Puisi-Puisi Farhan Satria di Harian Semarang. Sabtu, 30 Oktober 2010
oleh Farhan Satria pada 30 Oktober 2010 jam 17:42
Sinang memimpikanmu
mbak, semalam sinang memimpikanmu
kau menggendong dan menyuapinya
lima tahun kini ia
kemarin pagi sudah mulai sekolah
Sinang bertanya, apakah engkau cantik
seperti yang menggendongnya di mimpi
apakah engkau juga memimpikannya
hari ini ku ajak ia di rumah abadimu
ku katakan bahwa ibumu ini Nang
lebih cantik dari bidadari
ibumu selalu memimpikanmu
sejak kau dikandung
ketika kau membuka mata di dunia
dan ia tetap cantik
saat kau menjadikannya tiada
lanskap mataair penyair
-dari segala ilmu yang kau berikan padaku, guru dan sahabatku; sawali tuhusetya
Bila kau memulai pengembaraan kata, mulailah pengembaraan di dalam sumur. Sebab di sana airsuci menggenangkan kata-kata yang setiap saat bisa kau timba. Meski harus bersitegang dengan tinta dan kertas setiap kali kau menarikan airmatamu
Yakinlah, dalam sumur pengembaraan itu aku senantiasa terjaga dan mengalirkan mataair keriuhan padang inginmu
belajar membuat sumur
pagi ini ibu mengajari kami membuat sumur
kami menggali sumur hingga dasar yang berair
-dengan belajar menggali, kelak kami bisa menutup lubang
negri, menggali tambal kehidupan
sumur yang kami buat berlimpah dan jernih airnya
kami berkaca di mukanya
setelah lama memperjelas nasib
lalu kami mencuci segala najis
sebelum bertamu menghampar sajadah
kejernihan air sumur yang kami buat
kami gunakan menyiram kembang
yang ibu tanam di atas batu-batu kapur
hingga berbunga wangi
dengan rabuk airmata ibu
ibu juga mengajari kami cara mandi
dengan air sumur yang kami buat
agar kelak kami mandiri
bisa mandi sendiri
memandikan ibu
saat ia
tertidur
abadi
KAU, SINGKAWANG dan PUISI
: Hanna Fransisca
dari singkawang
sebelum matahari terbit
t'lah kau panjatkan doa senja
tentang kita yang lupa jalan
tentang merpati hitam putih
tentang mimpi camar laut
tentang layang layang
semuanya terpanah api,
terkawal gigi angin
bercerita ratapan bumi pertiwi
dari singkawang
t'lah kau titipkan surat layar biru
pada tirai hujan dan nyanyian rindu
tentang kenangan sebuah pulau
tentang kuburan meiyang tak pernah matidari hujan puisi
dari singkawang
saat pesta api bersama dipagi hari
saat bening sungaiku
saat sisa senja menepi
saat kau menulis puisi
saat jari mengurai hati
saat kau sepenuhnya
; penyair
K 3 B K
segelas kopi
petikan gitar bolong
lintingan tembakau trotoar hangat
jadi saksi pertemuan kita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar