Selasa, 30 November 2010

Monolog “SARIMIN” Butet Kartaredjasa
Diterbitkan Desember 11, 2007 Monolog , Teater 8 Komentar - komentar
Tag:Monolog, Sarimin, Teater

sarimin-butet-wp.jpg

UPAYA MEMANUSIAKAN GAGASAN

Bagaimana ide kreatif dan proses pengolahan gagasan monolog Sarimin yang ditulis Agus Noor dan dimainkan Butet Kartaredjasa berkembang? Inilah catatan seputar proses kreatif monolog Sarimin itu…

Ketika Pak Prajoto “memprovokasi” kami untuk mengangkat tema hukum dalam monolog, kami agak gemetar juga. Pertama, karena tema hukum sudah barang tentu sebuah tema yang besar dan (mungkin malah cenderung) abstrak. Tema seperti itu jelas akan membawa implikasi tersendiri: kalau kami tak hati-hati, maka kami akan terjebak dalam lakon yang bombastis dan jargonis. Kedua, persoalan hukum dengan segala carut-marutnya, barangkali sudah terlalu menjadi rahasia umum. Artinya, segala borok sistem hukum di republik ini, bukanlah hal yang aneh lagi. Bila kami melakonkan hal itu, sudah tentu akan menjadi truisme atau mengafirmasi apa yang sudah diketahui, yang berakibat bisa menjadi klise-klise yang makin membosankan.
Celakanya, Pak Projoto dengan kemampuan persuasifnya yang jauh lebih cerdas dibanding para juru kampanye yang ada di Indonesia, berhasil meyakinkan kami untuk mengolah tema hukum itu. Ia mengajak kami untuk memahami tema itu tidak melalui pengertian-pengertian abstrak, tetapi membawa kami pada “situasi” dan “kondisi” yang terjadi. Maka kami (dalam hal ini Butet Kartaredjasa dan Agus Noor) diajak oleh Pak Prajoto untuk melakukan pertemuan-pertemuan dan berdiskusi dengan Ruhut M. Pangaribuan. Dengan begitu fasih, Ruhut memberi gambaran situasional tentang sistem hukum dan peradilan. Terus terang, kami merasa tercerahkan.
Pertemuan-pertemuan itu telah membuat kami menemukan peluang untuk mulai menggarap lakon dimaksud. Paling tidak kami telah menemukan kata kunci: “situasi” — yakni kata kunci yang kami pikir bisa menjembatani tema dengan bentuk pertunjukan. Yakni, kami mesti masuk ke dalam “situasi” bukan “abstraksi”. Kami seperti menemukan jalan bagi pertunjukan kami nanti. Kami bayangkan, lakon adalah sebuah “situasi” yang mampu menghadirkan secara konkrit pengalaman seseorang (manusia) dalam proses dan sistem hukum itu. Dari situlah kami kemudian merancang satu cara bercerita dan struktur pertunjukan yang kira-kira bisa menghadirkan “situasi” itu. Situasi, dalam sebuah lakon, berarti peristiwa dan suasana. Maka pola bercerita lakon ini pun lebih bertumpu pada sebuah upaya untuk menghadirkan peristiwa dan suasana seperti itu.
Setidaknya, ini akan memberi penekanan yang berbeda di banding dengan lakon-lakon monolog yang telah kami kerjakan, seperti Matinya Toekang Kritik, misalnya. Bahkan, mungkin boleh dibilang keluar dari konvensi pertunjukan monolog pada umumnya. Kita tahu, pertunjukan monolog memiliki pola penceritaan yang cenderung langsung, lebih bersifat ujaran, satu story telling, dimana kisah diceritakan oleh aktor kepada penonton. Inilah yang ingin kami ubah dalam pertunjukan ini. Kami ingin mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan yang bisa dicapai oleh bentuk pertunjukan monolog. Yakni dengan cara mengindari “penceritaan langsung” itu seminim mungkin, dan lebih menekankan pada bagaimana caranya menghadirkan “situasi”, peristiwa dan suasana. Dengan kata lain, kisah tidak sekadar dituturkan, tetapi dihadirkan. Tokoh berada dalam situasi atau peristiwa yang secara konkrit muncul di panggung. Kira-kira begitu gagasannya.
Gagasan awal pertunjukan sudah kami bayangkan. Maka kami pun bertemu untuk rembugan artistik. Berkumpulah Butet Kartaredjasa, Agus Noor, Djaduk Ferianto, Ong Harry Wahyu. Agus datang dengan gagasan cerita: tentang seorang tukang topeng monyet keliling. Sosok inilah yang dianggap bisa merepresentasi gagasan tematik sekaligus artistik. Tukang topeng monyet bisa menjadi sebuah karakter, bisa menghadirkan sebuah suasana dan situasi, sekaligus topeng monyet itu menjadi titik pijak untuk menggarap artistik pertunjukan. Bayangan setting, tata panggung, pola pengadekan dibicarakan dengan penuh semangat. Agak aneh sebenarnya: karena naskahnya sendiri belum ada!!

Ini menjadi proses yang unik juga bagi kami. Biasanya, seperti dalam Matinya Toekang Kritik, naskah sudah selesai sebagai teks. Dari teks naskah itulah setiap yang terlibat menafsir, memberi solusi artistik, menambahkan, mengembangkan dan sebagainya. Lah ini, naskahnya (bahkan judulnya saja belum diputuskan) kok sudah ndakik-ndakik merancang artistik!
Pada akhirnya, naskah ditulis dengan suatu kesadaran untuk mengakomodasi (semua) gagasan artistik itu. Jadi sudah ada dua hal yang mulai nampak: satu, naskah mesti memilih cara untuk menghadirkan peristiwa dan suasana dalam struktur pernceritaannya; dua, membayangkan topeng monyet sebagai spirit pemanggungannya. Dua hal itulah, yang kemudian dalam proses latihan terus dikembangkan.
Pada tahap ini, kemudian judul Sarimin mulai dipilih (sebelumnya tokoh dalam lakon ini benama Saridin). Judul Sarimin, dianggap lebih bisa mewakili gagasan artistik, yakni spirit topeng monyet. Dengan judul Sarimin pula, lakon seakan menegaskan: bahwa ini adalah kisah tentang manusia bernama Sarimin. Yang jadi perhatian adalah nasib Sarimin. Progresi kejiwaan dan psikologis Sarimin. Jadi, kami melihat bahwa hukum hanyalah tema, tetapi lakon ini tetaplah bertitik tumpu pada kisah manusia. Judul itu, mungkin juga menjadi cara bagi kami untuk mentrans-form-asikan yang “abstrak” menjadi yang “situasi”, yang konkret. Di sini kami ingat Suyatna Anirun, bahwa lakon adalah upaya memanusiakan ide-ide, untuk menghadirkan manusia secara konkrit.
Dengan dasar dan spirit seni topeng monyet itulah, kami kemudian mengembangkan gagasan seputar “tata artistik yang organik”. Yaitu sebuah keinginan untuk memaksimalkan setiap elemen estetik pemanggungan, agar menjadi satu kesatuan dalam setiap pergantian suasana dan situasi yang ingin di capai tiap bagian. Terlibatnya Kill The DJ (a.k.a Marzuki) ke dalam proses latihan, makin meberikan solusi bagi konsep “artistik yang organik” itu. Bagaimana perubahan ruang dan waktu penceritaan, perubahan setting dan tempat peristiwa, dibentuk melalui elemen-elemen artistik yang multi fungsi. Semua elemen setting menjadi kesatuan yang organis dalam pertunjukan. Semua itu ditempuh sebagai upaya untuk memecahkan ruang penceritaan yang memang lumayan banyak, sebagai akibat dari upaya menghadirkan peristiwa itu
Cara seperti itu, kemudian juga kami sadari, ialah sebuah cara bagi kami untuk tidak melakukan pengulangan tekhnis atas apa yang telah kami lakukan sebelumnya. Dengan tata artistik yang organik itu maka lakon-monolog Sarimin ini menghindarkan diri pada kecanggihan tekhnologi (sebagaimana dalam Matinya Toekang Kritik, misalnya). Pada Sarimin kami lebih mengembangkan trik-trik, spectakle, gimick pemanggungan. Ini juga kami tempuh untuk lebih banyak menciptakan kejadian, peristiwa. Di samping hal itu memang akan membuat pertunjukan Sarimin ini lebih organik, sebagaimana yang kami bayangkan.
Semua itu, tentu saja sebuah proses yang sebenarnya terus kami cari dan kembangkan. Segala istilah dan konsepsi yang muncul dalam tulisan ini, hanyalah sekadar sebuah upaya kami untuk menuliskan apa yang telah dan sedang kami lakukan dalam mempersiapkan monolog Sarimin ini. Sebuah proses kreatif, konon banyak yang mengatakan, muskil untuk dijelaskan. Tapi kami percaya, menuliskan proses kreatif, apalagi proses kreatif dalam mempersiapkan sebuah pertunjukan, akan bisa menjelaskan bagaimana sebuah ide berjalan dan berkembang. Dan ia tidak sendirian.
Itulah sebabnya, teater tak pernah berdiam di menara gading!
Syaikh Musthafa Ismail (Syaiknya para Qurra’)
oleh Kembang Anggrek pada 01 Desember 2010 jam 7:52



Syaikh Musthafa Ismail terlahir ke dunia yang penuh rahmat dan barakah ini pada tanggal 17 juni 1905 di muhafazhah bagian barat Mesir, tepatnya di desa Mayit Ghazal yang jaraknya 18 km dari kota Thanta (penduduk masjid Al Ahmadi). Dengan suaranya yang merdu nun indah mampu mengguncangkan pun menggetarkan dada para pendengarnya, dengan kelebihan yang dimilikinya itulah sehingga membuat kakeknya lebih menyayanginya ketimbang cucu-cucu yang lainnya.



Bentuk perhatian lebih yang diberikan sang kakek terhadap sang cucu terkasihnya tidak dengan cara memanjakannya, akan tetapi sang kakek terus menggemblengnya sejak Musthafa Ismail kecil berumur 6 tahun, dimasa kecilnya beliau terus dan terus dicekokin dengan pelajaran yang berbasic Al-qur’an. Adapun guru beliau yang lain adalah Syaikh Abdurrahman Abu Aini dan Syaikh Muhammad Abu Hasyisy yang mengajarkan kepada beliau ‘ulumul hadits dan tajwid. Semangat yang terdapat dalam jiwa Musthafa Ismail kecil sangat luar biasa, dimana anak-anak sebaya beliau kala itu terbuai dengan indahnya permainan, Musthafa Ismail kecil sudah mengumandangkan adzan di masjid, setelah mengumandangkan adzan beliau menyibukkan dirinya dengan melantunkan ayat-ayat suci Al-qur’an dengan suara merdunya, hingga membuat takjub para pendengarnya, lalu dari salah satu pendengarnya ada yang memberikan usulan kepada kakeknya untuk memasukkan beliau di Ma’had Al-ahmadi, akhirnya beliau pun tecatat sebagai Thalib Al-ma’had Al-ahmadi, ketika itu beliau berumur 16 tahun.



Selain dikaruniai oleh Allah SWT berupa suara yang indah, beliau juga sangat rendah hati dan tidak sombong, kala itu beliau sempat diwawancarai oleh salah satu koresponden yang tidak mahu disebutkan namanya, dalam wawancara tersebut beliau berkata “Pada waktu itu aku sudah tua. Perkara yang memotifasiku untuk masuk test (yang membuatnya layak masuk ke Ma’had Al-ahmadi) adalah keinginanku untuk memperdalam Al-qur’an”. Dan akhirnya betul-betul sukses, beliau resmi menjadi santri Ma’had Al-ahmadi pada tahun 1917 dan berhasil mendapatkan syahadah (ijazah) serta syahadah (guru) dari Al-azhar As-syarif, setelah itu beliau bertempat tinggal di Thanta sebelum berpindah ke Kairo. Beliau sangat bahagia dengan keberadaan Syaikh Muhammad Rif’at di Thanta, beliau mengekspresikan rasa sukanya terhadap Syaikh Muhammad Rif’at dengan cara selalu aktif mengikuti pengajian yang diadakan oleh Syaikh Muhammad Rif’at, hingga membuat Syaikh Muhammad Rif’at terkagum-kagum dengan keindahan suara yang dimilikinya juga tak lupa mendoakannya, dimana isi doa Syaikh Muhammad Rif’at kepada Syaikh Musthafa Ismail seperti ini “Semoga Allah memberkati kamu dan kamu akan menjadi berkah bagi semua manusia”. Allah SWT pun mengabulkannya. Kini nama beliau mengaung-ngaung di segala penjuru dunia lantaran suara indahnya melantunkan ayat-ayat suci Al-qur’an, sehingga mampu memberikan spirit ruhaniah kepada pendengarnya, ini menunjukkan betapa agungnya nilai Al-qur’an diturunkan ke bumi ini.



Raja Faruq sangat menyukai suara Syaikh Musthafa Ismail, sehingga sang raja sudi mengangkat beliau untuk menjadi Qari’ kerajaan ketika itu, sesekali raja Faruq mengundang beliau untuk datang ke istana kerajaan guna menyenandungkan deretan ayat Al-qur’an dengan suara emasnya. Presiden Mesir Gamal Abdul Naser pun tak segan-segan memberikan penghargaan kepada beliau berupa laqab (gelar/julukan) ‘Idul ‘Ilmi pada tahun 1965, dilain hari medali keutamaan dari presiden Husni Mubarrak pun melayang ke tangan sang Qari’ dunia Syaikh Musthafa Ismail.



Beliau tak hanya berdiam diri di qaryah Thanta, beliau menyempatkan diri untuk mengelilingi dunia selagi nyawa masih dikandung badan, Afrika, Turki dan Negara semenanjung arab beliau kelilingi guna menjalankan misi kitabullah. Pernah beliau berkunjung ke Palestina bersama presiden Anwar Sadat dan beliau juga yang di tunjuk sebagai imam masjid di sana, tepatnya masjid Al-aqsa serta membaca barisan kata dalam Al-quran Al-karim.



Beliau wafat pada tanggal 23 desember 1978 di kota Kairo memenuhi panggilan Tuhan sang pencipta semesta alam, kurang lebih 73 tahun beliau menjadi Qari’ dunia dengan suara yang Subhanallah indahnya, beliau juga mengajarkan kepada kita khususnya penulis tentang arti sebuah semangat untuk meraih segudang mimpi, mimpi sekecil batu kerikil itu bisa diraih dengan mudah kalau dalam diri kita tertanam kata SEMANGAT yang luar biasa, dengan adanya semangat itulah, maka sedikit demi sedikit keinginan untuk bisa itu akan tumbuh.



Dengan membaca kisah hidup Syaikhnya para Qurra’; Syaikh Musthafa Ismail, semoga Allah menjadikan kita sebagai manusia yang berjiwa Qur’ani, ikhlas, rendah hati juga tidak sombong seperti beliau, dan tak lupa semoga kita di berkahi olehnya; Allah SWT. Amin
Syaikh Musthafa Ismail (Syaiknya para Qurra’)
oleh Kembang Anggrek pada 01 Desember 2010 jam 7:52



Syaikh Musthafa Ismail terlahir ke dunia yang penuh rahmat dan barakah ini pada tanggal 17 juni 1905 di muhafazhah bagian barat Mesir, tepatnya di desa Mayit Ghazal yang jaraknya 18 km dari kota Thanta (penduduk masjid Al Ahmadi). Dengan suaranya yang merdu nun indah mampu mengguncangkan pun menggetarkan dada para pendengarnya, dengan kelebihan yang dimilikinya itulah sehingga membuat kakeknya lebih menyayanginya ketimbang cucu-cucu yang lainnya.



Bentuk perhatian lebih yang diberikan sang kakek terhadap sang cucu terkasihnya tidak dengan cara memanjakannya, akan tetapi sang kakek terus menggemblengnya sejak Musthafa Ismail kecil berumur 6 tahun, dimasa kecilnya beliau terus dan terus dicekokin dengan pelajaran yang berbasic Al-qur’an. Adapun guru beliau yang lain adalah Syaikh Abdurrahman Abu Aini dan Syaikh Muhammad Abu Hasyisy yang mengajarkan kepada beliau ‘ulumul hadits dan tajwid. Semangat yang terdapat dalam jiwa Musthafa Ismail kecil sangat luar biasa, dimana anak-anak sebaya beliau kala itu terbuai dengan indahnya permainan, Musthafa Ismail kecil sudah mengumandangkan adzan di masjid, setelah mengumandangkan adzan beliau menyibukkan dirinya dengan melantunkan ayat-ayat suci Al-qur’an dengan suara merdunya, hingga membuat takjub para pendengarnya, lalu dari salah satu pendengarnya ada yang memberikan usulan kepada kakeknya untuk memasukkan beliau di Ma’had Al-ahmadi, akhirnya beliau pun tecatat sebagai Thalib Al-ma’had Al-ahmadi, ketika itu beliau berumur 16 tahun.



Selain dikaruniai oleh Allah SWT berupa suara yang indah, beliau juga sangat rendah hati dan tidak sombong, kala itu beliau sempat diwawancarai oleh salah satu koresponden yang tidak mahu disebutkan namanya, dalam wawancara tersebut beliau berkata “Pada waktu itu aku sudah tua. Perkara yang memotifasiku untuk masuk test (yang membuatnya layak masuk ke Ma’had Al-ahmadi) adalah keinginanku untuk memperdalam Al-qur’an”. Dan akhirnya betul-betul sukses, beliau resmi menjadi santri Ma’had Al-ahmadi pada tahun 1917 dan berhasil mendapatkan syahadah (ijazah) serta syahadah (guru) dari Al-azhar As-syarif, setelah itu beliau bertempat tinggal di Thanta sebelum berpindah ke Kairo. Beliau sangat bahagia dengan keberadaan Syaikh Muhammad Rif’at di Thanta, beliau mengekspresikan rasa sukanya terhadap Syaikh Muhammad Rif’at dengan cara selalu aktif mengikuti pengajian yang diadakan oleh Syaikh Muhammad Rif’at, hingga membuat Syaikh Muhammad Rif’at terkagum-kagum dengan keindahan suara yang dimilikinya juga tak lupa mendoakannya, dimana isi doa Syaikh Muhammad Rif’at kepada Syaikh Musthafa Ismail seperti ini “Semoga Allah memberkati kamu dan kamu akan menjadi berkah bagi semua manusia”. Allah SWT pun mengabulkannya. Kini nama beliau mengaung-ngaung di segala penjuru dunia lantaran suara indahnya melantunkan ayat-ayat suci Al-qur’an, sehingga mampu memberikan spirit ruhaniah kepada pendengarnya, ini menunjukkan betapa agungnya nilai Al-qur’an diturunkan ke bumi ini.



Raja Faruq sangat menyukai suara Syaikh Musthafa Ismail, sehingga sang raja sudi mengangkat beliau untuk menjadi Qari’ kerajaan ketika itu, sesekali raja Faruq mengundang beliau untuk datang ke istana kerajaan guna menyenandungkan deretan ayat Al-qur’an dengan suara emasnya. Presiden Mesir Gamal Abdul Naser pun tak segan-segan memberikan penghargaan kepada beliau berupa laqab (gelar/julukan) ‘Idul ‘Ilmi pada tahun 1965, dilain hari medali keutamaan dari presiden Husni Mubarrak pun melayang ke tangan sang Qari’ dunia Syaikh Musthafa Ismail.



Beliau tak hanya berdiam diri di qaryah Thanta, beliau menyempatkan diri untuk mengelilingi dunia selagi nyawa masih dikandung badan, Afrika, Turki dan Negara semenanjung arab beliau kelilingi guna menjalankan misi kitabullah. Pernah beliau berkunjung ke Palestina bersama presiden Anwar Sadat dan beliau juga yang di tunjuk sebagai imam masjid di sana, tepatnya masjid Al-aqsa serta membaca barisan kata dalam Al-quran Al-karim.



Beliau wafat pada tanggal 23 desember 1978 di kota Kairo memenuhi panggilan Tuhan sang pencipta semesta alam, kurang lebih 73 tahun beliau menjadi Qari’ dunia dengan suara yang Subhanallah indahnya, beliau juga mengajarkan kepada kita khususnya penulis tentang arti sebuah semangat untuk meraih segudang mimpi, mimpi sekecil batu kerikil itu bisa diraih dengan mudah kalau dalam diri kita tertanam kata SEMANGAT yang luar biasa, dengan adanya semangat itulah, maka sedikit demi sedikit keinginan untuk bisa itu akan tumbuh.



Dengan membaca kisah hidup Syaikhnya para Qurra’; Syaikh Musthafa Ismail, semoga Allah menjadikan kita sebagai manusia yang berjiwa Qur’ani, ikhlas, rendah hati juga tidak sombong seperti beliau, dan tak lupa semoga kita di berkahi olehnya; Allah SWT. Amin
- PESONA STRATEGI LITERER AGUS NOOR
Diterbitkan Maret 14, 2010 Buku Tinggalkan a Komentar
Tag:Buku Agus Noor, Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia

[ Jawa Pos, Minggu, 14 Maret 2010 ]

PESONA STRATEGI LITERER AGUS NOOR

Oleh: Satmoko Budi Santoso *)

Judul Buku: Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia
Pengarang: Agus Noor
Penerbit: Bentang Jogjakarta
Cetakan: Pertama, Februari 2010
Tebal Buku: 166 halaman

CERPENIS Agus Noor kembali menerbitkan kumpulan cerpen. Tajuknya cukup menggugah: Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia. Kejutan apakah yang terjadi di dalamnya?
Agus Noor masih menunjukkan kepiawaian sebagai pencerita di dalam sejumlah cerpennya kali ini. Rupanya, sebagian merupakan perwujudan konseptualisasi ”cerpen mini” sebagaimana kredo yang pernah dilansir Agus di sebuah media massa. ”Cerpen mini”? Ya, cerpen yang menurut Agus sanggup meringkus sejumlah peristiwa dalam satu narasi pendek.

Strategi literer yang dikembangkan dalam kumpulan cerpennya kali ini juga masih cukup setia pada kisah seputar cinta dan konsistensi menggumuli berbagai persoalan sosial-kemasyarakatan. Yang menarik adalah cara ungkap terhadap berbagai hal tersebut. Agus membungkusnya dengan nuansa surealis, absurd, dan jenaka.

Lihatlah, misalnya, pada cerpen bertajuk Perihal Orang Miskin yang Bahagia (hlm 153-166), yang juga pernah dimuat di Jawa Pos. Dalam cerpen tersebut, Agus memainkan imaji bahwa orang miskin bisa saja tetap merasa bahagia dengan kemiskinannya. Bahkan, dalam sejumlah hal, dia malah bisa mengeksploitasi kemiskinan tersebut menjadi menguntungkan dalam konteks perjalanan nasib ke depan. Digambarkan oleh Agus bahwa orang miskin ternyata malah bisa berobat dengan nyaman, cukup menunjukkan kartu tanda pengenal yang merupakan penegas status sosialnya sebagai orang miskin.

Cara pandang penceritaan semacam itu tentu saja menjadi bernilai relevan, mempunyai nilai kontekstualisasi dengan kondisi masyarakat kita kini. Betapa banyak kamuflase atas nasib yang menimpa dan berusaha ditutupi dengan cara pemanfaatan penderitaan itu sendiri demi target sejumlah kemudahan dan pemakluman. Kekuatan literer semacam itu terletak pada teknik penceritaan yang memuat kedalaman kenaifan dengan bumbu kejenakaan yang sublim.

Membaca karya-karya Agus, tentu yang terutama didapat adalah soal kecerdikan pengolahan tema keseharian. Hubungan frasa per frasa, antarkalimat yang dibangun, hampir selalu ”menohok”, penuh upaya eksperimentasi gagasan. Dengan cara seperti itu, tema tertentu yang digarap, seperti tentang kematian, tampak begitu menggelitik dibaca karena sodoran sudut pandang alternatif yang diberikan teks tersebut.

Hal itu tampak pada cerpen yang bertajuk Variasi bagi Kematian yang Seksi yang terbagi menjadi dua subjudul, yakni Variasi Kematian Pertama dan Variasi Kematian Kedua. Kedua subjudul itu menceritakan perihal betapa misterius datangnya kematian, dengan kemungkinan adanya percakapan antara diri yang akan atau sudah mati dengan kontras tokoh di luar dirinya. Kisah tersebut dibangun dengan alur absurdis, meskipun tetap menyisakan kejelasan pada bagian ending (akhir cerita). Misalnya, ternyata, pada subjudul pertama, kematian itu sudah terjadi pada pukul 09.00. Lantas pada subjudul kedua, kematian itu datang sebelum sang tokoh bercerita kepada orang lain. Padahal, si tokoh tersebut ingin sekali menceritakan.

Contoh atas dua cerpen Agus di atas, saya anggap sebagai bagian cukup penting untuk menandai ”puncak-puncak” capaian estetik kehadiran kumpulan cerpen ini. Dari dua cerpen tersebut, bisa disidik bahwa Agus sangat tahu pilihan sudut pandang penceritaan yang mengundang rasa penasaran. Aspek fiksionalitas yang dibangun Agus pun merupakan fiksionalitas yang merangsang nalar menjadi selalu kritis. Hampir tidak ada kesan ketergesa-gesaan atau kedodoran dalam menggarap alur. Itulah yang membuat Agus tampak selalu mempunyai ”napas panjang” dalam mengatur ritme penceritaan.

Meminjam rumusan sastrawan Bakdi Soemanto, hal itu merujuk pada penghadiran cerpen-cerpen yang engaging. Yakni, sodoran kata-kata dalam alur penceritaan yang dibangun selalu mengundang pesona. Bahkan, jika dicermati secara jeli, bangunan kata yang dipilih Agus merupakan diksi selektif, dengan kecenderungan susunan frasa yang mengarah pada penulisan ”tertib sajak”. Seperti yang terkesan sangat kuat dan menonjol pada cerpen Perihal Orang Miskin yang Bahagia tersebut.

Apakah kemudian apa yang dicapai Agus adalah otentik? Saya kira, itu masalah lain. Itu pulalah yang sesungguhnya menarik dibedah lebih jauh. Jika itu terjadi pada saya, ternyata sebagai reseptor, saya cukup susah membebaskan teks cerpen Agus dalam kemandirian, tanpa anasir intertekstualitas atau keterpengaruhan yang kuat atas teks lain di luar bangunan teks Agus sendiri. Meski, di dalam ranah kajian sastra, adanya fenomena intertekstualitas merupakan kewajaran.

Memang, hanya satu cerpen Agus yang mempunyai indikasi kuat terinspirasi cara penyair Joko Pinurbo membangun narasi cerita dalam sajak. Yakni, cerpen Perihal Orang Miskin itu.

Pada cerpen lain, seperti Kartu Pos dari Surga, Permen, 20 Keping Puzzle Cerita dan Episode, Agus berhasil membebaskan diri dari rujukan teks Joko Pinurbo yang rupanya memang sengaja menjadi acuan. Otentisitas yang ditemani bayangan intertekstualitas itu tentu saja mengkhawatirkan. Semestinya, kemungkinan intertekstualitas yang cenderung verbal semacam itu tak lagi menjerat. Dapat dilepaskan secara baik-baik. Bagaimana? (*)

*) pencinta sastra. Tinggal di Jogjakarta
agusnoorfiles Maret 14, 2009 pukul 4:09 pm

mungkin aku ada sedikit saran, yang bisa dipakai untuk memulai “belajar” menulis. Pertama, untuk menjadi penulis yang bagus harus bisa menyusun bahasa atau kalimat yang bagus dulu. DUlu, saya memulai dari nasehat ini juga.
Saya, mula-mula menulis, tidak dengan harapan berhasil menuliskan satu cerpen. tetapi belajar dulu menyusun bahasa, dalam hal ini diskripsi. Nah, kamu bisa memulai, misalkan mendiskripsikan ruangan di mana kamu kerja. Atau kamar kamu. Atau rumah kamu. Kemudian bisa juga kamu belajar dulu mendiskripsikan orang-orang yang kamu anggap menarik: matanya, wajahnya, cara jalannya, atau sesuatu yang menarik dari orang itu. nah, itu akan membentuk kemampuanmu menyusun kalimat. atau kamu bisa menulsikan peristwa dalam satu harimu, lanaskap yg kamu lihat, gerimis, hujan, bunga dan sebagainya. Ini akan berguna akan kita menjadi lancar terlebih dulu menyusun kalimat, membangun metafora, gaya bahasa dan sebagainya.
Soalnya, bila belum-belum kita ngotot bisa menghasilkan satu kisah, alih-alih berhasil kadangkala malah frustasi. Cobalah ini dulu. Bila kamu sudah merasa lanacr dan mahir, mulailah menyusun satu plot cerita..
Yang kita terima dari Tuhan
adalah yang terbaik.

TETAPI, terbaik bagi tingkat upayakita SAAT ini.
...
Jika kita meningkatkan upaya
dan kualitas proses kerja,
kita akan menerima yang lebih baik lagi.

Yang terbaik dari Tuhan itu,
sifatnya tumbuh, tidak statis dan
tidak menganjurkan sikap menyerah.

Maka janganlah Anda hentikan upaya
dan kurangi kualitas kerja Anda.

Semuanya masih bisa menjadi lebih baik.

Mario Teguh
http://agusnoorfiles.wordpress.com/2008/06/27/cerpen-kompas-pilihan-cinta-di-atas-perahu-cadik/
http://cerpenkompas.wordpress.com/about/
HIDUP itu jadi orang BAIK, tapi belum cukup, perlu menjadi KUAT untuk
berjuang,
PEKA untuk menjadi arif dan IKLAS untuk menjadi sebenarnya
manusia atas realita...
BELAJAR PHOTOSHOP

Link-link di Ilmuphotoshop yang mungkin berguna

Banyak yang minta kesaya untuk dibikinin tutorial dari Teori terus baru masuk ke tutorialnya.. padahal saya udah bikin itu sebelum saya bikin tutorial aplikasi.

Ketauan pada males nyari yah.. tinggal nyari di web ilmuphotoshop aja pada males.. apalagi disuruh nulis tutorial :P … hehehe..

Ternyata gak kerasa saya udah posting banyak banget tutorial photoshop .. Ini saya sudah rangkum jadi satu halaman..

Yang udah langganan tutorial lewat email, postingan ini akan nyampe juga kok nanti ke email.. jadi kalo nyari tutorial yang dibutuhin gak susah..



Teori Dasar Photoshop

Area kerja Photoshop
Kenalan dengan Adobe Photoshop
Tool-tool photoshop
Tool-tool photoshop..sambungan
Tool-tool lain yang penting di Adobe Photoshop

Tutorial Dasar

Membuat foto di dalam Text
Membuat Bayangan suatu Image
Merubah warna mata
Menganalisa Gambar dengan Histogram di Photoshop
Auto Blend Keren (CS3)
Bermain dengan Gradient
Cara mudah mempertajam gambar
Membuat Warna berbeda dalam 1 gambar
Membuat Kumis & Jenggot dengan Photoshop
Membuat Efek Pecah pada foto
Membuat Bingkai Sederhana dengan Mudah!
Marhaban Yaa Ramadhan..
Cara-cara meng-Clone ( Kloning )
Membuat ZebraCar
Membuat Text dengan List Bertumpuk
No Smoking!
Cara gampang membuat Gold TEXT effect
Membuat Bubble sederhana
Membuat Gumpalan Air ( WaterDrop) di Foto
Dasar-dasar membuat Efek Starburst dengan Photoshop
eknik Dasar Resize Image, Warna Sephia dan Menghilangkan Background
Efek Cat Air pada Foto
Memperhalus Foto HandPhone yang Resolusi Rendah
Dasar-dasar Menggambar Vektor dengan Photoshop
Menggambar Vektor (Vector) dengan Photoshop
Belajar Membuat Animasi Dengan Photoshop
Membuat Efek Kembar
Membuat Foto Wedding ( Menggabungkan 2 gambar)
Membuat Animasi Berubah bentuk dengan Photoshop
Membuat “Real” Tatoo
Membuat Historical Foto Buat Hiasan Dinding
Membuat Efek Cinema pada Foto
Membuat Gulungan Pada Foto ( Peeling )
Tips Membuat Header Website atau Blog dengan Mudah
Foto Luna Maya Terbakar!
Foto Efek : Cara Mudah Membuat Foto Jadul
Foto Sandra Dewi Dibuat Hitam Putih tapi Glamor
Memoles Foto Bunga Citra Lestari ( foto BCL ) dengan efek Retro Color
Efek Grid pada Foto Tamara Bleszynski
Photo First Aid ( Pertolongan Pertama Pada Foto )
Menghilangkan Kerutan di Wajah dengan Photoshop
Cara Melekin Mata yang tertutup waktu difoto
Membuat Signature / watermark dengan Brush Buatan Sendiri
Membuat Efek yang gak Extreme but Nice
Efek Soft Tone pada Foto
Video Tutorial Bisu – Membuat Lingakaran 3D dengan bayangannya
Efek dua TOne dalam 1 foto
Belajar Mewarnai Foto dengan Gradient Map
Membuat Efek Highlight pada Foto Rossa
Membuat Efek Foto Kanvas
Cara lain menghaluskan Wajah dengan Photoshop
Cara Memasukan Foto Cinta Laura ke dalam Template

Tutorial Menengah

Membuat Text Transparan
Membuat Efek Matrix ( Simpel banget )
Bikin LCD Monitor Keren
Membuat Wallpaper Garang.
Membuat background keren lagi yuk!
Desain Foto buat di cetak..
Membuat Pas foto Murah dengan Photoshop!
Membuat Pasfoto Sendiri
Mengubah musim dengan Photoshop
Membuat Batik pake Photoshop
Design Web 2 Style.
Membuat Efek 3D dengan “Lighting Effect”
Edit foto dengan Efek Oil Painting
Efek Infra Merah Pada Photography
Efek HDR (High Dynamic Range) dengan Photoshop
Membuat Huruf 3D
Design dengan PEN tool
Membuat Kartu Lebaran Sederhana
Cara Make Over wajah dengan mudah
Berkreasi dengan foto..biar lebih keren..
Membuat Efek kayu dan Warna Terkelupas..
Membuat CD ( Compact Disc ) dan bukan Celana Dalem :p
Cara Mudah Membuat Sketsa Pensil dari Foto
Membuat kayak foto beneran ( 3d Realistic photo)
Cara Mengubah Photo jadi Kartun
Menguruskan Badan dengan Mudah..
Membuat Foto Text
Membuat Chrome Text Effect
Membuat Bendera Kusut
Photo Effect – Gak tau efek apaan nih!
Teknik Dasar Membuat Efek Mozaik dengan Background Gambar
Membuat Effect Keren Dalam 1 Menit!
Memperbaiki Foto yang Rusak
Realistic Photo Object
Bermain Lighting Effect
Membuat Effect Taped ( Solasi Bening)
Beauty Butterfly Girl
Photo In a Box
Membuat Efek Perangko
Membuat Anyaman dari Foto dengan Photoshop tentunya..
Tutorial Photoshop : Membuat Efek Foto didalam foto :o
Membuat Efek Manga pake Photoshop
Membuat Wallpaper Dian Sastro pake Efek Futuristik
Membuat Header Website / Blog yang lebih Artistik dengan Mudah
Membuat Efek Bola Kristal dengan Mudah
Membuat Bingkai Kayu Realistik pada Foto Miyabi a.k.a Maria Ozawa
Membuat Foto Kartun Tapi bukan Gambar Vektor
Efek Dream Photoshop
Membuat Ucapan Happy Birthday
Foto Marilyn Monroe dibuat tidak Jadul
Membuat Efek Dave Hill
Foto Choki Sitohang dengan Efek Avatar
Membuat Efek Urban dengan Adobe Photoshop
Membuat Efek Retro Glamor di Foto Dewi Sandra
Tutorial Membuat Efek Grunge pada Foto
Membuat Bola Jabulani (Bola Piala Dunia 2010) dengan Photoshop
Membuat Polar Effect dengan Filter Polar Coordinates
Membuat Efek Photo Booth pada Foto Krisdayanti

Semoga bermanfaat.. Selamat belajar



Artikel Link-link di Ilmuphotoshop yang mungkin berguna ini dipersembahkan oleh Tutorial Photoshop Gratis. Kunjungi Wallpaper, Font, Desktop Theme Gratis Pokoknya Serba Gratis. Baca Juga Adobe Photoshop Tutorials

Contextual Teaching and Learning (CTL)
Sampai saat ini, pendidikan di Indonesia masih didominasi oleh kelas yang berfokus pada guru sebagai utama pengetahuan, sehingga ceramah akan menjadi pilihan utama dalam menentukan strategi belajar. Sehingga sering mengabaikan pengetahuan awal siswa.Untuk itu diperlukan suatau pendekatan belajar yang memberdayakan siswa. Salah satu pendekatan yang memberdayakan siswa dalah pendekatan kontekstual (CTL).
CTL dikembangkan oleh The Washington State Concortium for Contextual Teaching and Learning, yang melibatkan 11 perguruan tinggi, 20 sekolah dan lembaga-lembaga yang bergerak dalam dunai pendidikan di Amerika Serikat. Salah satu kegiatannya adalah melatih dan memberi kesempatan kepada guru-guru dari enam propinsi di Indonesia untuk belajar pendekatan kontekstual di Amerika Serikat, melalui Direktorat SLTP Depdiknas
Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (US Departement of Education, 2001). Dalam konteks ini siswa perlu mengerti apa makna belajar, manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya. Dengan ini siswa akan menhadari bahwa apa yang mereka pelajari berguna sebagai hidupnya nanti. Sehingga, akan membuat mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal yang bermanfaat untuk hidupnya nanti dan siswa akan berusaha untuk meggapinya.
Tugas guru dalam pembelajaran kontekstual adalah membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih berurusan dengan trategi daripada memberi informasi. Guru hanya megelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan suatu yang baru bagi siswa. Proses belajar mengajar lebih diwarnai Student centered daripada teacher centered. Menurut Depdiknas guru harus melaksanakan beberapa hal sebagai berikut: 1) Mengkaji konsep atau teori yang akan dipelajari oleh siswa . 2) Memahami latar belakang dan pengalaman hidup siswa melalui proses pengkajian secara seksama. 3) Mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa yang selanjutnya memilih dan mengkaiykan dengan konsep atau teori yang akan dibahas dalam pembelajaran kontekstual. 4) Merancang pengajaran dengan mengkaitkan konsep atau teori yang dipelajari dengan mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki siswa dan lingkungan hidup mereka. 5) Melaksanakan penilaian terhadap pemahaman siswa, dimana hasilnya nanti dijadikan bahan refeksi terhadap rencana pemebelajaran dan pelaksanaannya.
Dalam pengajaran kontekstual memungkinkan terjadinya lima bentuk belajar yang penting, yaitu mengaitkan (relating), mengalami (experiencing), menerapkan (applying), bekerjasama (cooperating) dan mentransfer (transferring).

1. Mengaitkan adalah strategi yang paling hebat dan merupakan inti konstruktivisme. Guru menggunakan strategi ini ketia ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan informasi baru.
2. Mengalami merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti menghubungkan informasi baru dengan pengelaman maupun pengetahui sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan serta melakukan bentuk-bentuk penelitian yang aktif.
3. Menerapkan. Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan pemecahan masalah. Guru dapet memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang realistic dan relevan.
4. Kerjasama. Siswa yang bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan yang signifikan. Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit bantuan. Pengalaman kerjasama tidak hanya membanti siswa mempelajari bahan ajar, tetapi konsisten dengan dunia nyata.
5. Mentransfer. Peran guru membuat bermacam-macam pengelaman belajar dengan focus pada pemahaman bukan hapalan.

Menurut Blanchard, ciri-ciri kontekstual: 1) Menekankan pada pentingnya pemecahan masalah. 2) Kegiatan belajar dilakukan dalam berbagai konteks 3) Kegiatan belajar dipantau dan diarahkan agar siswa dapat belajar mandiri. 4) Mendorong siswa untuk belajar dengan temannya dalam kelompok atau secara mandiri. 5) Pelajaran menekankan pada konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda. 6) Menggunakan penilaian otentik
Menurut Depdiknas untuk penerapannya, pendekatan kontektual (CTL) memiliki tujuah komponen utama, yaitu konstruktivisme (constructivism), menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning), masyarakat-belajar (Learning Community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian yang sebenarnya (Authentic). Adapaun tujuh komponen tersebut sebagai berikut:

1. Konstruktivisme (constructivism)

Kontruktivisme merupakan landasan berpikir CTL, yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, mengingat pengetahuan tetapi merupakan suatu proses belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental mebangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur pengetahuanyang dimilikinya.

1. Menemukan (Inquiry)

Menemukan merupakan bagaian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual Karen pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Kegiatan menemukan (inquiry) merupakan sebuah siklus yang terdiri dari observasi (observation), bertanya (questioning), mengajukan dugaan (hiphotesis), pengumpulan data (data gathering), penyimpulan (conclusion).

1. Bertanya (Questioning)

Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari bertanya. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaan berbasis kontekstual. Kegiatan bertanya berguna untuk : 1) menggali informasi, 2) menggali pemahaman siswa, 3) membangkitkan respon kepada siswa, 4) mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa, 5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa, 6) memfokuskan perhatian pada sesuatu yang dikehendaki guru, 7) membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, 8) untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.

1. Masyarakat Belajar (Learning Community)

Konsep masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama dari orang lain. Hasil belajar diperolah dari ‘sharing’ antar teman, antar kelompok, dan antar yang tau ke yang belum tau. Masyarakat belajar tejadi apabila ada komunikasi dua arah, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar.

1. Pemodelan (Modeling)

Pemodelan pada dasarnya membahasakan yang dipikirkan, mendemonstrasi bagaimana guru menginginkan siswanya untuk belajar dan malakukan apa yang guru inginkan agar siswanya melakukan. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan ,elibatkan siswa dan juga mendatangkan dari luar.

1. Refleksi (Reflection)

Refleksi merupakan cara berpikir atau respon tentang apa yang baru dipelajari aau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan dimasa lalu. Realisasinya dalam pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi yang berupa pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu.

1. Penilaian yang sebenarnya ( Authentic Assessment)

Penialaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberi gambaran mengenai perkembangan belajar siswa. Dalam pembelajaran berbasis CTL, gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami pembelajaran yang benar. Fokus penilaian adalah pada penyelesaian tugas yang relevan dan kontekstual serta penilaian dilakukan terhadap proses maupun hasil

sumber: http://ipotes.wordpress.com/2008/05/13/pendekatan-kontekstual-atau-contextual-teaching-and-learning-ctl/
Contextual Teaching and Learning (CTL)
Sampai saat ini, pendidikan di Indonesia masih didominasi oleh kelas yang berfokus pada guru sebagai utama pengetahuan, sehingga ceramah akan menjadi pilihan utama dalam menentukan strategi belajar. Sehingga sering mengabaikan pengetahuan awal siswa.Untuk itu diperlukan suatau pendekatan belajar yang memberdayakan siswa. Salah satu pendekatan yang memberdayakan siswa dalah pendekatan kontekstual (CTL).
CTL dikembangkan oleh The Washington State Concortium for Contextual Teaching and Learning, yang melibatkan 11 perguruan tinggi, 20 sekolah dan lembaga-lembaga yang bergerak dalam dunai pendidikan di Amerika Serikat. Salah satu kegiatannya adalah melatih dan memberi kesempatan kepada guru-guru dari enam propinsi di Indonesia untuk belajar pendekatan kontekstual di Amerika Serikat, melalui Direktorat SLTP Depdiknas
Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (US Departement of Education, 2001). Dalam konteks ini siswa perlu mengerti apa makna belajar, manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya. Dengan ini siswa akan menhadari bahwa apa yang mereka pelajari berguna sebagai hidupnya nanti. Sehingga, akan membuat mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal yang bermanfaat untuk hidupnya nanti dan siswa akan berusaha untuk meggapinya.
Tugas guru dalam pembelajaran kontekstual adalah membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih berurusan dengan trategi daripada memberi informasi. Guru hanya megelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan suatu yang baru bagi siswa. Proses belajar mengajar lebih diwarnai Student centered daripada teacher centered. Menurut Depdiknas guru harus melaksanakan beberapa hal sebagai berikut: 1) Mengkaji konsep atau teori yang akan dipelajari oleh siswa . 2) Memahami latar belakang dan pengalaman hidup siswa melalui proses pengkajian secara seksama. 3) Mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa yang selanjutnya memilih dan mengkaiykan dengan konsep atau teori yang akan dibahas dalam pembelajaran kontekstual. 4) Merancang pengajaran dengan mengkaitkan konsep atau teori yang dipelajari dengan mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki siswa dan lingkungan hidup mereka. 5) Melaksanakan penilaian terhadap pemahaman siswa, dimana hasilnya nanti dijadikan bahan refeksi terhadap rencana pemebelajaran dan pelaksanaannya.
Dalam pengajaran kontekstual memungkinkan terjadinya lima bentuk belajar yang penting, yaitu mengaitkan (relating), mengalami (experiencing), menerapkan (applying), bekerjasama (cooperating) dan mentransfer (transferring).

1. Mengaitkan adalah strategi yang paling hebat dan merupakan inti konstruktivisme. Guru menggunakan strategi ini ketia ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan informasi baru.
2. Mengalami merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti menghubungkan informasi baru dengan pengelaman maupun pengetahui sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan serta melakukan bentuk-bentuk penelitian yang aktif.
3. Menerapkan. Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan pemecahan masalah. Guru dapet memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang realistic dan relevan.
4. Kerjasama. Siswa yang bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan yang signifikan. Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit bantuan. Pengalaman kerjasama tidak hanya membanti siswa mempelajari bahan ajar, tetapi konsisten dengan dunia nyata.
5. Mentransfer. Peran guru membuat bermacam-macam pengelaman belajar dengan focus pada pemahaman bukan hapalan.

Menurut Blanchard, ciri-ciri kontekstual: 1) Menekankan pada pentingnya pemecahan masalah. 2) Kegiatan belajar dilakukan dalam berbagai konteks 3) Kegiatan belajar dipantau dan diarahkan agar siswa dapat belajar mandiri. 4) Mendorong siswa untuk belajar dengan temannya dalam kelompok atau secara mandiri. 5) Pelajaran menekankan pada konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda. 6) Menggunakan penilaian otentik
Menurut Depdiknas untuk penerapannya, pendekatan kontektual (CTL) memiliki tujuah komponen utama, yaitu konstruktivisme (constructivism), menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning), masyarakat-belajar (Learning Community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian yang sebenarnya (Authentic). Adapaun tujuh komponen tersebut sebagai berikut:

1. Konstruktivisme (constructivism)

Kontruktivisme merupakan landasan berpikir CTL, yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, mengingat pengetahuan tetapi merupakan suatu proses belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental mebangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur pengetahuanyang dimilikinya.

1. Menemukan (Inquiry)

Menemukan merupakan bagaian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual Karen pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Kegiatan menemukan (inquiry) merupakan sebuah siklus yang terdiri dari observasi (observation), bertanya (questioning), mengajukan dugaan (hiphotesis), pengumpulan data (data gathering), penyimpulan (conclusion).

1. Bertanya (Questioning)

Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari bertanya. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaan berbasis kontekstual. Kegiatan bertanya berguna untuk : 1) menggali informasi, 2) menggali pemahaman siswa, 3) membangkitkan respon kepada siswa, 4) mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa, 5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa, 6) memfokuskan perhatian pada sesuatu yang dikehendaki guru, 7) membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, 8) untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.

1. Masyarakat Belajar (Learning Community)

Konsep masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama dari orang lain. Hasil belajar diperolah dari ‘sharing’ antar teman, antar kelompok, dan antar yang tau ke yang belum tau. Masyarakat belajar tejadi apabila ada komunikasi dua arah, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar.

1. Pemodelan (Modeling)

Pemodelan pada dasarnya membahasakan yang dipikirkan, mendemonstrasi bagaimana guru menginginkan siswanya untuk belajar dan malakukan apa yang guru inginkan agar siswanya melakukan. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan ,elibatkan siswa dan juga mendatangkan dari luar.

1. Refleksi (Reflection)

Refleksi merupakan cara berpikir atau respon tentang apa yang baru dipelajari aau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan dimasa lalu. Realisasinya dalam pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi yang berupa pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu.

1. Penilaian yang sebenarnya ( Authentic Assessment)

Penialaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberi gambaran mengenai perkembangan belajar siswa. Dalam pembelajaran berbasis CTL, gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami pembelajaran yang benar. Fokus penilaian adalah pada penyelesaian tugas yang relevan dan kontekstual serta penilaian dilakukan terhadap proses maupun hasil

sumber: http://ipotes.wordpress.com/2008/05/13/pendekatan-kontekstual-atau-contextual-teaching-and-learning-ctl/
Tiga hal saja yang harus dijiwai dan diamalkan seorang Mukmin dalam segala keadaan, yakni (1) menjaga segala perintah Allah; (2) menghindari yang haram; dan (3) ridha atas takdir-Nya. Demikian Syekh Abdul Qadir al-Jilani berpesan.
Lompatan tupai atau bajing memang lebih tangkas dan indah dibanding kodok. Namun bajing akan celaka jika memaksa diri menceburkan diri ke kolam air seperti kodok (Abdul Hadi W. M.)
Janganlah hanya menyesali keadaan
dan berharap agar ia kembali seperti dulu,
tanpa menjadi pribadi yang sesuai
untuk keadaan yang lebih baik.

...Segera tegaskanlah diri Anda
untuk menjadi pribadi yang bermata terang,
berwajah ceria, berdiri tegak,
melangkah anggun, menyentuh lembut,
dan berbicara ramah dengan senyum yang menawan.

Damailah dengan diri Anda yang baru itu,
lalu perhatikan apa yang terjadi.

Mario Teguh
Kegelisahan yang mencandui mu itu
berawal dari serat sarang laba-laba
dalam angan-anganmu,
yang kau ijinkan menguat, menajam,
dan mengiris permukaan hatimu yang peka.
...
Janganlah kau gunakan
kegelisahan yang maya itu
untuk menggantikan hak nyatamu
untuk berbahagia.

Sesungguhnya,
kegelisahanmu hanyalah kekuatan
yang sedang kebingungan.

Damaikanlah dirimu.

Pulihkanlah jiwamu kepada keindahan aslimu.

Mario Teguh
Duduk atau berbaringlah santai,
pejamkanlah mata, aturlah nafas
dan damaikan hati Anda,
tersenyum dan biarkanlah wajah Anda
sejenak mencerah dengan kebahagiaan
...
Masih dengan mata terpejam,
sebetulnya Anda bisa melihat
sinar terang di sekeliling.

Bisikkanlah,

Aku pribadi baik yang berhak untuk berbahagia.

Bukalah mata Anda perlahan
dan perhatikan,
betapa terang dan baru-nya
kehidupan di sekeliling Anda

Mario Teguh
Esai: Tulisan untuk Mengenali Diri Sendiri

Anwar Holid
Fri, 16 Jul 2010 02:47:45 -0700

Esai: Tulisan untuk Mengenali Diri Sendiri
---Anwar Holid

Esai itu mirip rok mini: cukup panjang untuk menutupi subjek, cukup pendek biar
kelihatan menarik.
---Anonim

Esai ialah pendapat pribadi atas hal tertentu atau menyampaikan gagasan
mengenai sesuatu. Kalau begitu, apa bedanya dengan opini? Pada dasarnya,
keduanya sama saja, sebab opini juga berarti pandangan pribadi mengenai
sesuatu. Mereka hanya beda sedikit saja. Misal topik tentang rokok. Dengan
pendekatan atau teknik tertentu, tulisan tersebut bisa menjadi esai atau opini.
Kalau kita mengeksplorasi rokok dari kenikmatan mengonsumsinya, kapan pertama
kali berkenalan dengannya, apa yang terjadi pada dirinya selama merokok, betapa
rokok mengingatkan seseorang akan ayahnya yang tega membeli rokok untuk diri
sendiri daripada memberi uang untuk istri atau jajan anaknya---kemungkinan
besar tulisan itu akan jadi esai. Sebaliknya, kalau kita menulis tentang dampak
merokok pada kesehatan, betapa industri rokok menyumbang besar bagi ekonomi
negara, bisa menyerap tenaga kerja besar-besaran---bisa jadi akan melahirkan
opini.

essay: A short written composition in prose that discusses a subject or
proposes an argument without claiming to be complete or thorough exposition.
The essay is more relaxed than the formal academic dissertation.
---The Concise Oxford Dictionary of Literary Terms

Ada esai yang ditulis secara formal dan informal. Esai formal, sebagaimana
sering kita baca dalam opini, jurnal ilmiah, atau makalah (paper),
pendekatannya resmi, termasuk waktu memaparkan masalah, menarik kesimpulan,
juga gaya bahasa dan penyampaiannya. Meski sama-sama mengutip buku, pendapat
orang, atau menceritakan suatu peristiwa, esai informal dan formal mudah
dibedakan. Seperti apa?

(1) Bahasa esai imajinatif. Ia bersifat lentur, mengalir, enak dinikmati,
membuat kita terpikat untuk menuntaskan, menikmati pemaparan penulis. Bahasa
imajinatif bisa muncul berkat pilihan kata yang tepat dan kaya, ungkapannya
segar, maupun pernyataan yang mampu membuat pikiran orang mengembara.

Istilah "mengalir" dipengaruhi oleh kepaduan (koherensi) antarparagraf, karena
ia memuluskan pembacaan, tidak loncat-loncat---lebih buruk lagi bila membuat
pembaca merasa tersandung-sandung atau terperangkap. Inkoherensi antarparagraf
berpotensi membingungkan karena pembaca butuh jangkar untuk mengaitkan
informasi agar menjadi satu pemahaman utuh. Memang mungkin saja komposisi
sebuah tulisan kompleks; namun selama keterkaitannya terjaga, tulisan itu tetap
berpeluang enak dinikmati.

essay: Short nonfiction prose piece: a short analytical, descriptive, or
interpretive piece of literary or journalistic prose dealing with a particular
topic, especially from a personal and unsystematic viewpoint.
---Encarta® World English Dictionary

(2) Esai menonjolkan pendapat pribadi. Semua definisi mengaitkan esai dengan
pandangan pribadi. Ciri ini kerap membuat esai dipandang sebelah mata, yaitu
khawatir bahwa pandangan pribadi yang subjektif itu pasti berat sebelah dan
ujung-ujungnya dicap tidak ilmiah. Padahal pendapat pribadi mengutamakan
kedalaman keterlibatan orang terhadap subjek yang dijelajahinya, sejauh mana ia
mau menggali persoalan sampai ke intinya. Karena sungguh-sungguh terlibat,
harapannya orang bisa berpendapat secara jernih, jujur. Di sinilah nilai
penting esai: ia merupakan upaya seseorang menemukan kebenaran. Kebenaran yang
mana? Minimal kebenaran bagi penulisnya dan subjek yang hendak dia paparkan.

Esai menunjukkan bahwa pendapat pribadi juga sah untuk menerangkan sesuatu.
Pendapat penulis, orang yang dikutip, juga subjek tulisan bisa menjadi pijakan
pendapat, karena integritas dan keunggulan seseorang bisa
dipertanggungjawabkan. Orang punya pertimbangan rasional untuk mengajukan
pendapat. Sayang sebagian orang suka kurang percaya diri untuk mengajukan
pendapat (anggapan) sendiri, akibatnya ia lebih suka mengutip pendapat orang
lain yang dianggap lebih otoritatif atau valid untuk menopang pendapatnya.

Dari segi isi, esai lebih merupakan upaya untuk memahami persoalan atau
fenomena daripada menerangkan. Orang boleh jujur menyatakan pikiran terdalam,
penolakan, kebingungan, bahkan paling liar sekalipun, juga meraba-raba suatu
fenomena akan bermuara ke mana. Esai memberi ruang renung yang spekulatif. Di
buku Sastra Indonesia dalam Enam Pertanyaan (2004), Ignas Kleden merenungi
makna sastra Indonesia setelah membaca dan menginterpretasi sejumlah karya
sastrawan Indonesia. A. Sudiarja dalam Bayang-Bayang (2003) merenungi manfaat
filsafat bagi kebajikan manusia untuk menjalani kehidupan sehari-hari.

essay: A moderately brief prose discussion of a restricted topic.
---A Handbook to Literature

Esai itu fleksibel. Kita bisa menulis hal sepele seperti fanatisme pada pulpen
tertentu hingga masalah berat bagaimana nasib budaya baca di tengah gempuran
budaya tonton. Esais bisa membahas panjang-lebar subjek tertentu---misal
mengenai kesakitan dan kondisi manusia dalam Illness as Metaphor (1978) karya
Susan Sontag---sampai esai personal seperti dilakukan Haris Fauzi dengan
Kenisah. V. S. Naipaul menulis esai panjang untuk membicarakan India, negeri
leluhurnya, sementara Budiarto Shambazy terlatih menulis fenomena kasak-kusuk
politisi secara atraktif, disertai komentar berani dan tajam.

Ciri penting esai ialah gairah seseorang menelusuri subjek yang ingin
dikejarnya. Gairah ini biasanya melahirkan kedalaman (intensitas), membuat
penulis melahap sebanyak mungkin bahan bacaan sebagai bahan renungan dan
interpretasi yang ujungnya akan melahirkan suatu sikap atau ketetapan hati.
Bacaan tidak melulu berfungsi sebagai bahan kutipan, tetapi sebagai vitamin
yang akan membuat wawasan atau pikiran seseorang berkembang. Tentu saja wawasan
juga bisa muncul dari pengamatan maupun kejelian terhadap kehidupan sehari-hari
atau fenomena yang menarik hati penulis. Pengamatan inilah yang kerap
melahirkan penyataan jenial (bersifat ramah dan bertujuan baik).

Esai yang baik biasanya mampu membangkitkan gairah berpikir yang lebih hebat
kepada pembaca---bisa jadi awalnya mengawang-awang, namun lama-lama menguat,
terpatri, dan mewujud menjadi khazanah batin. Ini memang bersifat batiniah dan
abstrak, sebab bacaan yang hebat seringnya menyirami kehausan jiwa baik pada
pengetahuan dan kebajikan.

essay: An analytic, interpretative, or critical literary composition usually
much shorter and less systematic and formal than a dissertation or thesis and
usually dealing with its subject from a limited and often personal point of
view. Choosing the name essai to emphasize that his compositions were attempts
or endeavors, a groping toward the expression of his personal thoughts and
experiences, Montaigne used the essay as a means of self-discovery.
---Merriam-Webster's Encyclopedia of Literature

Setelah membahas bentuk dan sifatnya, kita bisa menyimpulkan bahwa pada
dasarnya esai itu tulisan alamiah seseorang mengenai hal tertentu. Esai hanya
berbeda sedikit dengan berita. Dalam berita wartawan justru harus memberi tahu
peristiwa atau hal-hal di luar dirinya kepada publik. Esai sebaliknya, penulis
mengemukakan pandangan, komentar, keyakinan, dalam dirinya kepada publik.
Montaigne, penulis Prancis yang pertama kali menggunakan kata "essai" dalam
buku-bukunya pada tahun 1572 memaksudkan esai sebagai upaya untuk menemukan
(mengenali) diri sendiri.

Karena itu saran agar orang lancar menulis esai ialah dengan membiasakan
menulis sesering mungkin, ditambah belajar dari tulisan maupun bacaan hebat
karya orang lain---kalau mau ditambah buku tentang penulisan. Dilihat dari
hasil akhir, esai memamerkan ciri khas penulis. Tentu butuh jam terbang agar
seseorang mengenal karakter tulisan sendiri---dan sebaliknya, pembaca langsung
tahu bahwa sebuah esai merupakan karya penulis tertentu. Untuk mencapai kaliber
seperti itu, penulis butuh daya tahan, produktivitas, pembelajaran, dan tentu
saja: penemuan diri sendiri.[]

Anwar Holid bekerja sebagai editor, penulis, dan publisis. Contoh esainya ada
di http://halamanganjil.blogspot.com.