Senin, 17 Januari 2011

Si Nenek dan Seribu Rupiah


Seribu rupiah di atas meja tergeletak begitu saja. Sejenak kupandangi dan teringat peristiwa tempo hari..

Di sekitar ruangan masih banyak sampah-sampah botol dan gelas plastik bekas minuman semalam. Panitia masih terllau sibuk dengan urursan lain dan belum sempat mengangkut sampah-sampah itu ke tempat sampah besar.
12919011162077209110

Tak berapa lama, seorang nenek datang. Memunguti botol-botol dan gelas plastik bekas itu. Seorang kawan saya bertanya dalam bahasa bugis pada si nenek dan mereka saling tanya jawab seraya kami bersama-sama ikut membantu si nenek mamsukkan gelas-gelas plastik bekas itu ke dalam karung.

Usai berbincnag, kawan saya seperti hendak menangis.

Si nenek pun berlalu..

A: “Ada apa?”

B: “Nenek tadi kuat banget yaa..”

A: “Maksudnya?”

B: “Tau nggak? Sekarung penuh gelas plastik bekas tadi.. hanya dihargai Rp.1000,- per kilogramnya”

A dan C: “Apa???!!”

B: “Terus si nenek keliling kota Makassar tiap hari hanya untuk mengumpulkan seribu rupiah. Beliau tidak mau mengemis. Itu aja dalam sehari belum tentu dapat 1 kilogram gelas plastik bekas. Masalahnya plastik cuy… tau kan plastik tuh ringan banget.. Terus mau tau lagi nggak? Si nenek itu hidup sebatang kara.. suaminya dah meninggal sejak lama dan beliau nggak punya anak, sanak sodaranya juga nggak tau dimana”

C: “Saluut sama nenek itu,.. kenapa nggak bilang dari tadi kak..biar kita bisa kasih uang ke nenek. Seribu rupiah sehari bisa buat apaan?”

A: “Ya ampun..malu lah dek.. nenek itu bukan pengemis. Bayangin ajaa… untuk seribu rupiah pun beliau rela jalan kaki keliling kota Makassar. Kamu tau kan untuk naik angkot aja pun nggak cukup.. ongkos angkot kan tiga ribu..”

-*-

Hening..

A, B, dan C lalu merogoh saku masing-masing.. Mengambil selembar uang dari balik saku, merapikannya baik-baik..

Seribu rupiah pun sangat berharga kawan..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar