Kamis, 16 Desember 2010

Sajak Malamku
oleh Abdul Azis Sukarno pada 28 Februari 2010 jam 20:58
aku berjalan dengan ketenangan malam, merayap, menengok hutan-hutan dalam impian. lalu, seperti kabut memeluk daunan, kugumuli semua bayangan yang diam dan tak diam, demi satu iringan. alangkah pekat, juga membosankannya jalan. tapi, perlahan-lahan kutingkap pula isyarat ketakutan yang menjelma batang-batang ilalang, ranting-ranting pohonan, dan sarang kelelawar. hingga tak terasa, kedalaman, kehitaman, dan kengeriannya adalah dendam yang tak lagi bisa padam. aku terus menyusur dan menyusur, antara kepayahan dan kebutaan warna, sampai pada saatnya, aku sering bertanya, “apa yang kuburu di kegelapan?”
Sampai Lelah, Sampai Lelap
oleh Abdul Azis Sukarno pada 02 Maret 2010 jam 0:42
jika aku bersujud, pada siapa aku menyembah? jika aku bersedih, pada siapa aku meneteskan air mataku? jika aku gembira, pada siapa sebenarnya aku tertawa? telah lama cawan jiwaku kosong dan membiarkan rasa hausku menjadi penderitaan. telah lama tenggorokan batinku mengering dan membiarkan rasa dahaga menyiksaku. aku cukup terbiasa. siang atau malam bagiku sama saja, sebab di antara cahaya dan kegelapan, aku tak di mana pun. seperti kepompong, aku lahir dari ulat yang meninggalkanku setelah menjadi kupu-kupu. sendirian, menempel pada sebuah pohon yang kelak memusnahkanku. aku seolah bukan bagian dari diriku. jangan beri aku cermin, karena aku telah lupa cara melihat diriku. jangan beri aku cinta, karena aku telah lama menghilangkan tempatnya. jangan beri aku keyakinan, karena sakitku akan bertambah parah olehnya. biarkan aku seperti ini, bila memang harus begini. berjalan sewajarnya, bergerak apa adanya. sampai aku lelah, sampai aku lelap. sampai aku menemukan diriku dalam mimpi yang sesungguhnya!
Orkestra Musim Basah
oleh Abdul Azis Sukarno pada 02 Maret 2010 jam 1:02
kenapa cengkrama kita mesti seperti burung, berpatukan dan terbang berawan, saling mengejar. padahal, ini musim hujan, ada baiknya engkau diam, belajar pada alam: terpejam. lalu, berkariblah bersama gumpalan kenangan. ingat, kita masih punya sisa kematian yang belum terkuburkan. kita masih punya jejak tangis yang pernah kau tinggalkan. mungkin belum saatnya aku mengekalkan impian, melukis bayangan di kanvas kegelisahan. kuakui bukan salahmu melayang mengepak khayalan, namun percintaanlah yang mengajariku bijaksana pada cuaca dan kerisauan demi kesetiaan. mari, kuajak saja kau berjalan di atas basahan-basahan tanah, memahami isyarat bunga-bunga mekar dan pucuk-pucuk pohonan pada tangkai-tangkai usia kita, selagi udara sejuk masih menawarkan kearifannya. hari ini, aku ingin memelukmu dengan patahan sayap yang mengembang tanpa iringan kesakitan. tapi, kumohon, jangan kau titipkan tubuh liarmu di dadaku, sebab aku tak pernah mampu mendekap halilintar!
IBU DI ATAS DEBU

WS RENDRA


perempuan tua yang termangu
teronggok di tanah berdebu
wajahnya bagai sepatu serdadu
ibu,ibu....
kenapa kau duduk di situ,
kenapa kamu termangu
apakah yang kamu tunggu?
jakarta menjadi lautan api
mayat menjadi arang
mayat hanyut di kali
apakah kamu tak tahu dimana kini putramu?
perempuan tua yang termangu
sendiri
sepi
mengarungi waktu
kenapa kamu duduk disitu
ibu,ibu...
dimana rumahmu,dimana rumahmu?
dimana rumah hukum
dimana rumah daulat rakyat
dimana ada gardu dada tentara
yang mau melindungi rakyat tergusur
dimana pos polosi
yang mau membela para petanidari pemerasan pejabat desa
ibu,ibu...
kamu yang duduk termangu
terapung yang bagai tempurung di samudra waktu
berapa lama sudah kamu duduk disitu
berapa hari,minggu,bulan
berapa puluh tahun kamu termangu di atas debu
apakah yang kamu harapkan
apakah yang kamu nantikan
apakah harapan pensiun buruh di desa
apakah tunjangan tentara yang hilang satu kakinya
siapa yang menculi laba dari rotan di hutan
siapa yang menjarah kekayaan lautan
ibu,ibu...
dari mana asalmu
apakah kamu dari Ambon,dari Aceh,dari Kalimantan,dari Irian
nusantara,nusantara...
untaian zamrud yang tenggelam di lumpur
pengantin yang koyak koyak dandanannya
dicemaskan tangan asing
tergolek di kebon kelapa yang kaya raya
indonesia,indonesia...
kau lihatlah ibu kita duduk disitu
teronggok di atas debu
tak jelas menatap apa
mata kosong tapi mengandung tuntutan
terbatuk batuk
suara batuk
seperti ketukan lemah di pintu
tapi mulutnya terus membisu
indonesia,indonesia...
dengarlah suara batuk itu
suara batuk ibu ibu
terbatuk batuk
suara batuk
dari sampah sejarah yang hanyut di kali


10 Muharram 1340 H
Perguruan Islam Salafiyah Kajen Pati
Sajak-sajak Dimas Arika Mihardja
Kamis, 24 Juni 2010 | 02:22 WIB
ARY AMHIR
Pantai pasir putih yang sunyi di Morotai.

Orkestra Jiwa

Sajak Pilihan Dimas Arika Mihardja

MENGABADIKAN CINTA

dari tanah kembali ke remah. begitulah risalah cinta
yang tak lelah kulidahkan siang dan malam. kugali tanah liat
di puncak bukit, serupa musa di puncak tursina kutatah dan kubentuk lekuk
misteri dalam puisi yang tak pernah jadi dan selalu sisakan nyeri:
jerit 99 namamu menjadi belati menusuk ulu hati!

dari remah kembali ke rumah cinta. begitulah kisah pengembara
melacak jejak mencinta. kuciumi setiap jejak kaki sepanjang jalan tualang
sebab setiap pergi adalah juga kembali dan setiap pulang adalah perjalanan
menuju rumah keabadian. rambu jalan dan tikungan, terminal dan pelabuhan
selalu saja bergetar saat peluit kapal memberi isyarat merapat
kusiapkan tali dan sekoci diri saat badai sore gemuruh sebelum kapal dan perahu
berlabuh. kupersiapkan janji perjumpaan untuk melunaskan impian camar

dari remah kembali ke rumah keabadian. begitulah kisah pejalan sunyi
menyisir pasir pantai, menghitung cangkang kerang, teripang, juga aneka
bayang memungut remah istana pasir usai diporandakan lidah ombak,
lalu jemari terus bergerak membangun istana yang baru. o, kekasihku,
sampan dan perahu rindu terus saja menderu sepanjang waktu
pergulatan!

bengkel puisi swadaya mandiri, 23 mei 2010

GERAI RAMBUT YESSIKA

saat rambutmu tergerai, di dada waktu tumbuh badai
menyapu butir pasir di pantai landai

ombak rambutmu menggelombang lalu bergulung
menyapu gedung dan gunung di dadaku

aku tersesat di hutan rambutmu yang hitam
menangkap kilau dan menghirup aroma bunga

saat rambutmu berkibar, aku menangkap kabar
awal dan akhir langkah: bersama kembaramu!

bengkel puisi swadaya mandiri, 23 mei 2010

JEMARI YESSIKA

jemari yessika selalu saja memetik dawai hati
nyanyikan qasidah cinta
mencabik jiwa mendamba
ngusap airmata

jemari yessika selalu saja alirkan irama bosanova
saat berjuta kuda lari di luas savana dada
debu debu waktu nempel di wajahku
dan jemari lentik itu memungutnya satu satu

jemari yessika selalu saja menanam rembulan
memanen matahari dan mengirim sampan ke sungai
sepanjang urat nadi!

bengkel puisi swadaya mandiri, 22 mei 2010

RENDEZVOUS: PADA SEBUAH PANTAI

dik, lihatkah riak dan ombak itu? itulah gemuruh
dadaku memandangmu

bang, lihatkah lidah ombak itu?
itulah harap dan cemasku pada kesetianmu

sejoli itu lalu saling pandang, membaca cuaca
mengabadikan nama di pasir yang lalu disapu ombak

bengkel puisi swadaya mandiri, 22 mei 2010

JARAK, SAAT MENJAUH

tentu saja aku meluka!
masih kuhafal harum parfum di leher jenjang saat ayat
tibatiba menyayat: aku lebih dekat dari urat lehermu

kekasihku, jangan lagi kau siksa aku
dengan berlaksa jarak
aku masih ingin berlamalama di atas ranjang gelombang
bersama mengambang di langit kamar dan menulis kaligrafi

kereta senja menjelang dan aku mengejang
mengeja bayang menghilang:
tinggalkan senyum itu!

bengkel puisi swadaya mandiri, 2010

POTRET DIRI: MEMBACA BIOGRAFI YANG TAK BERSIH

ayah mengajarkan bagaimana membaca sejarah
sebuah wajah takkan berubah lantaran limbah
percayalah pada kesejukan lembah
pada diam tugu batu
segala lagu dan ngilu membeku di situ

lihatlah, pada mataku berkibar sebuah bendera
mengabarkan gelora cinta pada keabadian
sungaisungai dan muara menjadi tanda perjalanan
dan lautan merekam perih kehidupan

sejarah takkan membelah diri menjadi bayi
bicara pada sunyi
membangun biografi di atas duriduri
abadi mendekap luka ini

bengkel puisi swadaya mandiri, 18 mei 2010

KIDUNG REMBANG PETANG

seiring lagu rindu kuketuk pintu hatimu, ibu
telah lama aku berjalan menembus kabut di matamu
mengurai mbako susur yang melingkar di bibir waktu
terasa pahit di lidah, tapi tak juga kaumuntahkan
lewat angin semilir kukirim lagu rindu menembus langit biru

kini aku melangkah menujumu, ibu
aku mengarah hanya pada puting susumu
masih kuingat betapa jari jemarimu tak letih
menyulam perih luka batinku

meski tertatih, kini jemari tanganku tak letih
meniti tasbih menguntai jiwa putih
mendekap jiwa perih. ibu, sendirian aku berjalan
memasuki gerbang istana-Nya, mengetuk piintu rindu
ibu, senjakala berwarna jingga mengurai senyummu.

bengkel puisi sawada mandiri, jambi 18 mei 2010

SAJAK PENDEK UNTUKMU

aku mau meneruskan perjalanan
menjumput Kasihmu
bagi kekasihku yang merindu
kabulkanlah: amin.

bengkel puisi swadaya mandiri, 18 mei 2010

AKU MEMANGGIL NAMAMU IBU

setiap debur rindu, aku memanggil namamu dengan gigil bahasa kalbu: ibu!
bagaimana bisa aku mengubur wajah cerah penuh gairah mencinta? ibu,
jika riak menjadi ombak dan ombak menggelombangkan rasa sayang
kupanggil sepenuh gigil hanya namamu. saat sampan dan perahu melaju
di tengah cuaca tak menentu engkaulah bandar, tempat nyaman bagi sampan
bersandar sebab di matamu ada mercusuar berbinar

jalan terjal berliku adalah lekuk tubuh ibu yang mengajarkan kesabaran
rindang pohon di sepanjang tualang mengingatkan hangat dekap di dadamu
deru lalulintas jalanan, ramburambu, dan simpang lampu adalah nasihat
yang selalu mengobarkan semangat berjihad

aku memanggil namamu ibu
sebab waktu tak lelah mengasuh dan membasuh peluh
aku memanggul namamu ibu
sebab segala lagu mengombak di bibirmu
aku selalu memanggil dan memanggul namamu:
ibu!

bengkel puisi swadaya mandiri, jambi 17 mei 2010

KISAH KASIH

selalu kukisahkan padamu pelita yang tak pernah padam
sebab cahayanya selalu nyala di dalam dada. saat tangan
saling genggam kita menghitung ruas jemari dengan nafas
kasih dan kisah keabadian. kita bertegursapa di ruang lengang
mengurai misteri cinta lalu sama melinangkan airmata
keharuan selunas kerinduan

akulah Adam yang menggenggam buah kuldi, menimbang
keraguan demi sebuah pertanyaan, "kenapa buah ini dilarang?"
Hawa pun lalu merasa hampa penuh damba "kanda, santaplah!"
maka petaka pertama terasa mendera lantaran mencinta. sorga
tak ada lagi sebab mereka telah tercampak di bumi mendekap nyeri
harihari yang panas dan ranggas: tersesat di hutan penuh binatang buas

"Hawa, aku di sini!" teriak Adam di rerimbun semak sajak, "di manakah
engkau kekasihku?" di suatu tumpak bergurun pasir mahaluas Hawa pun
menjelma burung, hatinya suwung disaput mendung. sayapsayapnya
yang patah mengibaskan Siksa dan Dera. Adam dan Hawa tersesat
di rimba gelap, di tengah belantara yang Senyap. mereka lalu
membangun unggun dari serpihan resah, rerating duka, dan puing
dosa. mereka menatap kelebat doa berharap ampunan-Nya.

benegkel puisi swadaya mandiri, jambi 2010

AN NUR OO:50

ana nur, ada cahaya, menyala di dalam dada
terasa sayat ayatayat saat risau dan galau menjadi pisau
o, tikamkan lagi dan lagi kilau pandangmu di surau hatiku
biar aku meregang dan menegang dipanggang api cintamu

kau dan aku bercumbu di atas lembaran permadani bermoitif lampu gantung
serasa aku terbang melayang di cerlang cahayamu
menarikan jemari melati putih
o, putikkan lagi kelopak bunga hatiku

usai sudah pertemuan demi pergumulan di atas ranjang malam
dalam gelap melindap cahayamu merayap. hangat
mengusap debudebu di hati merindu: hanya cahaya
semata cahaya!

bengkel puisi swadaya mandiri, jambi 16 mei 2010


SERENADA RUMAH CINTA

telah kubangun sebuah rumah di dalam dada : tersusun
dari batubatu rindu, desir pasir waktu, semen kesetiaan
pada ruang tamu kupajang kaligrafi, rumah Allah, dan kubah
mesjid. di beranda depan saling berhadapan kursi buat kencan
dan di sebuah ruang lengang tergelar sajadah dan untaian 99
permata namamu

atap rumah, iman, menebarkan rasa nyaman dan melindungi
cuaca buruk, salah musim, dan kemarau panjang. dinding rumah itu
terbuat dari anyaman sajak yang penuh isak keharuan. daun
pintu dan jendela selalu nganga terbuka membagi kesejukan
sepanjang musim bercinta

di kebun belakang kutanam pohonpohon jatidiri yang tumbuh
di antara ilalang yang tak lelah bergoyang menyebut 99 nama
di taman depan kutanam beraneka bunga yang beraroma, tempat rama-rama
dan kupu bercumbu sepanjang waktu


bengkel puisi swadaya mandiri, jambi 15 mei 2010

KISAH PADA JENDELA BASAH

saat kaubuka jendela dadamu, ada yang termangu memandang laut rindu
mengombak dalam kecipak riak. perahu perahan rindu bersilancar
di kedalaman debar saat seraut wajah tak juga singgah di malam
penuh penantian. ia masih termangu memandang kumandang
desah kerinduan yang rindang: ingin berdekapan

saat kumasuki jendela dadamu yang nganga terbuka, kurasakan
gigil cintamu memanggil dan menyebut hanya namaku. ya, aku
akan datang setiap bibir hatimu berdzikir sepenuh gigil. aku akan menginap
di kedalaman hatimu saat mengingatku, tapi aku segera bergegas lepas
saat kau mulai melupa katakata doa

kaca jendelamu biarkan terbuka. biarkan kacakaca itu memantulkan
seraut wajahnya, juga seulas senyum yang kaurindu. ia telah masuk
dan merasuk di kenyal hatimu saat jendela dadamu basah terbasuh
linangan airmata cinta semata.

bengkel puisi swadaya mandiri, jambi, 15 mei 2010

MAKRIFAT JUMAT

1/
ana nur, ada cahaya yang melumuri seluruh tubuh menjadi aura cinta. ana nur
bermakna ada bersama cahaya, adanya bermula dari cahaya hingga dadanya
penuh cahaya. ia berada dan mengada hanya lantaran cahaya. apakah kalian lihat
cerlang mata cahayanya? seperti juga yessika yang suka mandi cahaya dan tak suka
menantang bahaya, di dalam dadanya selalu bergetar perasan perasaan suka
pada sesama, sepenuh cinta.

2/
asal muasal manusia dari setetes air hina. apakah dengan begitu mereka pantas dihina? jika air hina itu menetes dari perasan cinta dan atas kehendak dan titah, apakah zarah mendebu yang melekati seluruh tubuh tak bisa disucikan dengan terang cahaya? hanya di terang cahaya manusia bisa mengaca betapa debu waktu akan mengajarkan doa dan pengharapan, cinta dan pengabdian, usaha menumbuhkan rasa sayang sepanjang malam dan siang.

3/
di dalam dada manusia terdapat jagad kecil, tempat jantung dan hati berdegup
menyebut makna cahaya. dada akan terasa hampa tanpa cahaya. dada diancam bahaya
bila di dalamnya tumbuh hutan lengkap dengan binatang buas yang saling terkam. dada akan menghitam saat cahaya melindap. sebaiknya dada apabila di dalamnya tumbuh taman bunga beraneka. terasa ada keharuman, kelembutan, dan rasa sayang
yang selalu berkembang.

bengkel puisi swadaya mandiri, 14 mei 2010

MENYISIR PANTAI, 1
kembali kuterjemahkan arah kaki menyisir pantai
memaknai kilau butir pasir yang terus berdesir
menikmati dingin riak dan cambuk ombak yang menderas
mengabadikan bayangmu di cakrawala senja

wajahmu mengambang
berenang ke tepian hatiku

o, aku tak ingin melenggang menuju pulang
sebelum mendekap cintamu!


bengkel puisi swadaya mandiri, jambi 2010

MENYISIR PANTAI, 2

ingin kuajak kaki kalian menyisir pantai landai
menghitung desir pasir, kerikil, dan bebatuan lumutan. lidah ombak
tak lelah menjilati bibir pantai. berpasang camar gemetar di tiang layar
bertahan dari hantaman badai

kapal dan perahu melaju di hati merindu, merapat di dermaga
cintamu. ada juga kerang, teripang, dan aneka bayang
menggenang dan menggunung di dada yessika. kiblat, niat dan tekad
menjadi karang, tempat burung membangun sarang. karang itu
telunjuknya lurus ke langit

di pantai, bertemu dua dunia: laut dan darat
bayang maut dan isyarat tamat. angin mengendap di darat
dan laut mendeburkan gelora denyut hidup. darat dan laut
berpagut dan kita di sini saling renggut!


bengkel puisi swadaya mandiri, usai samadi 2010

MELANGIT CINTAKU

wajah awan
gerak hujan

pukau bayang
kilau wajahmu

tembus atap langit
lengkingan jerit:

cinta terasa legit!

bengkel puisi swadaya mandiri, 13 mei 2010

SAJAK BULAN KEEMASAN
: bersama weni suryandari & trisnowati josiah

awal mula adalah perjumpaan
saat malam mengandung rembulan
maka purnamalah kerinduan

kau berbisik pelan, "ada yang mencarimu"
dan aku menyaksikan bidadari malam memijarkan senyuman
lalu sama kita jumput kata yang berkejaran di keremangan
sama kita pagut hangat rembulan

di atas terang cahaya semakin jelas kata bersitatap
seperti lambaian sayap malaikat. seusai saling jabat dan dekap
kembali kau berbisik pelan, "ada yang mencarimu"
dan aku menyaksikan senyum itu purnama di wajahmu

bengkel puisi swadaya mandiri, jambi 10 Mei 2010

MENEMU PEREMPUAN DALAM SAJAK

malam mengirim rembulan di dadaku. engkaulah kemilau
pada remang malam. senyumkan lagi degup yang hidup
di dalam hangat dekapan!

akulah adam yang selalu merindu wangimu dalam aroma sajak putih
dan engkaulah hawa yang berhembus dalam tarikan nafasku!

kutemukan dirimu tersenyum dalam purnama kata
kutemukan dirimu dalam sajak penuh isak keharuan
tak letih menterjemahkan makna kerinduan
yang maha dalam!

bengkel puisi swadaya mandiri, jambi mei 2010

USAI PERTEMUAN

apakah yang kalian lipat usai pertemuan?
ya genang kenangan saat dada kita saling merapat,
merapal dan mengamalkan doadoa

tiada yang kusebut selain hanya denyut namamu
sepanjang waktu bercumbu. tanganku
masih bergetar usai menguntai ruas jemari waktu sembari terus
menyebut harum namamu kekasih. berkali kau raba nadi
dan tak henti kaualiri rasa kasmaran ini

usai pertemuan, jalan membuka arah petualangan
dan ramburambu di tepi jalan
memberi ciuman kehangatan.

Depok, 8 Mei 2010

LILIN UNTUK RAMA

LILIN itu biarlah menyala sepanjang waktu. telah kita nyalakan lilin diri, tak lelah
leleh di beranda dada. lihatlah nyala itu, cahaya yang berCahaya di remang galengan
hingga rumput di sepanjang jalan turut menyebutmu sebagai doa

LILIN itu biarlah tetap menyala di dadamu. hingga mawar itu mengelopak di lapak
pasar loak menjajakan sandang-papan-pangan sebagai bekal perjalanan. kau tak perlu
tahta itu. kembalilah masuk ke relung pertapaan. di sana senyap akan menyergap
dan gemerlap.

LILIN itu terus nyala di kerling matamu, rama!

Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 7 Mei 2010

MATA EYANG
: erry amanda

MATA elang itu tak berkedip memandangmu. garuda itu selalu mengepakkan sayap waktu di keluasan dadamu. mata eyang selalu bening berkilau mewartakan untaian isyarat yang semestinya kalian tangkap: ayatayat

MATA eyang tak lekang oleh panas, tak bsah oleh simbah hujan. mata itu selalu saja
mengawasi gerakgerik waktu lalu mengabadikannya di dalam senyum cerah-bergairah untuk selalu bercumbu dengan aneka bayangmu: derita cinta itu

MATA eyang adalah mata garuda, elang gunung yang tak pernah murung. tak pernah
mengurung atau mau dikurung. mata yang sepenuh renung. tiap pagi, mata itu
adalah matahari. dan malam menjadi kilau-pukau rembulan. bintangbintang di langit
wingit selalu mewiridkan gurit kepada kalian: berjuta murid.

Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 7 Mei 2010

PEREMPUAN YANG MENCARI KONDE PENYAIR HAN
: diah hadaning dan hanna fransisca

PEREMPUAN itu datang dari pantai kartini: jati jepara
bersanggul melati pada rambut kembang bakung
ia suka menanam bunga gundosuli di halaman rumahnya. pohon itu tumbuh
di dekat kolam ikan. 700 puisi di hari jadinya ke-70. perempuan yang mencari itu telah tumbuh menjadi beringin putih yang sulursulurnya menjulur sebatas bahu.
dahan tangannya tumbuh daun kasih sayang dan akar tunjangnya berserabut
melindungi kolam dan ikanikan. perempuan yang mencari itu tumbuh diasuh angin gunung merapi dibasuh rindu gelinjang waktu hingga di dalam tubuhnya mengalir sunga-sungai.
perempuan yang mencari itu suka menggambar segitiga samasisi:
langit
ibu bumi
laut.

KONDE yang dicari wanita itu dikenakan Penyair Han malam ini. Konde Penyair Han tentu bukanlah hiasan atau aksesoris. Konde, seperti juga keris yang dikenakan
oleh perempuan yang mencari itu disisipkan di belakang pinggangnya, dan siap bergerak menusuk atau menikam tanpa dendam, melainkan cinta semata. Konde dan keris samasama punya aura dan kharisma.

KONDE dari daratan cina memancarkan cinta. itulah mengapa perempuan berkeris itu lalu mencari Konde Penyair Han untuk bisa duduk berdampingan di altar persembahan merayakan kemenangan.

Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 7 Mei 2010

NADA CINTA DI REMBANG PETANG
: buat eyang erry amanda yang memanen senja

masihkah mengingat genang kenangan, saat kelebat bayang senja menapak
di pantai landai? kita sama duduk diaduk pertanyaan, "inikah senyum waktu?"
kau bertanya sembari bersandar pada karang. lalu kita sama menghitung
jejak pada pasir basah. lalu kita sama membasuh kaki pada lidah ombak. lalu

kau genggam jemariku melihat waktu di bening matamu. apakah kita pernah
bertamu, bertemu lantas bercumbu? selalu saja engkau meragu. pertemuan
demi perjumpaan ternyata tidak mengguratkan tanda. "apakah kau masih mencinta?"
ya, seperti gemuruh waktu di dadaku, aku hanya menyebut namamu. lalu

angin menderas senja itu. kau duduk di muka wajah berpelangi.
harum rambutmu mengombak dan berenang di atas air yang menderas
ya, kau telah melinangkan air di sudut hatiku yang merindu. tiap waktu
kita bertemu. berkisah tentang arah perjalanan pulang
yang kian lengang!

Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 4 Mei 2010

KWATRIN: SEBELUM BERANGKAT

suraisurai kuda merah-putih hati memantas diri
sebelum matahari memanaskan api pembakaran
jemari tak letih menarinari menunjuk ke langit
yang mengabadikan cinta dan segala prahara


Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Mengawali Mei 2010

KWATRIN : MEI MENUJU DANAU NING ATI (1)

"pa, ini tanggal satu kan?" bisik ibu nurani sembari kecup pipi
pagi selalu saja berseri, bersiap mengantar bidadari menjumput bintang
mei pelan menapak dan mengajak ke danau ning ati yang berkilau airnya
sebagai matahari aku selalu memepati janji untuk datang dan lalu pergi

"kenalkah kalian pada mei?" tanyaku pada rumput di sepanjang jalan
rumput itu terus bergoyang dengan riang menyanyikan serenada dan gita kembara
"mei hanyalah kembaranku saat melawat langit di bawah rindang cemara"
rumputrumput itu tak lagi cemberut, ia menghamparkan embun di ujung daun

seusai april menggigil, kini mei yang berselendang keemasan datang melenggang
rambutnya yang kembang mayang dibiarkannya melambai serupa surai
saat selalu berlari mengejar waktu dan bersama menuju zaman baru
hei, mei berjalan sendiri ke danau ning ati menuju sunyi!

Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Awal Mei 2010

KWATRIN: MEI MENUJU DANAU NING ATI (2)

maju dua langkah kalian sampai di bibir danau cemara
duduklah. hirup udara segar. kosongkan pikiran. atur nafas.
heningkan cipta. ya, kalian telah sampai danau ning ati
keheningan yang bening mengambang di wajah yang teduh

desau cemara menghalau risaurisau
desah angin mengalirkan keinginan
gericik air mericikkan gugusan gagasan
kebeningan yang hening terasa nyaring

maju dua langkah, mei menghitung hari
mengejar matahari bersama matahati
di alir waktu bergulir: ia tersihir oleh langkah
memanjang seluas sajadah bermotif ka'bah


Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi, 2 Mei 2010

SAJAK BAGI YESSIKA

(1)
yang terbayang hanya jemarimu saat menyapa bibirku
sembari berkata: "adakah keabadian seusai kebisuan dan
kebisingan rayuan setiap saat? berapa harga sebait doa
yang melangit?" kau tak menjawab, hanya kian merapat
dan mengusap wajahku yang berdebu

(2)
kau selalu membuka jendela, hingga ruang pertemuan
menghangat saat kita saling dekap semalaman di ranjang
waktu menggelinjang. kaulah yang mengajarkan bagaimana
aku menyebut indah namamu malam itu, yessika
sungguh kita mengarungi bahtera bahagia

(3)
di jalan pasir berliku kutahu banyak tapak jejak untuk kembali
dalam dekapmu, yessika. aku mulai merasa harum tubuhmu
saat lidah ombak menyapu gambar hati terpanah di pantai
saat camar gemetar di tiang layar, kau pernah berujar:
perahu berlayar ke pangkuan!

(4)
sajak putih yang kugubah, yessika
adalah cermin yang menyumbulkan bayang cantik parasmu
saat bersolek memoles dan memulas alis mata cahaya
sajak yang tak letih menulis harum rambutmu
adalah bahasa diam, jauh dari mendendam

(5)
yessika, telah kurenggut topeng di muka pura
kini aku telanjang bugil dalam gigil mengekalkan
peradaban: ritual peribadatan!
riak dan ombak menjilat pantai sekadar untuk terburai
mengurai makna cinta!


Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 2010

Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010

TENTANG PENULIS
Dimas Arika Mihardja adalah pseudonim Sudaryono, lahir di Yogyakarta 3 Juli 1959. Tahun 1985 hijrah ke Jambi menjadi dosen di Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP Universitas Jambi. Gelar Doktor diraihnya 2002 dengan disertasi “Pasemon dalam Wacana Puisi Indonesia” (telah dibukukan oleh Kelompok Studi Penulisan, 2003). Sajak-sajaknya terangkum dalam antologi tunggal seperti Sang Guru Sejati (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1991), Malin Kundang (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1993), Upacara Gerimis (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1994), Potret Diri (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri,1997), dan Ketika Jarum Jam Leleh dan Lelah Berdetak (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri danTelanai Printing Graft, 2003). Sajak-sajaknya juga dipublikasikan oleh media massa lokal Sumatera: Jambi, Padang, Palembang, Lampung, Riau, dan Medan; media massa di Jawa: surabaya, Malang, Semarang, Jogja, Bandung, dan Jakarta. Antologi puisi bersama antara lain Riak-riak Batanghari (Teater Bohemian, 1988), Nyanyian Kafilah (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1991), Prosesi (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1992), Percik Pesona 1 & 2 (Taman Budaya Jambi, 1992, 1993), Serambi 1,2,3 (Teater Bohemian, 1991, 1992, 1993), Rendezvous (Orbit Poros Lampung (1993), Jejak, Kumpulan Puisi Penyair Sumbagsel (BKKNI-Taman Budaya Jambi, 1993), Luka Liwa (Teater Potlot Palembang, 1993), Muaro (Taman Budaya jambi 1994), Pusaran Waktu (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1994), Negeri Bayang-bayang (Festival Seni Surabaya, 1996), Mimbar Penyair Abad 21 (DKJ-TIM Jakarta, 1996), Antologi Puisi Indonesia (Angkasa Bandung, 1997), Amsal Sebuah Patung: Antologi Borobudur Award (Yayasan Gunungan Magelang, 1997), Angkatan 2000 dalam Kesusastraan Indonesia (Gramedia, 2000), Kolaborasi Nusantara (KPKPK-Gama Media, 2006), Antologi Puisi Nusantara: 142 Penyair Menuju Bulan (Kelompok Studi Sastra Banjarbaru, 2007), Tanah Pilih (Disbudpar Provinsi Jambi, 2008), Jambi di Mata Sastrawan: bungarampai Puisi (Disbudpar Provinsi Jambi, 2009). Novelnya Catatan Harian Maya dimuat secara bersambung di Harian Jambi Independent (2002). Cerpen, esai, dan kritik sastra yang ia tulis tersebar di berbagai media massa koran dan jurnal-jurnal ilmiah. . e-mail: dimasarikmihardja@yahoo.co.id. atau dimasmihardja@gmail.com,
DESAH DI RANJANG GELOMBANG
oleh Dimas Arika Mihardja pada 11 Juli 2010 jam 10:12
DESAH DI RANJANG GELOMBANG


/1/

(begitu layar kehidupan dibentangkan, muncul dua bayangan saling berpegangan tangan dalam format silhuet yang menonjolkan aspek artistik. ada pendar cahaya yang menyorot teks puisi dan seiring dengan itu terdengar narasi dengan vokalisasi yang sempurna)


adam dan hawa duduk berhadapan di pawah pohon kehidupan. adam terpukau oleh buah kehidupan yang bergelantungan di depannya. di reranting pohon itu seekor ular melingkar membentuk cincin, lidahnya menjulur dan siap mematuk mangsa. ular itu mendekati adam.

"sssst, adam. hai, adam. buah yang bergelantungan itu sedari tadi mengejekmu," desis ular sembari memainkan lidahnya yang basah. "tahukah engkau wahai adam, kenapa Tuhan menamakan buah yang segar dan nyaman itu sebagai buah terlarang? tahukah, kenapa Tuhan melarang memetik dan memakannya?"

(adam diam. hatinya sedikit terusik oleh bisik ular itu. hati adam berisik penuh tanya. adam tetap diam. matanya terus memandangi hawa yang sedang mengagumi rerimbun bunga)

"ssst, adam. kenapa kau diam?" bisik syetan, "buah itu sungguh nyaman. jika kau memakannya, tentu engkau akan bisa menikmati keabadian. ssst, adam, petiklah buah itu dan buktikan bahwa keabadian, seperti telah dikaruniakan padaku sebagai syetan, sungguh menikmatkan. petik dan makanlah, kita akan menikmati keabadian"

adam diam, tapi hatinya mulai bergerak. gerak hati itu lalu menuntun jemari tangannya merengkuh buah terlarang itu. hawa menjerit dan mendesah dan adam benarbenar menikmati duka yang abadi, sebab setelah memakan buah itu ia bersama hawa terpisah dan dicampakkan ke bumi yang panas dan keras. di sebuah padang pasir yang panas dan ganas, adam mandi keringat. sempoyongan ia berjalan. jatuh. mengeluh. berusaha bangkit. menahan rasa sakit. abadilah penderitaan mereka.

/2/

(kamera difokuskan pada sebuah ruang tahanan. ada sosok lelaki yang dikurung lantaran perbuatannya suka memakan buah terlarang. buah terlarang, yang sering menggantung itu telah membuat lelaki itu didakwa dan ditahan di ruang yang terlarang dikunjungi)

lelaki di ruang tahanan itu secara riel telah mengulang sejarah. sebuah kisah-kasih yang berawal dari buah terlarang. di dalam ruang tahanan lelaki itu meringis kesakitan. ia tak lagi bisa bernyanyi. ia tak lagi bisa leluasa pergi ke pesta. semua temannya membuang muka. tetapi anehnya, banyak pula ular datang mendesis di luar jeruji tahanan. sesaat lelaki itu menampakkan diri di muka jendela hanya untuk menyapa dan melambaikan tangan pada ular yang mendesis di dekat pagar.

sementara itu, hawa, meneteskan airmatanya dan berulangkali meminta maaf. anehnya, hawa meminta maaf kepada penguasa, tentara, dan ummat manusia. ia tidak meminta maaf kepada ulama atau kepada tuhannya.

(kamera yang menyrot air mata hawa perlahan meredup hingga gelap mengakhiri kisah-kasih abadi mendekap abad berlari)

+++

Catatan teks bergerak pada layar monitor:
jika kalian merasa bersalah bersegeralah minta ampun dengan cara bersujud dan larut menyebut debu di haribaan Allah lalu cucilah kedua kaki ibu sebab surga ada di telapak kakinya, berobat dan bertobat tidak mengulangi tingkah laku sesat.


bengkel puisi swadaya mandiri
jambi 10 juli 2010
HIDANGAN IDUL FITRI
oleh Dimas Arika Mihardja pada 10 September 2010 jam 4:56

HIDANGAN IDUL FITRI

: buat muslimin & muslimat



rendang dihidang di atas meja ikhlas

meriwayatkan sayatansayatan daging raga

dimasak sebulan penuh dengan santan kepala semakin tua

direbus dalam panas cobaan dan godaan keduniawian

berbaur uap gas yang bocor mengaromakan bau peluh dan keluh



hati dicincang tersaji di antara debar jantung

yang memompa nafas iman

menguapkan rasa pedasnya harga cabe

meneteskan airmata dhuafa



ketupat dibalut janur muda usia

dianyam dengan jemari cinta

pasrah menyerahkan diri dibelah

membagi gumpalan beras yang tanak



hei, ada juga kue dan aneka roti!

kue lapis pelangi berhias senyum bidadari

kue putri salju yang diolah oleh tangan keceriaan

roti mari, penyembuh luka diri tersusun rapi

bergelas air putih menyuguhkan jiwa bersih!





bengkel puisi swadaya mandiri, 1431
IKLAN LAYANAN MASYARAKAT
oleh Dimas Arika Mihardja pada 13 September 2010 jam 18:01

IKLAN LAYANAN MASYARAKAT



bengkel puisi swadaya mandiri yang berdomisili di jambi

menerima reparasi puisi, jasa konsultasi, negosiasi

koordinasi, kreasi baru, modifikasi dan aneka asesori

saat masyarakat gencar khitanan massal

kami siap menulis penyunatan gaji, penggelapan pajak

manipulasi-korupsi-kolusi sebagai matarantai yang harus diputus



kami siap melayani dan memfasilitasi puisi demo

unjuk rasa dan unjuk kinerja di jalan-jalan

sepanjang peradaban

kami siap mengerjakan pelaminan yang berhiaskan puisi doa

lengkap dengan upacara kenduri dan hidangan siap saji

maaf, kami menolak pesanan puisi perceraian, perselingkuhan

dan rayuan untuk memperoleh jabatan, kursi empuk, jalan pintas

meraih popularitas. kami siap bekerja ekstra keras demi puisi.

silakan singgah di etalase kami



di etalase kaca tersedia aneka puisi warnawarni

di beranda dada masih tersimpan rapi material spiritualitas

jika ternyata ada upacara penguburan massal

pengebirian harga diri, penindasan nurani, dan pelecehan seksual

silakan kontak 250-375-4100 bebas pulsa





salam 123 sayang semuanya

direktur eksekutif,



dimas arika mihardja
MENDULANG EMAS
oleh Dimas Arika Mihardja pada 16 September 2010 jam 11:16

MENDULANG EMAS



/1/

sepanjang aliran batang bungo hingga batanghari

kudulang butiran emas dari rasa cemas yang kandas

telah kuayak butiran puisi sembari bernyanyi:

sudah bebas negeri imaji!



/2/

kurangkai kalung buatmu, kekasih

kupajang pada jenjang leher angsa putih

suara burung pedasih:

nyanyian lirih!



/3/

kubentuk liontin berbentuk daun waru

senyum wktu mengambang di bibirmu

rasa rindu rindang di kebun belakang:

kita saling pandang di bawah purnama!



/4/

kulepas kepergian puisi

saksi perjalanan sunyi:

menapak jalan sufi!



/5/

pada etalase berdinding kaca

kupajang 'kalung buat teman' *)

acep syahril menggigil mindah nasib sendiri:

indonesia terus berlari!



/6/

telah kubaca arsitektur hujan

konser kecemasan hutan

seperti pariksit di atas menara, penjara

lalu lahirlah upacara gerimis



/7/

duka-Mu abadi dalam simphoni

hujan bulan juni

abad yang berlari:

tinggalkan luka puisi!



/8/

mimbar penyair abad 21

mengundang langkah kaki

mendulang makna silaturahmi:

puisi bernyanyi sendiri!



/9/

ketika jarum jam leleh

dan lelah berdetak

bengkel puisi terus bernyanyi:

pusaran waktu menggurat jejak sajak!



/10/

sajak emas: 200 puisi sexy

melenggok sendiri

mendulang mimpimimpi!





catatan hati:

dalam puisi ini banyak jejak yang terus menapak:

afrizal malna, micky hidayat dkk, acep syahril

goenawan mohamad, sapardi djoko damono, subagio sastrowardoyo



bengkel puisi swadaya mandiri, september 2010
SAJAK EMAS DI JEMARI EMAS
oleh Dimas Arika Mihardja pada 11 Oktober 2010 jam 20:48

SAJAK EMAS DI JEMARI EMAS

: mengintimi rini intama



di ruang jingga senja jatuh

saat istirah katakata tetirah

di secangkir kopi ada nyanyian sang ombak

seperti sajak rindu petikan dawaimu



seperti apa surga itu adinda?

sang lelaki itu pun berenang di lautan kenang

sementara aku dan kataku kembali jatuh

di kedalaman senyuman



lihatlah kakanda, sajak emas ada di kedua tangan

tak ingin kulepas saat gemas

tak ingin kuremas usai keramas

tak ingin kutaruh saat segalanya luruh

kanda, senja kembali jatuh di beranda

mengurai ruang jingga!





bengkel puisi swadaya mandiri, 2010

catatan hati: pada sajak ini bertaburan dan bertebaran aroma puisi rini intama di ruang jingga
SEPULUH GURINDAM DAM
oleh Dimas Arika Mihardja pada 13 Oktober 2010 jam 21:27

SEPULUH GURINDAM DAM



Gurindam adalah sajak dua seuntai yang berasal dari Tamil (India). Raja Ali Haji memperkekalkannya dengan Gurindam 12 yang tak lekang oleh panas, abadi mengekalkan makna arah perjalanan insan menuju ke kemuliaan. Kita bisa arif melalui gurindam. Kita bisa mengusir dendam dengan gurindam. Kita bisa mengabadikan cinta kasih dengan gurindam.



/1/

Setiap sawah memerlukan pengairan,

Dam mengalirkan dan membagikan air kehidupan.



/2/

Jika petani menanak nasi di dapur sendiri,

Garis nasib tak mungkin diingkari.



/3/

Air sungai menderas ngalir menuju lautan,

Arah dan haluan hidup telah berketetapan.



/4/

Rembulan dan bintang menghias wajah malam,

Pertanda cinta kasih berkilauan di ruang paling dalam.



/5/

Setiap rumah terdapat ruang lapang yang lengang,

Pertanda di dalamnya ada kelebat bayang Tuhan.



/6/

Kayu jati menyangga tiang rumah bertangga,

Hidup sejati idaman insan di dunia fana.



/7/

Setiap petang burung terbang ke sarang,

Mengerami telur dan menetaskan harapan.



/8/

Di atas langit Indonesia penuh cuaca pancaroba,

Di bawah lautan arus saling berdesakan.



/9/

Jika ada sumur di ladang itu keberuntungan,

Sebab di darat telah bertumbuh plaza dan toserba.



/10/

Jika selokan mampet dam mengalirkannya,

Itulah fungsi dan peran yang harus dijalankan.





Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 2010
HARI PERSAHABATAN SE-DUNIA
oleh Dimas Arika Mihardja pada 26 Oktober 2010 jam 9:26

HARI PERSAHABATAN SE-DUNIA





ini hari istimewa

sahabat saling berjabat

dalam dekap hangat



sahabatku, tegur aku jika mulai sombong

tegur aku jika mulai pongah

tegur aku jika mulai lengah

tegur aku jika mulai salah



sapa aku jika mulai tak berkata

sapa aku jika merasa jauh

sapa aku jika merasa rusuh

kusapa engkau wahai sedegap cinta

kusapa sepimu wahai dengan simphoni hati

kusapa engkau wahai pujaan hati

kusapa engkau wahai kekasih abadi



kita usap penuh harap segala dosa

kita usap hangat air mata derita

kita sapu segala sesak di dada

salam 123, sayang semuanya



26 Oktober 2010
ANJUNG CAHAYA
oleh Dimas Arika Mihardja pada 03 November 2010 jam 20:20

ANJUNG CAHAYA



senja berlabuh saat pendar cahaya matamu berkilau

angin menderas mengeja kibaran jilbab

dan aku menulis gurindam anjung cahaya:



deknong, jika huruf hidup dan huruf mati bertaut

terbaca 99 nama harum bunga



diha, jika japamantra purba telah kaucecap

kuucap cahaya langit yang wingit di atas gondosuli



dimas, jika benar binar mata penamu

asah dan asuhlah dahaga mencinta



suryatati, jika memang benar binar anjung cahaya

tersenyumlah lagi seperti puisi dini hari



teja alhabd sang kejora, jika memang benar kabar samar itu

samarkan saja segala yang di balik gejala



tarmizi, jika benar rumah hitam itu merinduku

kelak ada sajak yang berbisik tentang rumah cinta



isbedy stiawan, jika benar ini marwah melayu

jangan biarkan semuanya menjadi layu



abdul kadir ibrahim, jika benar laut itu tawar

tawarkan lagi rasa terdalam di dada mencinta



tan lioe ie, jika benar hidup itu serupa musik

nyanyikan lagi puisi dengan harmoni paling sunyi



dino umahuk, jika benar laut membuat mabuk

siapkan sebuah kesadaran untuk berbagi pencerahan



sofyan daud, jika benar ada jejak arus

mari bersama mengenal berbagai arus



nanang suryadi, jika benar ini sebatas ruang maya

jangan jadikan puisi mayat peradaban



budi darma, jika benar olenka tak oleng di arus

lahirkan lagi rafilus dan orang-orang bloomington



sapardi djoko damono, jika benar tujuh rekomendasi tsi

muarakan lagi suara melayu dalam lagu penuh haru



arif bagus prasetya, jika benar kritik telah mati

jangan biarkan engkau mati oleh peserta diskusi



binhad nurrohmad, jika kuda ranjang naik panggung

aku melihat surai rambut tergerai menutup dahi



afrizal malna, jika abad berlari tinggalkan kita sendiri

kukira nyeri akan terus menyileti dan tak bisa dibagi



saut situmorang, jika laut mengombak dan menggelegak

kukira rambutmu akan semakin lebat tergerai badai



raudal tanjung banua, jika padang perburuan ditinggalkan

jogja akan menyimpan magma merapi di dadamu









bengkel puisi swadaya mandiri, 2010
ZIARAH
oleh Dimas Arika Mihardja pada 05 November 2010 jam 19:07

ZIARAH

: makam raja gurindam





mengenakan peci raja ali haji

kuziarahi makam gurindam dua belas

matahari meenyengat di pulau penyengat

sampan dan perahu dimakan ngengat dan rayap



saat hujan turun di mata doa

pejalan sunyi itu pun merayap di antara rimbun mangrove

senyap terasa menyergap saat bibir terkulum zikir

air mengalir dari hulu ke muara makna



angin mengendap. kembali senyap.

kudekap pusara itu di antara pusaran waktu

lalu kuusap lumut di wajah semesta bersama sasmita dan tanda

kudengar bisik di antara kerisik angin:



dam, gurindamkan perahu perahan rindu

layarkan ke anjung cahaya



di atas panggung yang diguncang angin

gelorakan dada mencinta



dam sarangkan dendam anak adam

sedalam iman ke palung paling dalam



dam gurindamkan lagu lugu alam

sebab alam terkembang jadi guru!



dam selamat berjuang memenangkan hati

menenangkan setiap samadi dalam misteri







pulau penyengat tj pinang, 2010
DOA 10 MUHARRAM 1432 H
oleh Dimas Arika Mihardja pada 15 Desember 2010 jam 20:42

DOA 10 MUHARRAM 1432 H



10 Muharram 1423 Hijriah Kuharamkan segala bentuk perjudian

dan kemaksiatan. Kuharapkan kehidupan lebih mapan, aman

dan sejahtera. Kuturunkan ayat, melayang di udara Cinta

tangkaplah dengan kedua telapak tangan

pahatlah di dinding dada sebagai kaligrafi





sebagai gelandangan di lorong-lorong peradaban dan peribadatan

tersuruk aku menuju gapura ampunan

kubasuh debu-debu waktu dengan air wudhu

dan nawaitu. kubasah lidah dan lisan dengan harap melindap

penuh harap



ya Allah berikan keistimewaan bagi warga jogjakarta

tetap nyebar godhong koro [sabar sementara]

dan berikan tuntunan bagi penghuni istana di pusat kota

taburkanlah tuntunan di pusat kataku untuk senantiasa kuat

menyangga luka-luka mencinta dan bersetia



jauhkan mereka yang suka bermain warna dari istana anak-anak

sebuah dunia permainan naik kuda-kudaan

mobil-mobilan, atau mandi bola penuh warna

warnailah dada kami dengan saru kata "cinta"

ronailah dengan satu dharma "setia"

lukislah dengan satu rupa saling menjaga



amin





10 Muharram 1432 H
FILOSOFI WARNA [ISYARAT SELINGKUH]
oleh Dimas Arika Mihardja pada 16 Desember 2010 jam 0:18

FILOSOFI WARNA [ISYARAT SELINGKUH]





tak di dunia maya tak di dunia nyata

engkau mulai bermain dengan warna

dulu arek-arek surabaya mengoyak merah-putih-biru

kini putih-merah-biru mengisyaratkan selingkuh:

jemari disilangkan di punggung peradaban



engkau tahu rambu-rambu

kalian paham norma dan ajaran kesusilaan

tapi jemari di belakang punggungmu itu

selalu menggelisahkan batin anakcucu



saat pengadilan berlangsung

kembali ditayangkan klip video tari and maya

merah-putih kau balik menjadi putih-merah

lalu celana blue jeans itu menyumbulkan hasrat

di belakang punggung peradaban!





bengkel puisi swadaya mandiri, 2010
PAHLAWAN, SEBUAH REFLEKSI
oleh Dimas Arika Mihardja pada 08 November 2010 jam 19:26

Wacana Terbuka, silakan merespsi:



PAHLAWAN, SEBUAH REFLEKSI





GURU disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa

ketahuilah, masih banyak di negeri ini pahlawan

tanpa tanda jasad :



petani mencangkul sawah nasib

nelayan menebarkan jala usaha

pedagang menjajakan dagangan

sastrawan menulis harapan

budayawan membina dan mengembangkan alam pikiran

sejarawan wartawan kuli bangunan

bapak ibu asuh di panti asuhan

romo kyai ustadz pastur suster brader frater ulama

umaroh politisi ekonom ilmuwan

....



pahlawan hakikatnya ialah mereka

yang berjuang demi kebaikan

kesejahteraan

kebahagiaan lahir batin

ikhlas

tulus





2010
SAJAK LOLONG SEPANJANG LORONG
oleh Dimas Arika Mihardja pada 28 November 2010 jam 17:29

SAJAK LOLONG SEPANJANG LORONG







menatap mulut lorong ini aku dengar lolong

menyisir lekukliku rindu yang rindang

masuk di ruang gelap semalaman aku meraba kelam

mabuk di celah bukit dan lembah yang basah

ada desah pasrah menggelinjang di ranjang

aku pun terbang di sela stalagtit dan stalakgit menebar berjuta magnit

melangitkan cinta rindu

menggigilkan rasa girang yang rindang

yang merinding

mulai kupahami :

hidup dari lorong ke lorong

dari rahim ke rahim-Nya



lalu sepi menyileti

dan nyeri ngucap kalimat tobat

hati kembali suci terkafani

sepikat cinta, sepekat noda dosa

kembali memisteri : lorong di hidung

menafaskan hidup;

lolong di sepanjang lorong

jalan dan gang mengejang

mengajak pulang

ke asal mula lorong:

a l a n g k a h p a n j a n g

lolong di lorong ini saat senyap kembali mengerjap

dan menyergap!





bengkel puisi swadaya mandiri jambi, 2010
DIMAS ARIKA MIHARDJA : SUMBANGANNYA DALAM DUNIA PUISI INDONESIA
oleh Djazlam Zainal pada 01 Desember 2010 jam 22:54

Saya tercari-cari nama Dimas Arika Mihardja ( selepas ini DAM saja ) dalam dunia kepenyairan Indonesia. Sejumlah nama penyair muda selepas generasi besarnya, Chairil Anwar, Goenawan Muhamad, W.S. Rendra, Abdul Hadi WM, Sapardi Djoko Damono, Sutardji Calzoum Bachri, Linus G. Suardji, Ehma Ainun Nadjib yang diteruskan pula oleh Afrizal Malna, Jose Rizal Manua, Acep Zam Zam Noor, Soni Farid Maulana, Sitok Srengenge, Jamal D. Rahman, Radhar Panca Dahana, Juniarso Ridwan, Beno Siang Pamungkas dan lain-lain, saya juga tidak melihat kelibat DAM di antaranya. Namun dalam kumpulan puisi Angkatan 2000 dalam Sastra Indonesia ( Gramedia, 2002 ) ditemui tujuh buah puisi DAM iaitu, Sajak Sederhana Untukmu, Perjalanan ( 2 ), Perjalanan ( 4 ), Kado Ulang Tahun, Masjid Agung Al-Fallah, Candi Muara Jambi serta Riak dan Ombak Batanghari. Korrie Layun Rampan dalam pengantarnya mengatakan, para penyair angkatan ini tanpa canggung mempertemukan pelbagai unsur vital dari berbagai realitas yang menjadi trend pemikiran abad ini. Bagi memperlihatkan kehadiran itu, saya perturunkan puisi Aku Sentiasa Menyeru, seperti berikut;



Aku sentiasa menyeru tanpa jemu ketika sawahsawah

rekah dan bumi tengadah memeram wajahwajah

gelisah petani yang menggigil. Aku

sentiasa tiada lelah memapah jiwajiwa resah

menuju lembahlembah yang dibanjiri darah. Aku

terus melangkah mengucurkan darah ketika penyair

kehilangan katakata kerana bahasa telah pecah

berdarahdarah

....

aku sentiasa mjenyeru kamu yang tanpa ragu

memangsa sesama yang begitu menderita

sentiasa menyeru kamu yang tanpa perasaan

memakan masa depan dalam memuaskan

nafsunafsu menggebu



Puisi DAM ini pernah mendapat sorotan Sutardji yang mengatakan bahawa puisi-puisi mutakhir DAM membayangkan penyambutan gayung pemuisian yang terdahulu. Sudah tentu yang dimaksudkan Sutardji ialah bayangan Rendra ataupun Taufiq Ismail. Dengan keupayaan DAM yang jelas keseluruhan besar puisinya mengutus silaturahmi. Suara DAM bukan hanya ' bergeser ' atau ' memprotes ' tetapi jauh dari itu mengutus salam dukacita kebobrokan yang paling edan di luar dirinya.



Kembali memperkatakan DAM dalam kumpulan puisi terbarunya, Sajak Emas 200 Puisi Sexy ( Kosa Kata Kita, Jakarta, 2010 ) kita ditemukan dengan 200 puisi DAM yang mutakhir yang amat setia dengan langgam dan sosok kata-katanya. Seperti biasa, suara lirih DAM mengatakan, kumpulan puisi ini tidak bermaksud apa-apa, cuma menandakan DAM masih terus setia dengan dunia kepenyairannya. Kerana baginya, 25 tahun bergulat dalam puisi, beliau telah menghasilkan enam buah antologi puisi persendirian iaitu Sang Guru Sejati ( 1991 ), Malin Kundang ( 1993 ), Upacara Gerimis ( 1994 ), Potret Diri ( 1997 ) Ketika Jarum Jam Leleh dan Lelah Berdetak ( 2003 ) Kehadiran Sajak Emas ( 2010 ) ini, saya rasa melengkapkan keseluruhan puisi yang lebih awal. 25 tahun adalah separuh dari usia DAM ( lahir pada tanggal 3 Juli 1959 ) yang digulati dengan puisi.



Menurut Dr. Sudaryono, yang merupakan dosen puisi pada Pendidikan Bahasa dan Seni, Universitas Jambi, DAM dalam dunia puisi Indonesia, belum memiliki apa-apa makna. Ketika usianya berada di ambang sore dan mengarah ke rembang senja, ternyata belum ada yang pantas dicatat dan diberi tempat. Prestasi karyanya biasa-biasa sahaja, walau pun sentiasa mengalir ( pengantar Beranda Senja, Jakarta, 2010. hal 5 )



Sebuah kritikan atau sorotan biasanya adalah pemantul wajah dan kendiri diri. Bermacam refleksi dapat dipantulkan dan kritikan seumpama ini. Saya mahu melihatnya dalam ruang dan keadaan yang berbeda. Dasar-dasar estatika dalam bentuk naratif ( Muhamad, 1988 ) menyatakan,

1. Karya menceritakan tentang kehidupan

2. Dunia pengalaman yang dirundung kesusahan, kesengsaraan dan duka lara

3. Sastra sebagai bayangan kenyataan

4. Didaktik

5. Alam ajaib

6. Struktur yang episodik

7. Sifat dramatik



Daripada garis panduan di atas, mari kita telusuri puisi-puisi DAM satu persatu.



Tentang kehidupan, lihatlah bagaimana DAM berdetak.



Ketika jarum jam lelah dan leleh berdetak

tubuh lilin pun mengabu dalam kembaramu

engkaulah kembaraku



Ketika jarum jam lelah dan leleh berdetak

saat adalah segala sayat yang memahat tubuh

engkaulah tempat berlabuh

...

jarum leleh, jam lelah berdetak

lilin mencair kembali ke asal sebagai alir

aku dan engkau terseret pusarannya

kembali ke pusara

makna



( Ketika Jarum Jam Meleleh, hal. 105 )



DAM mengambil detak jarum jam sebagai simbol kehidupan. Apabila hidup manusia dikira dari detik jam, nescaya kehidupan manusia akan pukal dan terjungkal. Kerana katanya, setiap saat tubuh dipahat oleh oleh rasa sayat yang jauh. DAM juga melihat perbandingan tubuh umpama lilin. Lilin biasanya diinterpritasi kepada wanita yang mudah mencair dengan dorongan dan cubaan tetapi bagi DAM tubuh manusia seluruhnya adalah lilin. Dapat dimaknakan begini, setiap tubuh akan mencair ( fana ) dan setiap tubuh juga bisa dibentuk ( sifat lilin yang tidak nyali ) baik buat pria atau wanita.



Kehidupan dalam puisi-puisi DAM sangat berbaur. Dalam puisnya, Mendulang Kerlip Bintang ( hal. 92 ) DAM menulis,



Kau telah mengajarkan bagaimana membaca cahaya

mengurai pendar dan kilaunya pada padam lampu. merindumu

malam gelap melindap mengisyaratkan dekap yang begitu hangat

aku menangkap sorot matamu yang menunjukkan arah jarum jam

menunjuk bintangbintang yang bertaburan di langitlangit hatimu



mendulang kerlipan bintang di matamu

aku mengeja kembali makna perjumpaan

mengabadikan cerlang pandang tak jemu



Sekali lagi DAM menunjukkan arah jam sebagai jalan kita menafsir gelap malam.



Kenapa DAM menyaran kita berisolusi dalam gelap malam. Apakah ada dalam kegelapan malam? DAM cuba melihat yang demikian dengan pendar dan kilaunya, bagi mereka yang merindu! Sungguh hebat DAM bersiasah. Manusia yang sering membutakan matanya dalam terang cahaya, DAM melihatnya dalam pendar dan kelam cuaca.



Kehidupan tidak mungkin habis disorot dalam sosok fizikal semata. DAM mempertimbangkan pengalaman peribadi, sosial dan religius yang bersifat kontekstual. DAM bersaksikan pengalaman dalam mentafsir arti kehidupan. Katanya, sebagai suatu kesaksian kehidupan, puisinya mengabadikan peristiwa. Keseluruhan puisi DAM adalah kesaksian kehidupan beliau kepada kehidupan.



Lihat bagaimana DAM menyorot Dunia Maya ( hal. 162 )



lagu ungu melintas bebas hambatan:

" pernahkah kau merasa, hatimu hampa... "

ya, maya, ya ya kau tak pernah benarbenar masuk ke dunia real

setelah dia terpenjara tanpa pengadilan, jauh dari pengampunan

sebab video yang durasinya amat pendek dengan kualitas gambar amatir

hanya mendesirkan sebuah desah yang tak tentu arah



lagu lain, menabrak ruang kosong:

" akulah arjuna yang mencari cinta... "

dan cinta yang kausebutsebut itu mengabut

lenyap dari segala rasa di dada manusia

tetapi selalu saja kaujajakan cinta di ruang paling maya

maka mayatlah sejatinya cinta itu



lagu pak haji tak kalah mengudara:

" judi, kau racuni keimanan..."

dan engkau selalu menuhankan ruang maya sebagai tuhan

melupakan sembahyang dan ibadah

menyembah sesuatu yang hampa belaka!



Ada tiga sosok yang mahu ditumpu oleh DAM dalam Dunia Maya. Pertama, dunia jungkirbalik ruang pengadilan yang selalu pongah. Kedua, dunia percintaan ( monyet ) yang konyol membahagikan nyawa untuk cinta sejati. Dan ketiga, dunia pak haji ( ulama ) yang melihat duniawi melebihi upayanya pada Ilahi. Tiga kombinasi Dunia Maya ini berlaku di mana-mana, bukan sahaja di Indonesia, malah di seluruh lipatan alam maya Tuhan ini.



Surealisme juga ada dalam penampilan DAM. Sajak Perahu ( hal. 121 ) menjelaskan ini.



perahu perahan jiwaku melaju menujumu, kekasih

berselancar di kedalaman debar kerinduan



kecipak air membasuh jiwa resah

basah pula harap nan lindap



pada tiang layar angin gementar

engkau kian samar dan aku serupa camar yang mengelepar



Sesekali bagaimana penyair mencari ketenangan dengan merapatkan diri kepada Tuhannya. Dirinya umpama perahu dan melaju menuju kekasih. Puisi ini amat basah dengan cinta Ilahi. Kerana ia merupakan puisi penyerahan, lihatlah bagaimana penyair menggunakan huruf ' r ' dalam beberapa hujungan antaranya berselancar, debar, tiang layar, angin gementar, kian samar, serupa camar dan yang mengelepar. Hujung konsonan yang bunyinya keluar secara terus, dapat kita rasakan melodinya. Di Malaysia, bunyi sedemikian dimainkan oleh A. Latif Mohidin. Begitu juga dengan Manisku ( hal. 113 )



kucing dalam darah mengeong dengan resah

menjilatjilat bibir malam. ia ingin membuka rahasia

cinta dengan berjuta doa



kucing dalam aortaku berontak. lasak. lari

menabrak dan masuk ke dalam gelap. mataku berkilau

serupa cahaya lampu yang berkelip

dalam dadamu



seperti katakata ia melata, merayap, berkelibat

jalin menjalin menjadi frasa

untai menguntai menjadi wacana

terungkai jadi permata yang kukalungkan pada lehermu

kekasih



Siapa kucing? Tentu ia bukan kucing yang asli. Tentu kucing hanya simbol belaka. Simbol bagi manusia yang mencari belai. Susah tentu kucing yang amat ramah pada tuannya @ Tuhannya.



DAM bersiasah. Tidak hanya pada kucing tetapi juga pada Semiotika Burung ( hal. 115 )



pada reranting berserak, anakanakku

bernyanyi serak, cuap cuap crit crit cit cericitnya

mengapai langit



sebagai garuda, aku selalu siap

membentangkan sayap

melindungi sesiapa yang kan menyergap



aku bukanlah pajangan

dalam genggaman kecengkeram

keyakinan!



Ya, jelas sekali DAM mengambil perbandingan semua yang ada di sekitarnya.



Sajak menurut Micheal Riffaterra, " express concepts and tings by indirection " ( 1978:1 ) Sajak dibina melalui mainan ayat-ayat yang disengajakan lewat kepekaan penyair. Sudah tentu penyair mempunyai daya peka yang tinggi umpamanya fantasi, ilusi, imaginasi dan eksplotasi bahasa. Karya seni yang lahir adalah refleksi lain dari bentuk yang yang asal. DAM kelihatannya berhasil dengan percaturannya itu.



Kalau memang dikatakan didaktik, ada kesahihannya. DAM berpuisi secara datar, tidak menyusur ke dalam apatah lagi menyelami kemungkinan-kemungkinan. Sebagai penyair, DAM memilih memotret, tidak terlalu mengkoreksi apatah lagi memperbaiki mana-mana pemandangan yang cacat. DAM amat peka. Kepekaan ini menyebabkan DAM tidak pernah lari atau beringsut ke arca yang lain. Rasanya selama 25 tahun, DAM bersuara dalam ritme dan bahasa yang sama, yang dilihat oleh kritikus sebagai penyair yang tidak punya perkembangan.



Di Malaysia, ada beberapa penyair yang berkembang dari masa ke semasa. Perkembangan pertama dilihat dari aliran puisi. Dari realism kepada surealism yang lebih ambigius. Ada yang lari dari persoalan realism kepada persoalan religius berikutan peningkatan usia penyairnya. DAM masih seperti dulu, puisinya masih sarat dengan cinta, dengan harga diri manusia. Malah saya merasakan, akhirnya khalayak akan bisa menerima cara DAM berpuisi dengan kadar yang seminimal mungkin. DAM harus ada dalam peta puisi Melayu Indonesia.
BAGHDAD OH...BAGHDAD Sajak : Enes Suryadi.
oleh Enes Suryadi pada 17 November 2010 jam 2:04

Kutanam sebatang kurma

Kenanganku tumbuh di Babylonia



Di antara arus sungai Tigris

Aku teringat

sebuah pembantaian peradaban

Mengalun cepat

Deras kehidupan



Baghdad membayang

Dalam wangi kembang

Anganku

Di bawah 1001 malam

Langit kotaku



Tammadun

Gurun

Kemah

Kafilah

Derap onta

Pelepah kurma

Dan padang Karbala

Memanggil-manggil

Dari masa lalumu



Lewat buku syair

Kucari tapak-tapak kaki

Abu Nawas dan Harun Al-Rasyid

Di emper-emper mesjid



Lewat tayangan televisi dan koran-koran

Tiba-tiba kutemukan

Baghdad telah menjadi

reruntuhan!



Tangerang, 19 September 2010.
PAGI sajak : enes suryadi.
Oleh Enes Suryadi · 03 November 2010

Dan tibalah haribaan pagi.

Malam pergi.

Mengangkut sisa mimpi.

Butir mutiara embun di daun daun.

Mendekap dingin yang senyap mengalun.

Sebentar lagi, perlahan, namun dengan ketepatan pasti, cahaya matahari akan membawa milyaran rahmat langit bagi bumi.

Hening dalam doa, kueja namamu:

Cinta.

Cinta.

Cinta.



Tangerang, 10 Oktober 2010.
BINTANG KEJORA DI LANGIT KENDAL sajak : enes suryadi.
oleh Enes Suryadi pada 15 Desember 2010 jam 21:25

BINTANG KEJORA DI LANGIT KENDAL

Sajak : Enes Suryadi.





Malam malam di langit kotaku, tak kutemukan lagi kejora. Pendar bulatan cahaya sebesar telur angsa begitu memikat mata.



Maka kumasuki lorong-lorong dan pelosok malam, di setiap tubir waktu, mencari kejoraku.



Dengan menenteng pelita minyak zaitun, kupanggil-panggil kejoraku. Suaraku menggema, mengetuk-ngetuk dinding langit yang mengantuk dan lena.



Dan langit pun terusik oleh suaraku. Para Bidadari dan Peri, dengan tangga cahaya, turun berombongan menghampiriku, menyatakan simpati padaku. Mereka memukul rebana, meniup seruling, memetik harpa, menari dan menyanyikan puisi, agar kejora bangkit dari sembunyi. Berdatangan pula burung-burung malam, kelelawar-kelelawar dan srigala-srigala perindu bulan, bergabung bersama Peri dan Bidadari. Mereka memanggil-manggil kejora dengan bahasa mereka.



Tapi kejora tetap juga sembunyi.



Maka di dalam malam yang kian menganga, kami lakukan perjalanan panjang amat mistis mencari kejoraku.



Kami lewati hutan-hutan, kami lewati persawahan, kami lewati sungai-sungai, kami lewati danau-danau, kami lewati gunung-gunung, kami lewati pemakaman.



Waktu lewat dan sunyi memeluk kami.



Kami tiba di pelabuhan.



Kapal-kapal lelap di tepi dermaga, di bawah cahaya dingin bulan yang sayup. Lelah berjalan, kami istirah di lantai dermaga. Setengah putus asa, kami seakan tak berniat bersuara. Hanya detak jantung dan nafas kami saling mencerna.



Waktu lewat dan resah memeluk kami.



Tiba-tiba, ketika aku tertarik mendongak langit, aku melihat segumpal awan tebal di utara menjauh mendekat bulan. Perlahan dan hati-hati, menyembul kulihat pendar cerlang cahaya dari sepotong bulatan kecil yang makin penuh dan penuh seiring ditinggal pergi awan mendekat melintas bulan. Dan ahai, aku terperangah, sempurna sudah pendar cahaya dari bulatan sebesar telur angsa begitu memikat mata kini kusaksikan. Tak ragu sudah, aku telah menemukan kejoraku di atas langit pelabuhan ini! Aku telah menemukan kejoraku! Dengan gembira yang histeria, kubangunkan para Peri, Bidadari, burung-burung malam, kelelawar-kelelawar dan srigala-srigala perindu bulan, dari termangu mereka. Nyaris serempak mereka pun mendongak langit menatap kejora bagai tak percaya. Dan sesaat kemudian, dengan gembira yang juga histeria, mereka mulai pula berpesta. Mereka memukul rebana, memetik harpa, meniup seruling dan menyanyikan puisi-puisi surgawi sambil menari berputar-putar melingkar dalam sebuah tarian yang amat ritmis, menyambut kejora. Aku bagai tak puas-puas memandangi kejora yang terus menerus tersenyum amat sumringah.



Waktu lewat dan damai yang purna memeluk kami.



Tiba kini saat aku harus menjemput kejora untuk kubawa ke langit kotaku dan kumasukan ke dalam rumahku. Keharuan perpisahan mulai menjalari hatiku saat tangga cahaya mulai menuruni langit ke atas dermaga. Para Bidadari dan Peri, burung-burung malam, kelelawar-kelelawar dan srigala-srigala perindu bulan, memandangiku bagai tak rela. Aku merasakan rebak air mata di dada mereka.



Seraya melambai dan menoleh beberapa kali pada sahabat-sahabatku para Bidadari dan Peri, burung-burung malam, kelelawar-kelelawar dan srigala-srigala perindu bulan, dengan berat hati kutinggalkan mereka menaiki tangga cahaya untuk menjemput kejoraku. Malam begitu hening dan kudus. Tak ada suara-suara. Aku merasakan di dada para Bidadari dan Peri, burung-burung malam, kelelawar-kelelawar dan srigala-srigala perindu bulan, deras meleleh sudah air mata, berbarengan dengan deras lelehan air mata di dadaku. Tapi kutetapkan hatiku untuk melangkah terus menaiki tangga cahaya untuk menjemput kejoraku. Semakin tinggi aku menaiki tangga cahaya, semakin kurasakan berkurang kesedihan perpisahan. Kini kegembiraan yang tiada tara mulai menjalari seluruh dinding-dinding hatiku. Kurasakan juga kegembiraan tiada tara pada wajah kejora. Senyumnya kulihat makin sangat sumringah. Pendar-pendar cahaya cemerlang dari bulatan sebesar telur angsa begitu memikat mata! Oh…aku dirasuki kerinduan berabad-abad purba bermilyar tahun perjalanan cahaya. Aku merasakan kerinduan yang sama pula pada mata kejora.



Kini sampai sudah aku pada kejora. Dalam diam yang lama, kami hanya saling bertatap dan bertukar senyuman. Hanya isi dada kami saling memaknai dan bicara. Dan akhirnya, leburlah semua kerinduan purba kami dalam waktu yang tiba-tiba begitu sangat memendekkan jarak kami. Kami saling berpeluk dan berpagut, dalam selubung cahaya, dalam lingkar waktu bermilyar tahun perjalanan semesta yang memendek menjadi kini, tak ingin lepas-lepas lagi. Tak ingin lepas-lepas lagi. Tak ingin lepas-lepas lagi.



Waktu lewat. Malam dini hari menjelang pagi.







Tangerang, 28 November 2010.
KOLABORASI PUISI MUH RAIN-DAM: RAPOT AKHIR TAHUN
oleh Dimas Arika Mihardja pada 17 Desember 2010 jam 7:31

KOLABORASI PUISI MUH RAIN-DAM: RAPOR AKHIR TAHUN



Dalam status hari ini DAM menulis: ANAK-ANAK SEKOLAH TERIMA RAPORT, apakah anda juga menerima raport dalam kehidupan? Muh Rain merespon status itu dengan puisi yang apik berikut ini.



RAPOT KATA



: Dimas Arika Mihardja



telah menunaikan ujian demi ujian

kata tak lagi suka dibesuk sunyi

ia hadapi ia terima

segala coretan merah di bibir memerah

sembab mata kata biarlah

mungkin tak akan lama mereda



di rapot yang tak membuat repot penulisnya

kata berubah angka

menjalani kehidupannya

warna tak biru hitam semata



ada yang menyembunyikan angka

tetapi kata-kata meluncur terus

menguraikan derita dan bahagia ke mana-mana



kata menunai makna

angka tak dapat menanam nilai

di bawah rapot bertuliskan

semoga hari esok kata lebih baik



tapi diam-diam angka memerah mata

belum cukup menggenapkan luka

terlipat masa dan selera

rapot membantu mendalami makna luka

untuk bahagia selanjutnya.



sajak ini bukan sogokan agar nilai saya dapat dipertimbangkan lagi



RAPOT AKHIR TAHUN

: buat Muh Rain



tak lelah kubirukan angkaangka raaport hidup ini

tetapi selalu saja jemarimu menumpahkan tinta merah

hingga cinta pun meremah



sepanjang tahun aku belajar mengeja kata "cinta"

dan "sayang semuanya'. sayang engkau menuduhku selingkuh

dengan yessika; di hadapan Tuan Guru, aku tak bisa berpura manis di lidah

berupaya menjanjungpuja penuh damba



Tuan Guru diam saja di depan kelas

pandang matanya bicara tentang Cahaya

dan aneka bahaya di depan mata

"duhai, hamba lalai di pagi hari

lengah di tengah hari

dan senja menutup piintu dan jendela

hingga dada sesak oleh isak"



Tuan Guru masih diam dengan Cintanya





bengkel puisi swadaya mandiri, 2010
MELARUNG CINTA
oleh Dimas Arika Mihardja pada 17 Desember 2010 jam 8:34

MELARUNG CINTA



saat berada di ruang maya, di antara ada dan tiada

kusua dewi larung [nyi gadung melati] di biru lazuardi

aku jadi teringat yessika yang membangun istana makna di dada:

cangkang kerang, gelombang, dan bulatan pusaran waktu

bayangbayang rindu



yessika kembali menari

mengembangkan selendang mayang

bertualang menunggang gelombang

di atas gerak riak dan ombak

dii antara fatwa dan tegur sapa

memusar di tengah doa



saat gerhana

kembali kulabuh dan kusepuh cinta

jauh dari berhala

kuselami airmata bahagia

di palung paling dalam

berdiam dalam gerak paling diam





bengkel puisi swadaya mandiri, 2010
Peri Cahaya
PERJALANAN HATI VITRI baiklah kubuatkan engkau sebuah ruang sketsa tak perlu kuas cat atau tinta, cukup tawamu mengindahkan jarak ribuan mil yang kita namakan rindu berapa langka kau butuh menuju hatiku dari rawamangun tiang-tiang metropolitan jalan penu...h kelip dan kemacetan, siuran nafas penat matamu tetap indah seperti vitri yang kubaca dalam kitab nabi dik, kotaku juga belukar bangunan, bau gas dan desingan industri kebohongan yang liar mencabik seperti perang perkasa yang diriwayatkan zaman "dan kau bertanya adakah sajak untukku" dik, sajak dan keindahan adalah engkau! hurufhuruf yang sujud di kaki hati disemerbaki kebaikkan penyair tak perlu kata, cukup dengan hatimu surga pun tahu cahaya yang memendar ini adalah sayangmu aku hanya bisa menulis laut dik, atau lempengan karang yang mencuram tapi tak bisa menulis engkau karena penyair tak mampu mengungguli mawar atau leli yang berias dalam tawa anyelirmu baiklah kubuatkan engkau ruang sketsa hingga aku bisa menyusun cinta buat karib malam dan pagiku, juga perjalanan kematianku 12-10 2010 KOREOGRAFI BATIN 1 aku menggali malam buat makam mawar dan meneroka duka hujan pertama menyentuh tanah kerna aku tak punya jawab buat pertanyaan lengang kecuali jasad bulan yang memucat di kornea mata 25 Oktober 2010 MENTAWAI Di suatu hari yang muram adikku, Uma-Uma lantak bersama ratusan mayat saat itu baru kubaca sejarah Sekerei menjagai laut Mentawai airmatanya berhamburan ke udara seperti buibui tua di pucuk ombak ini duka Sipora, Pagai dan Siberut adikku… dan dukaku tsunami yang berbagi kisah manusia tetap saja manusia Tuhan yang Itu, selalu rahasia. yang mulia Mengurai sejarah panjang Tua Pejat yang tua Di rinai airmata Mintaon'peta migrasi bangsa-bangsa Mari berbagi airmata adikku di tanah duka ini Biar Mentawai kuat melafal Arat Sabulungan Syair-sayir Taikaleleu di keharmonisan alam Dan nenek moyang yang gagah tetap menguncupkan daun Buat puja Tai Kabagat Koat dan Tai Ka Manua Di jantung peradabannya di sini, Pemburu membuat penatoan seperti matahari adikku Dalam sakramen sikerei dan rimata, kerena lelaki mestilah lelaki Ia berangkat dari Sipatiti hingga John Crisp menulis sajaksajak ombak Poggy buat peselancar bertemu dunia laut yang mendidih di sejarah moyang Mentawai para lelaki dan primadona menari Turuk Uliat meragakan gerak binatang alam “uliat bilou, uliat manyang turuk pok-pok, galagau” mari menari adikku…. Di gelombang pasang yang menghujam Biar Mentawai terus bergerak dalam bebunyian syairsyair keindahannya 28 Oktober 2010 IRONI DARI TANAH HITAM adikku, aku ingin berbagi sembab denganmu: di sini lelaki dengan bahasa gerak tubuh Marokaahe menari orang Marind, sejarah tua kapal uap di sungai Maro mengusung gasing Izakod Bekai Izakod Kai seperti resital indah kisah surga di tanah hitam harusnya waktu berada dua jam di masa depan di Wamena, dan mata cekung orang Dani. rasanya mundur ribuan tahun ke belakang membawa Jayawijaya Adikku...... di Obiah ada tempat acara purba bakar batu Seorang Onduwafi berdiri di puncak menara kayu mengintai jauh di kesuraman Papua ia berteriak memanggil para lelaki dengan panah dan tombak melontarkan bebunyian ritmis dari mulutnya mengekalkan sajaksajak langit dan tanah muram pria berkoteka, pilamo di pintu gerbang umma berjajar di sampingnya perempuan dan anak-anak berdandan melumuri tubuh dengan lumpur menyanyikan lagu terdengar seperti masa lalu kamupun akan tahu, di sini adikku... Sang Onduwafi akan menyuruh dua orang pemuda membawa seekor babi pemanah tua menembakkan sebuah panah kayu menusuk jantung buat alirkan darah ke udara seperti suara nyanyian purba penduduk nan riuh semakin keras dan cepat di nguikan babi merenggang ajal Sepasang pria dan wanita muncul mereka berlarilari melepasan roh di tarian mistisnya pernahkah kau baca hot plate purba babi dan hipere terpanggang di atas tumpukan batu panas ditahan tumpukan daun segar dan rerumputan basah yang menutupi tungku tradisional beginilah aku berbagi denganmu di senyap Papua: Pepera seperti prasasti sunyi pusaka terlara Di sini engkau dapat menyaksikan Musamus gundukan tanah rumah rayap yang tinggi Kangguru, tikus pohon. Kasuari, Rusa pada piguru usang riwayat penjarahan dan perusakan lalu kau dengar adikku... di Teluk Wondama, ribuan pengungsi banjir Wasior apa yang mereka makan di ladang airmata itu sungkawa gunung keramat air turun dari tanah tersayat mengirim ratusan jiwa sebagai pesan di sini luka mengangahkan Papua berdarah seperti babi yang tertikam anak panah adikku, Papua adalah ironi kemiskinan simiskin di atas tanah berlimpah ruah sumber daya alam tambang emas dan tembaga terbesar di dunia lapangan gas dan hutan biodiversitas, plasma nutfahnya luar biasa. tapi Onduwafi yang berdiri di puncak menara kayu berbagi airmatanya denganmu 29 Oktober 2010 CHUANGSHANG (dilarang dibaca anak di bawah umur) Semalam ada kawan beri aku Chuangshang bergambar perempuan telanjang shibafan katanya serbuk perangsang aku ga girang kerena di ranjang aku ga garang aku bilang haram hidup jalang mati nanti gentayang ayolah kata dia dengan senyum cengengesan sambil memperagakan goyanggoyangan matanya sesekali berbinar melukiskan kebringasan kayak anjing yang suka ketergesahan aku bilang sukaku yang lembut penuh sayang seperti embun menokta di cekung daunan ia nyengir padaku: seperti para paleo ngetawain Darwin “kawan kau kayak manusia dari zaman evolusi,” katanya tak nyaman Aku bilang: “cinta itu persenyawaan perasaan” Persenggamahan adalah ritus kesakralan Laksana buah dimasak alam Jatuh ke tanah jadi kecambah hutan Lalu chuangshang buat apaan? tanyanya penuh kesundalan "Itu buat manusia yang imannya abalabalan" Kawanku pulang tanpa pamitan Chuangshangnya ketinggalan di tanganku yang gemetaran gambar telajang mengedipkan mata jalangnya bergantigantian Sssttt: aku dikit terasang membayangkan pacarku yang suka sembahyang Manado, 11 November 2010 BUKAN (TAPI) PUISI Di tahun 1915 Albert Einstein mengatakan Jagat Raya mengembang Kosmolog pada ga percaya 14 tahun kemudian Edwin Huble yakin galaksi di luar Bimasakti menjauh dari bumi di observatorium California Mount Wilson mereka menghitung semakin jauh suatu galaksi semakin cepat dia menjauh Sebuah galaksi berjarak 10 milyar tahun cahaya akan menjauh dengan laju 200.000 km/detik Laju benda masif setinggi itu adalah sebuah tekateki Ruang angkasa saling memisah buat luasnya alam semesta Apa yang meledak dalam the hot big-bang George Gamow Saat kosmos menarikan gerak muaian alam semesta Dalam konfigurasi 100 milyar galaksi berisi 100 milyar bintang. Mereka adalah tunggal yang mengembang dari ketiadaan benih galaksi adalah radiasi dan partikel subnuklir Pada suhu kosmos 100 milyar derajat Fluida yang bayi Pada umur satu detik dan tiga menit berproses nukleosintesis atom-atom ringan terbentuk dari hasil reaksi fusinuklir 380.000 tahun setelah Big-Bang proton dan elektron bergabung membentuk atom Hidrogen Netral Jagat Raya menjadi transparan di Holmdel, New Jersey Arno Penzias dan Robert Wilson mencoba antena telekomunikasi Tepi jangat raya mendesis masa muda alam semesta berbisik langit seperti dilabur putih sama di semua arah mulus sempurna tidak ada nodanya kosmolog pun percaya Albert Einstein bukan orang gila “gelombang kejut energi dari ledakan//masih memancarkan radiasi// melintasi angkasa yang terus berkembang//batas-batas semesta meluas” cinta, seberapa besar energi kejut dan ledakannya? E = m c2 paradoks si kembar mendapati saudara kembarnya sudah jauh lebih tua dalam perjalanan mendekati kecepatan cahaya keajaiban yang tak banyak di pahami orang Manado, 13 November 2010 TEOFANI KEINDAHAN di taman cahaya kata tak ada kecuali keterbenaman di keindahan tertingginya keindahan melampaui semua tanpa keterpisahan ia menerangi panasnya menghidupkan menganugerahkan riang menegaskan langit dan wujud bumi cabangcabang pohon tumbuh ke arahnya hewanhewan menyayangi anakanaknya langit bergerak oleh kekuatannya menggerakkan pula matahari dan bintangbintang juga kebaikan kilauan ini cinta suci adanya, tak berbatas, dan membebaskan ia adalah sosoknya bukan atributnya kenyataan sakral pencarian jiwa biara ma’rifah yang tak akan runtuh seperti teofani keindahan wajah sang kekasih yang hanya bisa diraih jiwa berhias keindahan karena keindahan adalah kecemerlangan kebenaran semua kenyataan memancar dari yang satu itu cahaya yang satu mewujudkan yang banyak eksistensi kosmik yang meruah laksana aura di sekitar matahari terbang dengan sayapnya ke jiwa yang mengejarnya karena keindahan bersemayam di kedalaman jiwa dan harmoni ini bersinar di dalam diri yang sejati Manado, 16 November 2010 PADANG ILALANG CINTA Bumi berputar di matamu 107.218 km perjam Dan cintaku menua di pendaran korneamu yang indah Dimana Tuhan menyusun cinta seperti lapisan udara Buat larik sajak penyair yang menuliskan rindunya Lalu 4,6 milyar tahun pucukpucuk ilalang menjalarkan akar manisnya di khatulistiwa membuncitkan chimborazo seakan langit tak jauh buat penyair memasang bintang dari pesan syairnya bagi kekasih yang setia menanti salam itu di siuran angin dia akan mengaisngais susunan atmosfer dia akan menggaligali susunan lapisan bumi mencari kekasihnya penyair yang hanya bisa melepaskan kata dari cangkangnya seperti tenaga endogen yang tabah mengerami bumi hingga terus berotasi pada porosnya inilah aku! seru penyair itu laksana suara kedalaman mariana melintasi 149,6 juta kilometer buat bertemu matahari yang selalu cemerlang di hatimu o… bumi membentang 510 juta kilometer berapa tikungan buat kita bertemu hingga penyair itu bisa membacakan mantra gravitasi bagi penyatuan dua hati yang saling mencintai Bumi berputar di matamu Dan cintaku menua di pendaran korneamu Laksana padang relief bentukan alam Dua kutub yang teranugerahkan jarak Cinta sejati selalu tak termaknakan sebuah kata 21 November 2010 MATEMATIKA CINTA Maukah engkau menghitung volume dan luasnya cinta Ia kecil tak terhingga, tapi lebih besar dari o… Seperti notasinotasi kalkulus Menghitung ruang waktu dan gerak Selalu ada paradox yang ingin dipecahkan limit angka Lalu cinta berapa nilainya? Angka hanya menghitung suatu fungsi Bilangan turunan yang diperkalikan Dan cinta berada di tak terhingga Tanpa angkaangka 27 November 2010 KOREOGRAFI BATIN 2 maukah engkau berumah di airmataku hingga hujan tersenyum di atas ladang langit yang dengan susah payah kita bajak buat persemaian riang meski surga membuat tissue seluas doa maukah engkau tak mengucap sepatahkata karena hati adalah makna yang punya tafsir sendiri yang dibisikan Tuhan sebelum kita sendiri mengerti kasur hidupku telah kualas untukmu di keheningan yang ramai oleh perasaan sayang di sini akan kuceritakan kisah penyair itu lelaki dengan mata gemetar mengabadikanmu "engkau sajaknya yang hidup" 26 oktober 2010 KOREOGRAFI BANTIN 4 Apa yang mesti kukisahkan padamu dalam koreografi empat cintaku Ketika penyair itu tengah menyusun orkestrasi kematian Melodius biola Stradivarius, puisi nada Richard Strauss Hujan menyembab di kelopak matanya “ia di sana cintaku. mengakhiri syair simfonisnya Lelaki yang kehabisan waktu menulis kata cinta” Seperti pendekar, ia bertarung dengan kesadarannya Tapi tak ada yang mau berumah di airmatanya Pada sajaknya ia menulis namamu Dan mengekalkannya pada taman mawar di depan rumahnya “tapi haruskah ia memetik harpa dengan jarinya sendiri?” Seperti katamu di suatu malam yang melukakannya Cintaku, Penyair itu telah memilih menggali liang sepidukanya Dan menapaki lagi indahnya kesunyiannya Ia berjalan dengan himne detak hati meraba malam Ia kadang tersenyum saat mengingat canda yang getir Yang telah diselipnya di langit Lalu pada setiap lenguhannya ia selalu mengucap kalimat itu Di ujung nafasnya: “Setidaknya aku punya tempat menoleh!” Dan ia berhenti di tepi kotalautnya Mendengar kabar cinta darimu yang ditulis ombak di atas peta masir yang ada hanya sangsai yang dihempas ombak dengan sebegitu kuatnya meretakkan hatinya Manado, 8 November 2010 KOREOGRAFI BATIN 3 batinku menarikan aphorisma dalam koreografi letih pada senja memburam di garis apokrifaku pada sketsa arkaismu aku tak punya apologia untuk terus meraba detak jantungmu granit hitam menyembunyikan bayang mawar di labium cahaya o...selamat jalan! di sini nektar hanya mengabadikan kepedihan penyair yang terus menikam jantungnya dengan epigram-epigram raungan dan langit yang itu: bisu o...darah-darah pucat yang tubah o...peta masir dari ombak tua o...keris naga utara o...ning keheningan di sini cakangmu... penyair yang kehilangan kata mencintaimu "apa namanya angin yang begini ribut mengoyak oartaku" burung hitam ini malamku lazuardi mega sepi hati tanpa tepi 27 Oktober 2010 SENARAI CAHAYA berhenti berkidung bila ritme retak di hatimu syair yang ingkar patahkan saja, untuk apa? lalu buat apa kau jahit langit bila sobeknya terlalu luas bagi tanganmu mengapit harap sedang anak merpati mesti bertarung dengan cangkangnya agar bisa menengok pagi yang tiba di ujung paruhnya lihatlah garis putusputus pada cahaya di alas tanah seperti senarai pesan yang tak usai berkisah bongkahan cinta menua tak sampai, harus gapai berjalanlah meski lintasan tinggal jelaga menyaga agar hati mendewa bak sinar putih di pucuk doa lelaki tak menoleh bayang hablur pada gumam malam ia magma di urat bumi makna, menerobos sungai di kelopak mata karena malaikat cinta hanya bisa dicumbu hati yang kafa Manado, 10 November 2010 SAJAK UNTUK VITRIE Ada malam ketika bulan meringkuk di sayap sepi di bawanya gadis itu berjalan sendiri melompati savanah dan rimba musim yang terus ringkih tapaktapak lisut dalam abu beku di matanya ia selalu melontarkan senyum pada langit buram lelaki yang mengawang pada setiap dejavu kerinduan sesekali ia berucap dengan katakata belia biar airmata menjadi noktah buat harap berkaca tapi setiap lipatan angin kisut di dadanya mendesir jadi degup yang bermakna entah Ada saat di mana ia melihat tanah menumbuhkan tunas hati yang di tanamnya dengan ratap anak air yang tumpah dari kelopak muda menyembulkan kecambah pohon, ia iberteduh di bawahnya o....begitu ia melenguh seperti sajaksajak risau di lengan awan saat malam senyap dalam kepak kelelawar dan curuk memakan setiap kata yang ditulis penyair itu esoknya...persis di depan langkah pertamanya gadis itu bertemu makam di penuhi tulisan buram ia tak pergi begitu saja di taruhnya sepotong hatinya dan rebah di atas nisan bersama cintanya 23 Oktober 2010 KOREOGRAFI BATIN 5 Safa ya safa Mawar ya mawar Safa mawar Matamu Tuhan menyatu Cahaya Yang kasat mata Penyair itu di sana dalam tarian spektrum warna cintaku Seperti hutan menyatukan ruhnya dengan langit Memurnikan hati dalam percakapan heningbening Sebelum daundaun gugur di pucuk labium cahya memburam Sudahkah engkau membaca sejarah mawar Daun mahkota adalah pucuk doa Setelah menjalar dalam kisah ranggasan cendawan Dan ulatulat pengerat berampasan nektar buat sepekan nafas kupu Akar cinta adalah ketabahan cintaku Keuletan daun menangkap surya mendaur udara Mencair jadi darah mendetakkan nadi Dan di suatu pagi penyair itu merangkaikannya padamu cintaku Menjadi sajak: “Safayasafamawayamawarsafamawarmatamu Tuhan menyatucahayayangkasatmata” Ia pun tersenyum gembira Memandang tarian hujan mengubah lukisan tanah Kerena waktu memang punya kisah berbeda Di atas susunan ratap selalu ada tawa Manado, 9 November 2010 THEODORA YANA Acap penyair tak punya kata Buat memaknai hujan di kelopak mawar “Apa yang ingin kau lukis pada pesta sepi itu?” Aku membaca Justianus dalam codax Theodora yang megah Langit yang ramai dengan pesan indah Seakan Tuhan memilih perempuan yang dikasihinya Bendera yang di pacak, dan seikat mawar tergeletak Tak ada yang dapat di tulis penyair itu “Ia memandang dengan takjub tapi tak ingin menggumam” Aku masih ingat celoteh usia pada percakapan kita Dan fotofotomu yang kau sembunyikan Tapi aku suka dengan kalung bulat menggantung di lehermu Dan kau senang saat penyair itu mulai menghafal namamu Lalu melafalnya seperti doa hujan di pucuk mawar itu “apakah kamu punya hosti buat sakramen hati yang gemetar?” Sekali waktu aku ingin pesiar ke cafemu Mungkin kau tak keberatan bila aku mengambil waktu Membacakan sajak penyair itu buatmu “ia tersenyum dalam siuran hati yang sulit dimengerti” Penyair itu tiba-tiba bergegas meraih mawar di bawah hujan Dilontarkannya ke langit bersama siuran hatinya “Theodora Yana bila Tuhan mentatahkan satu hari buat cinta padamu Maukah kau menerima bunga ini pengganti semua kata yang pergI?” Penyair itu memandangku, lalu masuk ke hatiku Manado, 7 Desember 2010 SOME WHERE Aime aku tak percaya waktu adalah eraser pagi ini aku dibangunkan "some where" lagu yang selalu kau nyanyikan pada setiap natal untukku anak kita menyanyikannya dengan suara malaikatnya ia sudah besar, sudah bisa bernyanyi sepertimu seperti engkau yang pernah berbagi surga ia menyanyikan surga untukku kau pasti ingat di bawah tiang lapangan yang kedinginan kitab puisi yang kutulis dengan airmata sebuah kalung yang sengaja kubuat berterah namamu kutinggalkan di malam buta berhujan Seperti charlotte yang kau kekalkan pada sebuah musim Kau benar ada suatu tempat bernama surga Di sana aku boleh mendirikan kemah buat cintaku dan memulai kerja menata segala yang indah dan baru dari awalnya Pagi ini aku menatap langit dengan bau natal yang mengental Angin menyaput wajah dan tubuhku Aku kedinginan laksana pohon yang sendiri Menunggui langait memasang bintang dan mengirim sesosok peri Kemeja yang dulu kau belikan telah kuseterika Yang berwarna hijau akan kukenakan di malam hari Yang bergarisgaris akan kupakai di siang hari Aku akan ke gereja saat natal tiba hingga bertemu surga itu Dan mungkin seseorang akan datang menyanyikan ‘some where’ Dengan ketulusan hati yang lebih terang dari sinar terputih menerbangkan aku dengan sayabsayabnya yang bercahaya mengelilingi kemah itu, dan keindahan surga yang disiapkannya untukku Manado, 8 Desember 2010 PERI CAHAYA (1) tak lisut kenangan itu seperti sayapsayap bercahaya berkelana di langit bisa saja ia bermuara begitu bila kamu bertanya air kemana kau pergi ia hanya mengalir mengikuti kecuraman bumi ia pun pergi seperti uap membentuk mendung hingga pelangi bisa memasang tangga buat peri cahya menemui kekasihnya dan hujan tiba dengan gema halilintar buat percakapan bungabunga tentang keindahan semuanya seperti dansa sepasang kekasih yang akan berpisah pada sebuah pagi inilah biorama kerena kehidupan selalu punya kisah peta masir yang selalu baru dibentuk ombak akan jadi baru dibentuk angin Manado, 9 Desember 2010 PERI CAHAYA (2) o… gumam penyair itu dalam puisinya ketika cintanya terus berjalan di atas lariklarik penuh cahaya dihela tujuh kereta kuda, melintasi tujuh langit, menuju pintu surga telah ditinggalkannya kota utara berhujan waktu penuh kabut, angin kencang yang mengacungkan pedang ia pergi menuju bab terakhir dari sajak yang akan ditulisnya tentang peri cahaya yang membawa pergi semua cintanya “peri cahayaku sayang betapa sempurna malam di kelip kunangkunang,” kata penyair itu “tak ada kesedihan, airmata pun tak ada Kehilangan ini tak sebanding keindahan yang pernah bersinggah,” ujarnya lagi. Penyair itu mendongak ke langit, ke kumpulan awan menyerupai kekasihnya “Kau berada di tengah kemegahan yang selalu kutatap.” ucapnya, sambil Ia Menggerakan tanganya ke atas Menyentuh Wajah Kekasihnya Yang berpendar menjadi butiranbutiran cahaya Penyair itu menunduk, mengatupkan matanya Nafasnya berat Tangannya gemetar o… gumamnya, dan semua sendinya terasa terlepas kecuali hatinya yang kokoh bagai baja ia terhuyung, dan rebah di atas tanah yang basah tapi bukan oleh airmata tapi keringatnya yang berabadabad menjaga cintanya yang kini dibawa peri cahayanya ke surga hatinya tetap kuat, tak ada penyesalan, sekecil pun tak ada meski ia rebah di tengah kesunyian, rebah yang indah di tengah kelip kunangkunang yang menuntun matanya ke arah langit, mengagumi cahaya peri cintanya “kau telah di sana periku sayang Di balik tujuh lapisan langit, tak bisa kuraih meski dengan mati,” bisiknya “Tapi aku bahagia dan selalu baik Mengenang canda, dan kelakarkelakar aneh kita,” begitu katanya Seluruh tubuhnya bergetar Kecuali hatinya tetap kuat seperti baja o…gumamnya “Kau selalu bernama cinta,” tulisnya dibait terakhir sajaknya Lalu ia meletakan tangannya di atas tanah yang basah Tapi bukan oleh airmatanya Tapi oleh keringatnya yang abadabad menjaga cintanya o…raungnya…di ujung nafas terakhirnya Manado, 10 Desember 2010 PERI CAHAYA (3) Semalaman aku menjelajahi malam Di titik nol kota Mengintai jalanan senyap Dan waktu yang lelap di pucuk pohon berdaun merah Ia tak di sana Kemana ia Penyair Yang selalu berkisah tentang peri cahayanya Codot yang lelah Kelelawar menggelantung di cabang kapuk tua Burung hantu hitam Bersuara serentak seperti tangisan Di landai boulevard bau laut itu asin mengental dilontar angin mengencang tibatiba penyair itu harusnya di sini lelaki yang selalu membiarkan rambutnya bergerimis oleh kisahkisah cintanya yang diurainya seperti langit menebar bimasakti kemana ia jejaknya pun tak ada tak ada yang tahu ia kemana kecuali langit dan tanah tapi tak bisa bersuara semalaman aku menjelajahi malam hingga malam habis dimakan cahaya codok yang lelah kelelawar yang menggelantung di cabang kapuk tua burung hantu hitam serentak dihalau bunyi serine yang juga membawa pergi bau laut itu ke liang makamnya Manado, 11 Desember 2010 ZERO POIN Dik… Di zero poin cahaya itu jatuh Jalanan membujur empat arah Tak ramai lagi, tapi sunyi Kecuali hujan menyanyikan hatiku Aku ingin pulang dik Aku tak mungkin menulis lagi di malam sebegini larut Meski sajak yang kemarin itu lisut tak akan buatkan yang baru dik… aku harus memilih satu arah dari zero poin menapaki kedinginan yang membekukan ingataningatan tentang canda dan tawa kita di setiap ujung percakapan hingga hujan yang menyanyikan hatiku menenggelamkan kenangan itu sajak yang kau minta tak selesai kutulis karena aku tak bisa menyatukan perbedaan aku hanya bisa merangkai perbedaan menjadi keindahan dan itu tak mungkin katamu hingga cahaya itu jatuh di zero poin menjadi kepingankepingan kecil di mana jariku tak bisa meraihnya lagi Manado 14 Desember 2010
BUNGA ILALANG [UNTUK NITA TJINDARBUMI]
oleh Dimas Arika Mihardja pada 17 Desember 2010 jam 12:07

BUNGA ILALANG [UNTUK NITA TJINDARBUMI]



+ puisi ini ditulis untuk memenuhi permintaan khusus oleh Nita Tjindarbumi: bertunas dan lunaslah keindahan persahabatan di antara kita, saling dekap, berderap dan membuka tingkap dan jendela untuk cinta.



telah kaupetik bunga ilalang saat tubuhnya bergoyang

dan meregang di tengah terik matahari

"telah kupajang bunga ilalang itu di dadamu, kekasih"

begitulah, kerisik angin membisikkan nada cinta

di ujung senja



senja yang berpakaian bianglala lalu terpana

mengeja pendar pelangi makna yang ruah di kelopak bunga

ujung daun ilalang itu pun menjelma pedang

mencincang gelisah rasa yang buncah

"aku masih tengadah di sini, sayang"

begitulah, risalah cinta tak mengenal cuaca



cuaca memang acap tak terbaca

dan teraba. tetapi rabalah dada cinta

rebahlah sepenuh desah mengeja namanama pesona

"aku telah rebah dan berdesah sayang"

begitulah bunga ilalang merisalahkan desah

pasrah, tak kenal lelah ibadah.





bengkel puisi swadaya mandiri, 17-12-2010