JERUK
oleh Kian Santang pada 11 Desember 2010 jam 14:09
JERUK
Untuk memahami jiwa sebutir jeruk
kau perlu menyimak riwayatnya,
mengikuti pengembaraannya,
menyebrang benua demi benua,
melintas bangsa demi bangsa,
dengan puluhan kali bersulih nama
Mula-mula orang india menyebutnya naranja.
Di abad lima belas, kala para pelaut portugis
menaburkan benihnya ke seluruh dunia,
ia pun dinamakan porthogal
dan sejak itu,seperti sepatah ayat,
nama jeruk menempuh rute nasibnya sendiri-sendiri.
Tak ada satu pun bangsa di dunia yang menolak jeruk.
Dialah utusan Tuhan yang paling bisa diterima
melebihi para nabi, para santo dan para rasul.
Jeruk tak membeda-bedakan kasta dan usia:
seorang anak ataupun si tua renta
sama-sama menikmatinya penuh sukacita.
Dalam sebutir jeruk terkandung janji ribuan jeruk lainnya.
Jeruk-jeruk yang kelak akan menyedapkan setiap makanan
menghiasi lanskap sebuah lukisan,
menjadi pemanis segala pesta
dan mengharumkan tubuh ranum seorang dara,
sehingga, seolah-olah, tubuhnya sebutir jeruk yang tengah rekah.
Saat sedang berkelompok atau sedang sendirian
jeruk tetap menakjubkan.
Saat berkelompok, ia bersinar bak lelampu keemasan
yang dinyalakan tangan-tangan lembut para dewi.
Saat sendirian,
ia tampak hening dan segar laksana paras sang sakyamuni.
Jeruk: suatu berkah, sepatah ayat,
sebuah pesta yang bersahaja.
desember 2010.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar