Kamis, 02 Desember 2010

ENGKAU & SANG LAIN
oleh Kian Santang pada 28 November 2010 jam 19:42

Engkau & Sang Lain





Why should the aged eagle stretch its wings?

(T S. Elliot)





Sahabat, pernahkah engkau memperhatikan setangkai bunga teratai merah yang telah tumbuh dibawah air dan tiba-tiba mencuat ke permukaan kolam? Begitulah sebuah fragmen kepribadianmu tampil mengukuhkan presensinya di antara fragmen-fragmen lain, seperti sepotong langit yang melukis kebiruannya sendiri. Kebiruan yang dilukis itu adalah Wajah Sang Lain yang menyingkap sekaligus melenyap. Menyingkap karena wajah itu ternyata mourpheus, dengan morfologi tubuhnya yang simetris dan lengkap, dengan nama yang dapat kau panggil, dengan bagian-bagian indra yang masing-masing bisa dikenali dan dibedakan. Melenyap karena sungguhpun wajah itu berbentuk, engkau tak akan pernah tahu seutuhnya tentang kedukaannya, kebahagiaanya, nasibnya. Bisakah kau terjemahkan pandang matanya tatkala ia menerawang ke arah akanan? Atau pada satu titik dimana matanya bertemu matamu?. Adakah ia berbahagia ketika sesituasi denganmu?. Engkau hanya dapat menduga-duga.

Di sini, aku terkenang kata-kata Emanuel levinas tentang Wajah, dalam suatu wawancara singkat dengan Phlippe Nemo. “Wajah, kata Levinas, ‘adalah makna pada dirinya sendiri. Engkau adalah engkau. Dalam arti ini dapat dikatakan bahwa Wajah itu tidak “dilihat”. Wajah tidak bisa menjadi isi yang engkau tangkap dengan pemikiran, wajah tidak bisa dirangkum, ia menghantar engkau ke sebrang”. Lantas, kita pun bertanya-tanya apa gerangan yang ada disebrang Wajah? Namun, bagaimana kita tahu apa yang di sebrang Wajah, kalau bahkan makna Wajah itu sendiri mrucut. Betapa susah sungguh/ Mengingat Kau penuh seluruh, kata Chairil Anwar dalam sepenggal puisinya. Barangkali, “Kau” yang diseru oleh Chairil adalah Ia yang di sebrang Wajah itu. Maka, bila demikian halnya, setiap Wajah selalu mengandung tilas dari Sang Maha Lain. Ia nampak pada kita, seraya sembunyi. Kehadirannya mustahil direngkuh, sebab setiap Wajah membawa serta kesunyiannya sendiri-sendiri.

Namun kenapa gerangan cuma Wajah itu yang tersingkap atau membukakan diri padamu? bukan yang lainnya? kenapa elang mesti merentangkan sayap-sayapnya?, seperti sekeping pertanyaan TS.Elliot dalam sajak yang kunukil di muka surat ini. Di sinilah letak misteri itu. Dan sebagaimana setiap misteri, ia menyangkal analisa nalar. Mendadak saja pelbagai kategorisasi tentang yang jelek dan yang jelita, yang anggun dan yang cacat, raib. Epifani Wajah itu oleh sang waktu mengetengahkan atmosfer sakral ke dalam setiap rendezvous. Ia menggaungkan jejak sayup-sayup dari Yang Suci. Ia menghindar dari segala penilaian. Penyair Coleridge menyatakan prosesi ini dengan frase yang indah, bahwa ia, Wajah itu, “falls sudden from heaven like a weeping cloud”.

Pada momen ketika weeping cloud itu menggelincir ke kanvas sanubari, seketika menyembul visiun-visiun baru, sebentang terra incognita, yang memberi efek sakinah sekaligus kesakitan. Ini mirip momen puitik dan bahkan profetik. Akan tetapi, bagaimana mesti menerjemahkan visi yang menyerupai melodi? Bagaimana kata-kata mesti menanggungkan percikan imaji? Lihatlah, sahabat, kini engkau terkatung-katung di antara melodi dan visi, imaji dan kata-kata, sakinah dan kesakitan. Dan tak mungkin bisa lari, sebab Wajah itu sudah memasuk-rasuki segalanya (Everything became a You and nothing was an It, bisik Auden). Bagai getar yang berkelebat dari atas, dari bawah, dari pinggir, dari selatan, dari utara, dari mana-mana, terus-menerus, berpendaran, ad infinitum. Mungkin momen inilah yang disebut mysterium terrible et fascinans (misteri yang menakutkan sekaligus memikat): Sebuah misteri “pewahyuan” dalam ektase waktu.

Nah, sahabat, demikianlah sekadarnya pemaknaan dariku, tentang fragmen perasaanmu pada si gadis itu. Lima atau sepuluh tahun yang akan datang mungkin engkau akan sudah bersatu dengannya, mungkin tidak. Tapi bagaimana pun surat pendek ini telah bersaksi tentang engkau dan dia. Sekali-kali, di lain waktu, mungkin engkau tertarik membacanya kembali. Kini, sebelum undur dari surat ini, baiklah kunukil untukmu satu puisi Tagore yang subtil, yang boleh jadi suatu saat kau bacakan padanya:





Tangan berlekapan dengan tangan dan mata berlena

pandang dengan mata;demikian bermula rekaman kisah

hati kita

Malam purnama di bulan maret ; bau henna yang

harum diudara ; sulingku terkapar lena ditanah dan

karangan bungamu terbengkalai tidak selesai.

Kasih antara engkau dan aku ini sederhana bagai

sebuah nyanyi.



Kulitmu yang berwarna kuning muda memabukan

mataku

Karangan melati yang kaurangkai bagiku mengge

tarkan hati laksana puji.

Suatu permainan beri dan tahan, buka dan katup

kembali; beberapa senyum dan sipuan lembut serta re

rebutan manis tanpa guna

Kasih antara engkau dan aku ini sederhana bagai se

buah nyanyi.



Tak ada rahasia diluar kini; tak ada tuntutan untuk

yang langka; tak ada bayang dibalik pesona, tak ada

raba dipusat kelam

Kasih antara engkau dan aku ini sederhana bagai

sebuah nyanyi.



Kita tidak menyasar lari dari serba kata ke dalam

diam selalu;kita tidak mengangkat tangan bersumpah

janji untuk sesuatu diluar harapan.

Cukuplah apa yang bisa kita berikan dan kita dapat

Kita tidak merusak kegirangan hingga jadi berlebih

an untuk memerah anggur kepedihan dari dalamnya.

Kasih antara engkau dan aku ini sederhana, bagai

sebuah nyanyi.



( Rabindranath Tagore, Tukang Kebun, kidung bagian ke-16 )



Dengan nukilan dari puisi Tagore tersebut, aku harap, aku telah memungkas surat ini sebagus-bagusnya..





dari sahabat yang menyayangimu selalu,



Tia Setiadi





CATATAN: surat sederhana ini sudah lamaa banget saya tulis, mungkin di tahun 2005, saat seorang teman akan menyunting seorang gadis.kemarin saya temukan lagi surat ini, dan saya baca kembali. ada beberapa bagian yang masih saya suka, ada yg tak begitu saya sukai lagi. banyak hal diubah oleh waktu. namun mengingat lagi surat ini, saya jadi merindukan sesuatu, barangkali suatu suasana yang sangat terwakili oleh kata ini: Sakinah...

buat fahmi dan lisa, buat bela dan suaminya: tulisan ini semoga jadi kado sederhana buat kalian yg baru menikah....

buat sedopati dan kartini yang akansegera menikah, surat ini semoga jadi pemanis pernikahan kalian...

buat yg lain2 (dan saya juga) semoga jadi inspirasi menuju jalan sakinah.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar