Kamis, 16 Desember 2010

DESAH DI RANJANG GELOMBANG
oleh Dimas Arika Mihardja pada 11 Juli 2010 jam 10:12
DESAH DI RANJANG GELOMBANG


/1/

(begitu layar kehidupan dibentangkan, muncul dua bayangan saling berpegangan tangan dalam format silhuet yang menonjolkan aspek artistik. ada pendar cahaya yang menyorot teks puisi dan seiring dengan itu terdengar narasi dengan vokalisasi yang sempurna)


adam dan hawa duduk berhadapan di pawah pohon kehidupan. adam terpukau oleh buah kehidupan yang bergelantungan di depannya. di reranting pohon itu seekor ular melingkar membentuk cincin, lidahnya menjulur dan siap mematuk mangsa. ular itu mendekati adam.

"sssst, adam. hai, adam. buah yang bergelantungan itu sedari tadi mengejekmu," desis ular sembari memainkan lidahnya yang basah. "tahukah engkau wahai adam, kenapa Tuhan menamakan buah yang segar dan nyaman itu sebagai buah terlarang? tahukah, kenapa Tuhan melarang memetik dan memakannya?"

(adam diam. hatinya sedikit terusik oleh bisik ular itu. hati adam berisik penuh tanya. adam tetap diam. matanya terus memandangi hawa yang sedang mengagumi rerimbun bunga)

"ssst, adam. kenapa kau diam?" bisik syetan, "buah itu sungguh nyaman. jika kau memakannya, tentu engkau akan bisa menikmati keabadian. ssst, adam, petiklah buah itu dan buktikan bahwa keabadian, seperti telah dikaruniakan padaku sebagai syetan, sungguh menikmatkan. petik dan makanlah, kita akan menikmati keabadian"

adam diam, tapi hatinya mulai bergerak. gerak hati itu lalu menuntun jemari tangannya merengkuh buah terlarang itu. hawa menjerit dan mendesah dan adam benarbenar menikmati duka yang abadi, sebab setelah memakan buah itu ia bersama hawa terpisah dan dicampakkan ke bumi yang panas dan keras. di sebuah padang pasir yang panas dan ganas, adam mandi keringat. sempoyongan ia berjalan. jatuh. mengeluh. berusaha bangkit. menahan rasa sakit. abadilah penderitaan mereka.

/2/

(kamera difokuskan pada sebuah ruang tahanan. ada sosok lelaki yang dikurung lantaran perbuatannya suka memakan buah terlarang. buah terlarang, yang sering menggantung itu telah membuat lelaki itu didakwa dan ditahan di ruang yang terlarang dikunjungi)

lelaki di ruang tahanan itu secara riel telah mengulang sejarah. sebuah kisah-kasih yang berawal dari buah terlarang. di dalam ruang tahanan lelaki itu meringis kesakitan. ia tak lagi bisa bernyanyi. ia tak lagi bisa leluasa pergi ke pesta. semua temannya membuang muka. tetapi anehnya, banyak pula ular datang mendesis di luar jeruji tahanan. sesaat lelaki itu menampakkan diri di muka jendela hanya untuk menyapa dan melambaikan tangan pada ular yang mendesis di dekat pagar.

sementara itu, hawa, meneteskan airmatanya dan berulangkali meminta maaf. anehnya, hawa meminta maaf kepada penguasa, tentara, dan ummat manusia. ia tidak meminta maaf kepada ulama atau kepada tuhannya.

(kamera yang menyrot air mata hawa perlahan meredup hingga gelap mengakhiri kisah-kasih abadi mendekap abad berlari)

+++

Catatan teks bergerak pada layar monitor:
jika kalian merasa bersalah bersegeralah minta ampun dengan cara bersujud dan larut menyebut debu di haribaan Allah lalu cucilah kedua kaki ibu sebab surga ada di telapak kakinya, berobat dan bertobat tidak mengulangi tingkah laku sesat.


bengkel puisi swadaya mandiri
jambi 10 juli 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar