaman dan melindungi
cuaca buruk, salah musim, dan kemarau panjang. dinding rumah itu
terbuat dari anyaman sajak yang penuh isak keharuan. daun
pintu dan jendela selalu nganga terbuka membagi kesejukan
sepanjang musim bercinta

di kebun belakang kutanam pohonpohon jatidiri yang tumbuh
di antara ilalang yang tak lelah bergoyang menyebut 99 nama
di taman depan kutanam beraneka bunga yang beraroma, tempat rama-rama
dan kupu bercumbu sepanjang waktu


bengkel puisi swadaya mandiri, jambi 15 mei 2010

KISAH PADA JENDELA BASAH

saat kaubuka jendela dadamu, ada yang termangu memandang laut rindu
mengombak dalam kecipak riak. perahu perahan rindu bersilancar
di kedalaman debar saat seraut wajah tak juga singgah di malam
penuh penantian. ia masih termangu memandang kumandang
desah kerinduan yang rindang: ingin berdekapan

saat kumasuki jendela dadamu yang nganga terbuka, kurasakan
gigil cintamu memanggil dan menyebut hanya namaku. ya, aku
akan datang setiap bibir hatimu berdzikir sepenuh gigil. aku akan menginap
di kedalaman hatimu saat mengingatku, tapi aku segera bergegas lepas
saat kau mulai melupa katakata doa

kaca jendelamu biarkan terbuka. biarkan kacakaca itu memantulkan
seraut wajahnya, juga seulas senyum yang kaurindu. ia telah masuk
dan merasuk di kenyal hatimu saat jendela dadamu basah terbasuh
linangan airmata cinta semata.

bengkel puisi swadaya mandiri, jambi, 15 mei 2010

MAKRIFAT JUMAT

1/
ana nur, ada cahaya yang melumuri seluruh tubuh menjadi aura cinta. ana nur
bermakna ada bersama cahaya, adanya bermula dari cahaya hingga dadanya
penuh cahaya. ia berada dan mengada hanya lantaran cahaya. apakah kalian lihat
cerlang mata cahayanya? seperti juga yessika yang suka mandi cahaya dan tak suka
menantang bahaya, di dalam dadanya selalu bergetar perasan perasaan suka
pada sesama, sepenuh cinta.

2/
asal muasal manusia dari setetes air hina. apakah dengan begitu mereka pantas dihina? jika air hina itu menetes dari perasan cinta dan atas kehendak dan titah, apakah zarah mendebu yang melekati seluruh tubuh tak bisa disucikan dengan terang cahaya? hanya di terang cahaya manusia bisa mengaca betapa debu waktu akan mengajarkan doa dan pengharapan, cinta dan pengabdian, usaha menumbuhkan rasa sayang sepanjang malam dan siang.

3/
di dalam dada manusia terdapat jagad kecil, tempat jantung dan hati berdegup
menyebut makna cahaya. dada akan terasa hampa tanpa cahaya. dada diancam bahaya
bila di dalamnya tumbuh hutan lengkap dengan binatang buas yang saling terkam. dada akan menghitam saat cahaya melindap. sebaiknya dada apabila di dalamnya tumbuh taman bunga beraneka. terasa ada keharuman, kelembutan, dan rasa sayang
yang selalu berkembang.

bengkel puisi swadaya mandiri, 14 mei 2010

MENYISIR PANTAI, 1
kembali kuterjemahkan arah kaki menyisir pantai
memaknai kilau butir pasir yang terus berdesir
menikmati dingin riak dan cambuk ombak yang menderas
mengabadikan bayangmu di cakrawala senja

wajahmu mengambang
berenang ke tepian hatiku

o, aku tak ingin melenggang menuju pulang
sebelum mendekap cintamu!


bengkel puisi swadaya mandiri, jambi 2010

MENYISIR PANTAI, 2

ingin kuajak kaki kalian menyisir pantai landai
menghitung desir pasir, kerikil, dan bebatuan lumutan. lidah ombak
tak lelah menjilati bibir pantai. berpasang camar gemetar di tiang layar
bertahan dari hantaman badai

kapal dan perahu melaju di hati merindu, merapat di dermaga
cintamu. ada juga kerang, teripang, dan aneka bayang
menggenang dan menggunung di dada yessika. kiblat, niat dan tekad
menjadi karang, tempat burung membangun sarang. karang itu
telunjuknya lurus ke langit

di pantai, bertemu dua dunia: laut dan darat
bayang maut dan isyarat tamat. angin mengendap di darat
dan laut mendeburkan gelora denyut hidup. darat dan laut
berpagut dan kita di sini saling renggut!


bengkel puisi swadaya mandiri, usai samadi 2010

MELANGIT CINTAKU

wajah awan
gerak hujan

pukau bayang
kilau wajahmu

tembus atap langit
lengkingan jerit:

cinta terasa legit!

bengkel puisi swadaya mandiri, 13 mei 2010

SAJAK BULAN KEEMASAN
: bersama weni suryandari & trisnowati josiah

awal mula adalah perjumpaan
saat malam mengandung rembulan
maka purnamalah kerinduan

kau berbisik pelan, "ada yang mencarimu"
dan aku menyaksikan bidadari malam memijarkan senyuman
lalu sama kita jumput kata yang berkejaran di keremangan
sama kita pagut hangat rembulan

di atas terang cahaya semakin jelas kata bersitatap
seperti lambaian sayap malaikat. seusai saling jabat dan dekap
kembali kau berbisik pelan, "ada yang mencarimu"
dan aku menyaksikan senyum itu purnama di wajahmu

bengkel puisi swadaya mandiri, jambi 10 Mei 2010

MENEMU PEREMPUAN DALAM SAJAK

malam mengirim rembulan di dadaku. engkaulah kemilau
pada remang malam. senyumkan lagi degup yang hidup
di dalam hangat dekapan!

akulah adam yang selalu merindu wangimu dalam aroma sajak putih
dan engkaulah hawa yang berhembus dalam tarikan nafasku!

kutemukan dirimu tersenyum dalam purnama kata
kutemukan dirimu dalam sajak penuh isak keharuan
tak letih menterjemahkan makna kerinduan
yang maha dalam!

bengkel puisi swadaya mandiri, jambi mei 2010

USAI PERTEMUAN

apakah yang kalian lipat usai pertemuan?
ya genang kenangan saat dada kita saling merapat,
merapal dan mengamalkan doadoa

tiada yang kusebut selain hanya denyut namamu
sepanjang waktu bercumbu. tanganku
masih bergetar usai menguntai ruas jemari waktu sembari terus
menyebut harum namamu kekasih. berkali kau raba nadi
dan tak henti kaualiri rasa kasmaran ini

usai pertemuan, jalan membuka arah petualangan
dan ramburambu di tepi jalan
memberi ciuman kehangatan.

Depok, 8 Mei 2010

LILIN UNTUK RAMA

LILIN itu biarlah menyala sepanjang waktu. telah kita nyalakan lilin diri, tak lelah
leleh di beranda dada. lihatlah nyala itu, cahaya yang berCahaya di remang galengan
hingga rumput di sepanjang jalan turut menyebutmu sebagai doa

LILIN itu biarlah tetap menyala di dadamu. hingga mawar itu mengelopak di lapak
pasar loak menjajakan sandang-papan-pangan sebagai bekal perjalanan. kau tak perlu
tahta itu. kembalilah masuk ke relung pertapaan. di sana senyap akan menyergap
dan gemerlap.

LILIN itu terus nyala di kerling matamu, rama!

Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 7 Mei 2010

MATA EYANG
: erry amanda

MATA elang itu tak berkedip memandangmu. garuda itu selalu mengepakkan sayap waktu di keluasan dadamu. mata eyang selalu bening berkilau mewartakan untaian isyarat yang semestinya kalian tangkap: ayatayat

MATA eyang tak lekang oleh panas, tak bsah oleh simbah hujan. mata itu selalu saja
mengawasi gerakgerik waktu lalu mengabadikannya di dalam senyum cerah-bergairah untuk selalu bercumbu dengan aneka bayangmu: derita cinta itu

MATA eyang adalah mata garuda, elang gunung yang tak pernah murung. tak pernah
mengurung atau mau dikurung. mata yang sepenuh renung. tiap pagi, mata itu
adalah matahari. dan malam menjadi kilau-pukau rembulan. bintangbintang di langit
wingit selalu mewiridkan gurit kepada kalian: berjuta murid.

Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 7 Mei 2010

PEREMPUAN YANG MENCARI KONDE PENYAIR HAN
: diah hadaning dan hanna fransisca

PEREMPUAN itu datang dari pantai kartini: jati jepara
bersanggul melati pada rambut kembang bakung
ia suka menanam bunga gundosuli di halaman rumahnya. pohon itu tumbuh
di dekat kolam ikan. 700 puisi di hari jadinya ke-70. perempuan yang mencari itu telah tumbuh menjadi beringin putih yang sulursulurnya menjulur sebatas bahu.
dahan tangannya tumbuh daun kasih sayang dan akar tunjangnya berserabut
melindungi kolam dan ikanikan. perempuan yang mencari itu tumbuh diasuh angin gunung merapi dibasuh rindu gelinjang waktu hingga di dalam tubuhnya mengalir sunga-sungai.
perempuan yang mencari itu suka menggambar segitiga samasisi:
langit
ibu bumi
laut.

KONDE yang dicari wanita itu dikenakan Penyair Han malam ini. Konde Penyair Han tentu bukanlah hiasan atau aksesoris. Konde, seperti juga keris yang dikenakan
oleh perempuan yang mencari itu disisipkan di belakang pinggangnya, dan siap bergerak menusuk atau menikam tanpa dendam, melainkan cinta semata. Konde dan keris samasama punya aura dan kharisma.

KONDE dari daratan cina memancarkan cinta. itulah mengapa perempuan berkeris itu lalu mencari Konde Penyair Han untuk bisa duduk berdampingan di altar persembahan merayakan kemenangan.

Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 7 Mei 2010

NADA CINTA DI REMBANG PETANG
: buat eyang erry amanda yang memanen senja

masihkah mengingat genang kenangan, saat kelebat bayang senja menapak
di pantai landai? kita sama duduk diaduk pertanyaan, "inikah senyum waktu?"
kau bertanya sembari bersandar pada karang. lalu kita sama menghitung
jejak pada pasir basah. lalu kita sama membasuh kaki pada lidah ombak. lalu

kau genggam jemariku melihat waktu di bening matamu. apakah kita pernah
bertamu, bertemu lantas bercumbu? selalu saja engkau meragu. pertemuan
demi perjumpaan ternyata tidak mengguratkan tanda. "apakah kau masih mencinta?"
ya, seperti gemuruh waktu di dadaku, aku hanya menyebut namamu. lalu

angin menderas senja itu. kau duduk di muka wajah berpelangi.
harum rambutmu mengombak dan berenang di atas air yang menderas
ya, kau telah melinangkan air di sudut hatiku yang merindu. tiap waktu
kita bertemu. berkisah tentang arah perjalanan pulang
yang kian lengang!

Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 4 Mei 2010

KWATRIN: SEBELUM BERANGKAT

suraisurai kuda merah-putih hati memantas diri
sebelum matahari memanaskan api pembakaran
jemari tak letih menarinari menunjuk ke langit
yang mengabadikan cinta dan segala prahara


Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Mengawali Mei 2010

KWATRIN : MEI MENUJU DANAU NING ATI (1)

"pa, ini tanggal satu kan?" bisik ibu nurani sembari kecup pipi
pagi selalu saja berseri, bersiap mengantar bidadari menjumput bintang
mei pelan menapak dan mengajak ke danau ning ati yang berkilau airnya
sebagai matahari aku selalu memepati janji untuk datang dan lalu pergi

"kenalkah kalian pada mei?" tanyaku pada rumput di sepanjang jalan
rumput itu terus bergoyang dengan riang menyanyikan serenada dan gita kembara
"mei hanyalah kembaranku saat melawat langit di bawah rindang cemara"
rumputrumput itu tak lagi cemberut, ia menghamparkan embun di ujung daun

seusai april menggigil, kini mei yang berselendang keemasan datang melenggang
rambutnya yang kembang mayang dibiarkannya melambai serupa surai
saat selalu berlari mengejar waktu dan bersama menuju zaman baru
hei, mei berjalan sendiri ke danau ning ati menuju sunyi!

Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Awal Mei 2010

KWATRIN: MEI MENUJU DANAU NING ATI (2)

maju dua langkah kalian sampai di bibir danau cemara
duduklah. hirup udara segar. kosongkan pikiran. atur nafas.
heningkan cipta. ya, kalian telah sampai danau ning ati
keheningan yang bening mengambang di wajah yang teduh

desau cemara menghalau risaurisau
desah angin mengalirkan keinginan
gericik air mericikkan gugusan gagasan
kebeningan yang hening terasa nyaring

maju dua langkah, mei menghitung hari
mengejar matahari bersama matahati
di alir waktu bergulir: ia tersihir oleh langkah
memanjang seluas sajadah bermotif ka'bah


Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi, 2 Mei 2010

SAJAK BAGI YESSIKA

(1)
yang terbayang hanya jemarimu saat menyapa bibirku
sembari berkata: "adakah keabadian seusai kebisuan dan
kebisingan rayuan setiap saat? berapa harga sebait doa
yang melangit?" kau tak menjawab, hanya kian merapat
dan mengusap wajahku yang berdebu

(2)
kau selalu membuka jendela, hingga ruang pertemuan
menghangat saat kita saling dekap semalaman di ranjang
waktu menggelinjang. kaulah yang mengajarkan bagaimana
aku menyebut indah namamu malam itu, yessika
sungguh kita mengarungi bahtera bahagia

(3)
di jalan pasir berliku kutahu banyak tapak jejak untuk kembali
dalam dekapmu, yessika. aku mulai merasa harum tubuhmu
saat lidah ombak menyapu gambar hati terpanah di pantai
saat camar gemetar di tiang layar, kau pernah berujar:
perahu berlayar ke pangkuan!

(4)
sajak putih yang kugubah, yessika
adalah cermin yang menyumbulkan bayang cantik parasmu
saat bersolek memoles dan memulas alis mata cahaya
sajak yang tak letih menulis harum rambutmu
adalah bahasa diam, jauh dari mendendam

(5)
yessika, telah kurenggut topeng di muka pura
kini aku telanjang bugil dalam gigil mengekalkan
peradaban: ritual peribadatan!
riak dan ombak menjilat pantai sekadar untuk terburai
mengurai makna cinta!


Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 2010

Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010

TENTANG PENULIS
Dimas Arika Mihardja adalah pseudonim Sudaryono, lahir di Yogyakarta 3 Juli 1959. Tahun 1985 hijrah ke Jambi menjadi dosen di Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP Universitas Jambi. Gelar Doktor diraihnya 2002 dengan disertasi “Pasemon dalam Wacana Puisi Indonesia” (telah dibukukan oleh Kelompok Studi Penulisan, 2003). Sajak-sajaknya terangkum dalam antologi tunggal seperti Sang Guru Sejati (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1991), Malin Kundang (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1993), Upacara Gerimis (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1994), Potret Diri (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri,1997), dan Ketika Jarum Jam Leleh dan Lelah Berdetak (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri danTelanai Printing Graft, 2003). Sajak-sajaknya juga dipublikasikan oleh media massa lokal Sumatera: Jambi, Padang, Palembang, Lampung, Riau, dan Medan; media massa di Jawa: surabaya, Malang, Semarang, Jogja, Bandung, dan Jakarta. Antologi puisi bersama antara lain Riak-riak Batanghari (Teater Bohemian, 1988), Nyanyian Kafilah (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1991), Prosesi (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1992), Percik Pesona 1 & 2 (Taman Budaya Jambi, 1992, 1993), Serambi 1,2,3 (Teater Bohemian, 1991, 1992, 1993), Rendezvous (Orbit Poros Lampung (1993), Jejak, Kumpulan Puisi Penyair Sumbagsel (BKKNI-Taman Budaya Jambi, 1993), Luka Liwa (Teater Potlot Palembang, 1993), Muaro (Taman Budaya jambi 1994), Pusaran Waktu (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1994), Negeri Bayang-bayang (Festival Seni Surabaya, 1996), Mimbar Penyair Abad 21 (DKJ-TIM Jakarta, 1996), Antologi Puisi Indonesia (Angkasa Bandung, 1997), Amsal Sebuah Patung: Antologi Borobudur Award (Yayasan Gunungan Magelang, 1997), Angkatan 2000 dalam Kesusastraan Indonesia (Gramedia, 2000), Kolaborasi Nusantara (KPKPK-Gama Media, 2006), Antologi Puisi Nusantara: 142 Penyair Menuju Bulan (Kelompok Studi Sastra Banjarbaru, 2007), Tanah Pilih (Disbudpar Provinsi Jambi, 2008), Jambi di Mata Sastrawan: bungarampai Puisi (Disbudpar Provinsi Jambi, 2009). Novelnya Catatan Harian Maya dimuat secara bersambung di Harian Jambi Independent (2002). Cerpen, esai, dan kritik sastra yang ia tulis tersebar di berbagai media massa koran dan jurnal-jurnal ilmiah. . e-mail: dimasarikmihardja@yahoo.co.id. atau dimasmihardja@gmail.com,