Kamis, 16 Desember 2010

Peri Cahaya
PERJALANAN HATI VITRI baiklah kubuatkan engkau sebuah ruang sketsa tak perlu kuas cat atau tinta, cukup tawamu mengindahkan jarak ribuan mil yang kita namakan rindu berapa langka kau butuh menuju hatiku dari rawamangun tiang-tiang metropolitan jalan penu...h kelip dan kemacetan, siuran nafas penat matamu tetap indah seperti vitri yang kubaca dalam kitab nabi dik, kotaku juga belukar bangunan, bau gas dan desingan industri kebohongan yang liar mencabik seperti perang perkasa yang diriwayatkan zaman "dan kau bertanya adakah sajak untukku" dik, sajak dan keindahan adalah engkau! hurufhuruf yang sujud di kaki hati disemerbaki kebaikkan penyair tak perlu kata, cukup dengan hatimu surga pun tahu cahaya yang memendar ini adalah sayangmu aku hanya bisa menulis laut dik, atau lempengan karang yang mencuram tapi tak bisa menulis engkau karena penyair tak mampu mengungguli mawar atau leli yang berias dalam tawa anyelirmu baiklah kubuatkan engkau ruang sketsa hingga aku bisa menyusun cinta buat karib malam dan pagiku, juga perjalanan kematianku 12-10 2010 KOREOGRAFI BATIN 1 aku menggali malam buat makam mawar dan meneroka duka hujan pertama menyentuh tanah kerna aku tak punya jawab buat pertanyaan lengang kecuali jasad bulan yang memucat di kornea mata 25 Oktober 2010 MENTAWAI Di suatu hari yang muram adikku, Uma-Uma lantak bersama ratusan mayat saat itu baru kubaca sejarah Sekerei menjagai laut Mentawai airmatanya berhamburan ke udara seperti buibui tua di pucuk ombak ini duka Sipora, Pagai dan Siberut adikku… dan dukaku tsunami yang berbagi kisah manusia tetap saja manusia Tuhan yang Itu, selalu rahasia. yang mulia Mengurai sejarah panjang Tua Pejat yang tua Di rinai airmata Mintaon'peta migrasi bangsa-bangsa Mari berbagi airmata adikku di tanah duka ini Biar Mentawai kuat melafal Arat Sabulungan Syair-sayir Taikaleleu di keharmonisan alam Dan nenek moyang yang gagah tetap menguncupkan daun Buat puja Tai Kabagat Koat dan Tai Ka Manua Di jantung peradabannya di sini, Pemburu membuat penatoan seperti matahari adikku Dalam sakramen sikerei dan rimata, kerena lelaki mestilah lelaki Ia berangkat dari Sipatiti hingga John Crisp menulis sajaksajak ombak Poggy buat peselancar bertemu dunia laut yang mendidih di sejarah moyang Mentawai para lelaki dan primadona menari Turuk Uliat meragakan gerak binatang alam “uliat bilou, uliat manyang turuk pok-pok, galagau” mari menari adikku…. Di gelombang pasang yang menghujam Biar Mentawai terus bergerak dalam bebunyian syairsyair keindahannya 28 Oktober 2010 IRONI DARI TANAH HITAM adikku, aku ingin berbagi sembab denganmu: di sini lelaki dengan bahasa gerak tubuh Marokaahe menari orang Marind, sejarah tua kapal uap di sungai Maro mengusung gasing Izakod Bekai Izakod Kai seperti resital indah kisah surga di tanah hitam harusnya waktu berada dua jam di masa depan di Wamena, dan mata cekung orang Dani. rasanya mundur ribuan tahun ke belakang membawa Jayawijaya Adikku...... di Obiah ada tempat acara purba bakar batu Seorang Onduwafi berdiri di puncak menara kayu mengintai jauh di kesuraman Papua ia berteriak memanggil para lelaki dengan panah dan tombak melontarkan bebunyian ritmis dari mulutnya mengekalkan sajaksajak langit dan tanah muram pria berkoteka, pilamo di pintu gerbang umma berjajar di sampingnya perempuan dan anak-anak berdandan melumuri tubuh dengan lumpur menyanyikan lagu terdengar seperti masa lalu kamupun akan tahu, di sini adikku... Sang Onduwafi akan menyuruh dua orang pemuda membawa seekor babi pemanah tua menembakkan sebuah panah kayu menusuk jantung buat alirkan darah ke udara seperti suara nyanyian purba penduduk nan riuh semakin keras dan cepat di nguikan babi merenggang ajal Sepasang pria dan wanita muncul mereka berlarilari melepasan roh di tarian mistisnya pernahkah kau baca hot plate purba babi dan hipere terpanggang di atas tumpukan batu panas ditahan tumpukan daun segar dan rerumputan basah yang menutupi tungku tradisional beginilah aku berbagi denganmu di senyap Papua: Pepera seperti prasasti sunyi pusaka terlara Di sini engkau dapat menyaksikan Musamus gundukan tanah rumah rayap yang tinggi Kangguru, tikus pohon. Kasuari, Rusa pada piguru usang riwayat penjarahan dan perusakan lalu kau dengar adikku... di Teluk Wondama, ribuan pengungsi banjir Wasior apa yang mereka makan di ladang airmata itu sungkawa gunung keramat air turun dari tanah tersayat mengirim ratusan jiwa sebagai pesan di sini luka mengangahkan Papua berdarah seperti babi yang tertikam anak panah adikku, Papua adalah ironi kemiskinan simiskin di atas tanah berlimpah ruah sumber daya alam tambang emas dan tembaga terbesar di dunia lapangan gas dan hutan biodiversitas, plasma nutfahnya luar biasa. tapi Onduwafi yang berdiri di puncak menara kayu berbagi airmatanya denganmu 29 Oktober 2010 CHUANGSHANG (dilarang dibaca anak di bawah umur) Semalam ada kawan beri aku Chuangshang bergambar perempuan telanjang shibafan katanya serbuk perangsang aku ga girang kerena di ranjang aku ga garang aku bilang haram hidup jalang mati nanti gentayang ayolah kata dia dengan senyum cengengesan sambil memperagakan goyanggoyangan matanya sesekali berbinar melukiskan kebringasan kayak anjing yang suka ketergesahan aku bilang sukaku yang lembut penuh sayang seperti embun menokta di cekung daunan ia nyengir padaku: seperti para paleo ngetawain Darwin “kawan kau kayak manusia dari zaman evolusi,” katanya tak nyaman Aku bilang: “cinta itu persenyawaan perasaan” Persenggamahan adalah ritus kesakralan Laksana buah dimasak alam Jatuh ke tanah jadi kecambah hutan Lalu chuangshang buat apaan? tanyanya penuh kesundalan "Itu buat manusia yang imannya abalabalan" Kawanku pulang tanpa pamitan Chuangshangnya ketinggalan di tanganku yang gemetaran gambar telajang mengedipkan mata jalangnya bergantigantian Sssttt: aku dikit terasang membayangkan pacarku yang suka sembahyang Manado, 11 November 2010 BUKAN (TAPI) PUISI Di tahun 1915 Albert Einstein mengatakan Jagat Raya mengembang Kosmolog pada ga percaya 14 tahun kemudian Edwin Huble yakin galaksi di luar Bimasakti menjauh dari bumi di observatorium California Mount Wilson mereka menghitung semakin jauh suatu galaksi semakin cepat dia menjauh Sebuah galaksi berjarak 10 milyar tahun cahaya akan menjauh dengan laju 200.000 km/detik Laju benda masif setinggi itu adalah sebuah tekateki Ruang angkasa saling memisah buat luasnya alam semesta Apa yang meledak dalam the hot big-bang George Gamow Saat kosmos menarikan gerak muaian alam semesta Dalam konfigurasi 100 milyar galaksi berisi 100 milyar bintang. Mereka adalah tunggal yang mengembang dari ketiadaan benih galaksi adalah radiasi dan partikel subnuklir Pada suhu kosmos 100 milyar derajat Fluida yang bayi Pada umur satu detik dan tiga menit berproses nukleosintesis atom-atom ringan terbentuk dari hasil reaksi fusinuklir 380.000 tahun setelah Big-Bang proton dan elektron bergabung membentuk atom Hidrogen Netral Jagat Raya menjadi transparan di Holmdel, New Jersey Arno Penzias dan Robert Wilson mencoba antena telekomunikasi Tepi jangat raya mendesis masa muda alam semesta berbisik langit seperti dilabur putih sama di semua arah mulus sempurna tidak ada nodanya kosmolog pun percaya Albert Einstein bukan orang gila “gelombang kejut energi dari ledakan//masih memancarkan radiasi// melintasi angkasa yang terus berkembang//batas-batas semesta meluas” cinta, seberapa besar energi kejut dan ledakannya? E = m c2 paradoks si kembar mendapati saudara kembarnya sudah jauh lebih tua dalam perjalanan mendekati kecepatan cahaya keajaiban yang tak banyak di pahami orang Manado, 13 November 2010 TEOFANI KEINDAHAN di taman cahaya kata tak ada kecuali keterbenaman di keindahan tertingginya keindahan melampaui semua tanpa keterpisahan ia menerangi panasnya menghidupkan menganugerahkan riang menegaskan langit dan wujud bumi cabangcabang pohon tumbuh ke arahnya hewanhewan menyayangi anakanaknya langit bergerak oleh kekuatannya menggerakkan pula matahari dan bintangbintang juga kebaikan kilauan ini cinta suci adanya, tak berbatas, dan membebaskan ia adalah sosoknya bukan atributnya kenyataan sakral pencarian jiwa biara ma’rifah yang tak akan runtuh seperti teofani keindahan wajah sang kekasih yang hanya bisa diraih jiwa berhias keindahan karena keindahan adalah kecemerlangan kebenaran semua kenyataan memancar dari yang satu itu cahaya yang satu mewujudkan yang banyak eksistensi kosmik yang meruah laksana aura di sekitar matahari terbang dengan sayapnya ke jiwa yang mengejarnya karena keindahan bersemayam di kedalaman jiwa dan harmoni ini bersinar di dalam diri yang sejati Manado, 16 November 2010 PADANG ILALANG CINTA Bumi berputar di matamu 107.218 km perjam Dan cintaku menua di pendaran korneamu yang indah Dimana Tuhan menyusun cinta seperti lapisan udara Buat larik sajak penyair yang menuliskan rindunya Lalu 4,6 milyar tahun pucukpucuk ilalang menjalarkan akar manisnya di khatulistiwa membuncitkan chimborazo seakan langit tak jauh buat penyair memasang bintang dari pesan syairnya bagi kekasih yang setia menanti salam itu di siuran angin dia akan mengaisngais susunan atmosfer dia akan menggaligali susunan lapisan bumi mencari kekasihnya penyair yang hanya bisa melepaskan kata dari cangkangnya seperti tenaga endogen yang tabah mengerami bumi hingga terus berotasi pada porosnya inilah aku! seru penyair itu laksana suara kedalaman mariana melintasi 149,6 juta kilometer buat bertemu matahari yang selalu cemerlang di hatimu o… bumi membentang 510 juta kilometer berapa tikungan buat kita bertemu hingga penyair itu bisa membacakan mantra gravitasi bagi penyatuan dua hati yang saling mencintai Bumi berputar di matamu Dan cintaku menua di pendaran korneamu Laksana padang relief bentukan alam Dua kutub yang teranugerahkan jarak Cinta sejati selalu tak termaknakan sebuah kata 21 November 2010 MATEMATIKA CINTA Maukah engkau menghitung volume dan luasnya cinta Ia kecil tak terhingga, tapi lebih besar dari o… Seperti notasinotasi kalkulus Menghitung ruang waktu dan gerak Selalu ada paradox yang ingin dipecahkan limit angka Lalu cinta berapa nilainya? Angka hanya menghitung suatu fungsi Bilangan turunan yang diperkalikan Dan cinta berada di tak terhingga Tanpa angkaangka 27 November 2010 KOREOGRAFI BATIN 2 maukah engkau berumah di airmataku hingga hujan tersenyum di atas ladang langit yang dengan susah payah kita bajak buat persemaian riang meski surga membuat tissue seluas doa maukah engkau tak mengucap sepatahkata karena hati adalah makna yang punya tafsir sendiri yang dibisikan Tuhan sebelum kita sendiri mengerti kasur hidupku telah kualas untukmu di keheningan yang ramai oleh perasaan sayang di sini akan kuceritakan kisah penyair itu lelaki dengan mata gemetar mengabadikanmu "engkau sajaknya yang hidup" 26 oktober 2010 KOREOGRAFI BANTIN 4 Apa yang mesti kukisahkan padamu dalam koreografi empat cintaku Ketika penyair itu tengah menyusun orkestrasi kematian Melodius biola Stradivarius, puisi nada Richard Strauss Hujan menyembab di kelopak matanya “ia di sana cintaku. mengakhiri syair simfonisnya Lelaki yang kehabisan waktu menulis kata cinta” Seperti pendekar, ia bertarung dengan kesadarannya Tapi tak ada yang mau berumah di airmatanya Pada sajaknya ia menulis namamu Dan mengekalkannya pada taman mawar di depan rumahnya “tapi haruskah ia memetik harpa dengan jarinya sendiri?” Seperti katamu di suatu malam yang melukakannya Cintaku, Penyair itu telah memilih menggali liang sepidukanya Dan menapaki lagi indahnya kesunyiannya Ia berjalan dengan himne detak hati meraba malam Ia kadang tersenyum saat mengingat canda yang getir Yang telah diselipnya di langit Lalu pada setiap lenguhannya ia selalu mengucap kalimat itu Di ujung nafasnya: “Setidaknya aku punya tempat menoleh!” Dan ia berhenti di tepi kotalautnya Mendengar kabar cinta darimu yang ditulis ombak di atas peta masir yang ada hanya sangsai yang dihempas ombak dengan sebegitu kuatnya meretakkan hatinya Manado, 8 November 2010 KOREOGRAFI BATIN 3 batinku menarikan aphorisma dalam koreografi letih pada senja memburam di garis apokrifaku pada sketsa arkaismu aku tak punya apologia untuk terus meraba detak jantungmu granit hitam menyembunyikan bayang mawar di labium cahaya o...selamat jalan! di sini nektar hanya mengabadikan kepedihan penyair yang terus menikam jantungnya dengan epigram-epigram raungan dan langit yang itu: bisu o...darah-darah pucat yang tubah o...peta masir dari ombak tua o...keris naga utara o...ning keheningan di sini cakangmu... penyair yang kehilangan kata mencintaimu "apa namanya angin yang begini ribut mengoyak oartaku" burung hitam ini malamku lazuardi mega sepi hati tanpa tepi 27 Oktober 2010 SENARAI CAHAYA berhenti berkidung bila ritme retak di hatimu syair yang ingkar patahkan saja, untuk apa? lalu buat apa kau jahit langit bila sobeknya terlalu luas bagi tanganmu mengapit harap sedang anak merpati mesti bertarung dengan cangkangnya agar bisa menengok pagi yang tiba di ujung paruhnya lihatlah garis putusputus pada cahaya di alas tanah seperti senarai pesan yang tak usai berkisah bongkahan cinta menua tak sampai, harus gapai berjalanlah meski lintasan tinggal jelaga menyaga agar hati mendewa bak sinar putih di pucuk doa lelaki tak menoleh bayang hablur pada gumam malam ia magma di urat bumi makna, menerobos sungai di kelopak mata karena malaikat cinta hanya bisa dicumbu hati yang kafa Manado, 10 November 2010 SAJAK UNTUK VITRIE Ada malam ketika bulan meringkuk di sayap sepi di bawanya gadis itu berjalan sendiri melompati savanah dan rimba musim yang terus ringkih tapaktapak lisut dalam abu beku di matanya ia selalu melontarkan senyum pada langit buram lelaki yang mengawang pada setiap dejavu kerinduan sesekali ia berucap dengan katakata belia biar airmata menjadi noktah buat harap berkaca tapi setiap lipatan angin kisut di dadanya mendesir jadi degup yang bermakna entah Ada saat di mana ia melihat tanah menumbuhkan tunas hati yang di tanamnya dengan ratap anak air yang tumpah dari kelopak muda menyembulkan kecambah pohon, ia iberteduh di bawahnya o....begitu ia melenguh seperti sajaksajak risau di lengan awan saat malam senyap dalam kepak kelelawar dan curuk memakan setiap kata yang ditulis penyair itu esoknya...persis di depan langkah pertamanya gadis itu bertemu makam di penuhi tulisan buram ia tak pergi begitu saja di taruhnya sepotong hatinya dan rebah di atas nisan bersama cintanya 23 Oktober 2010 KOREOGRAFI BATIN 5 Safa ya safa Mawar ya mawar Safa mawar Matamu Tuhan menyatu Cahaya Yang kasat mata Penyair itu di sana dalam tarian spektrum warna cintaku Seperti hutan menyatukan ruhnya dengan langit Memurnikan hati dalam percakapan heningbening Sebelum daundaun gugur di pucuk labium cahya memburam Sudahkah engkau membaca sejarah mawar Daun mahkota adalah pucuk doa Setelah menjalar dalam kisah ranggasan cendawan Dan ulatulat pengerat berampasan nektar buat sepekan nafas kupu Akar cinta adalah ketabahan cintaku Keuletan daun menangkap surya mendaur udara Mencair jadi darah mendetakkan nadi Dan di suatu pagi penyair itu merangkaikannya padamu cintaku Menjadi sajak: “Safayasafamawayamawarsafamawarmatamu Tuhan menyatucahayayangkasatmata” Ia pun tersenyum gembira Memandang tarian hujan mengubah lukisan tanah Kerena waktu memang punya kisah berbeda Di atas susunan ratap selalu ada tawa Manado, 9 November 2010 THEODORA YANA Acap penyair tak punya kata Buat memaknai hujan di kelopak mawar “Apa yang ingin kau lukis pada pesta sepi itu?” Aku membaca Justianus dalam codax Theodora yang megah Langit yang ramai dengan pesan indah Seakan Tuhan memilih perempuan yang dikasihinya Bendera yang di pacak, dan seikat mawar tergeletak Tak ada yang dapat di tulis penyair itu “Ia memandang dengan takjub tapi tak ingin menggumam” Aku masih ingat celoteh usia pada percakapan kita Dan fotofotomu yang kau sembunyikan Tapi aku suka dengan kalung bulat menggantung di lehermu Dan kau senang saat penyair itu mulai menghafal namamu Lalu melafalnya seperti doa hujan di pucuk mawar itu “apakah kamu punya hosti buat sakramen hati yang gemetar?” Sekali waktu aku ingin pesiar ke cafemu Mungkin kau tak keberatan bila aku mengambil waktu Membacakan sajak penyair itu buatmu “ia tersenyum dalam siuran hati yang sulit dimengerti” Penyair itu tiba-tiba bergegas meraih mawar di bawah hujan Dilontarkannya ke langit bersama siuran hatinya “Theodora Yana bila Tuhan mentatahkan satu hari buat cinta padamu Maukah kau menerima bunga ini pengganti semua kata yang pergI?” Penyair itu memandangku, lalu masuk ke hatiku Manado, 7 Desember 2010 SOME WHERE Aime aku tak percaya waktu adalah eraser pagi ini aku dibangunkan "some where" lagu yang selalu kau nyanyikan pada setiap natal untukku anak kita menyanyikannya dengan suara malaikatnya ia sudah besar, sudah bisa bernyanyi sepertimu seperti engkau yang pernah berbagi surga ia menyanyikan surga untukku kau pasti ingat di bawah tiang lapangan yang kedinginan kitab puisi yang kutulis dengan airmata sebuah kalung yang sengaja kubuat berterah namamu kutinggalkan di malam buta berhujan Seperti charlotte yang kau kekalkan pada sebuah musim Kau benar ada suatu tempat bernama surga Di sana aku boleh mendirikan kemah buat cintaku dan memulai kerja menata segala yang indah dan baru dari awalnya Pagi ini aku menatap langit dengan bau natal yang mengental Angin menyaput wajah dan tubuhku Aku kedinginan laksana pohon yang sendiri Menunggui langait memasang bintang dan mengirim sesosok peri Kemeja yang dulu kau belikan telah kuseterika Yang berwarna hijau akan kukenakan di malam hari Yang bergarisgaris akan kupakai di siang hari Aku akan ke gereja saat natal tiba hingga bertemu surga itu Dan mungkin seseorang akan datang menyanyikan ‘some where’ Dengan ketulusan hati yang lebih terang dari sinar terputih menerbangkan aku dengan sayabsayabnya yang bercahaya mengelilingi kemah itu, dan keindahan surga yang disiapkannya untukku Manado, 8 Desember 2010 PERI CAHAYA (1) tak lisut kenangan itu seperti sayapsayap bercahaya berkelana di langit bisa saja ia bermuara begitu bila kamu bertanya air kemana kau pergi ia hanya mengalir mengikuti kecuraman bumi ia pun pergi seperti uap membentuk mendung hingga pelangi bisa memasang tangga buat peri cahya menemui kekasihnya dan hujan tiba dengan gema halilintar buat percakapan bungabunga tentang keindahan semuanya seperti dansa sepasang kekasih yang akan berpisah pada sebuah pagi inilah biorama kerena kehidupan selalu punya kisah peta masir yang selalu baru dibentuk ombak akan jadi baru dibentuk angin Manado, 9 Desember 2010 PERI CAHAYA (2) o… gumam penyair itu dalam puisinya ketika cintanya terus berjalan di atas lariklarik penuh cahaya dihela tujuh kereta kuda, melintasi tujuh langit, menuju pintu surga telah ditinggalkannya kota utara berhujan waktu penuh kabut, angin kencang yang mengacungkan pedang ia pergi menuju bab terakhir dari sajak yang akan ditulisnya tentang peri cahaya yang membawa pergi semua cintanya “peri cahayaku sayang betapa sempurna malam di kelip kunangkunang,” kata penyair itu “tak ada kesedihan, airmata pun tak ada Kehilangan ini tak sebanding keindahan yang pernah bersinggah,” ujarnya lagi. Penyair itu mendongak ke langit, ke kumpulan awan menyerupai kekasihnya “Kau berada di tengah kemegahan yang selalu kutatap.” ucapnya, sambil Ia Menggerakan tanganya ke atas Menyentuh Wajah Kekasihnya Yang berpendar menjadi butiranbutiran cahaya Penyair itu menunduk, mengatupkan matanya Nafasnya berat Tangannya gemetar o… gumamnya, dan semua sendinya terasa terlepas kecuali hatinya yang kokoh bagai baja ia terhuyung, dan rebah di atas tanah yang basah tapi bukan oleh airmata tapi keringatnya yang berabadabad menjaga cintanya yang kini dibawa peri cahayanya ke surga hatinya tetap kuat, tak ada penyesalan, sekecil pun tak ada meski ia rebah di tengah kesunyian, rebah yang indah di tengah kelip kunangkunang yang menuntun matanya ke arah langit, mengagumi cahaya peri cintanya “kau telah di sana periku sayang Di balik tujuh lapisan langit, tak bisa kuraih meski dengan mati,” bisiknya “Tapi aku bahagia dan selalu baik Mengenang canda, dan kelakarkelakar aneh kita,” begitu katanya Seluruh tubuhnya bergetar Kecuali hatinya tetap kuat seperti baja o…gumamnya “Kau selalu bernama cinta,” tulisnya dibait terakhir sajaknya Lalu ia meletakan tangannya di atas tanah yang basah Tapi bukan oleh airmatanya Tapi oleh keringatnya yang abadabad menjaga cintanya o…raungnya…di ujung nafas terakhirnya Manado, 10 Desember 2010 PERI CAHAYA (3) Semalaman aku menjelajahi malam Di titik nol kota Mengintai jalanan senyap Dan waktu yang lelap di pucuk pohon berdaun merah Ia tak di sana Kemana ia Penyair Yang selalu berkisah tentang peri cahayanya Codot yang lelah Kelelawar menggelantung di cabang kapuk tua Burung hantu hitam Bersuara serentak seperti tangisan Di landai boulevard bau laut itu asin mengental dilontar angin mengencang tibatiba penyair itu harusnya di sini lelaki yang selalu membiarkan rambutnya bergerimis oleh kisahkisah cintanya yang diurainya seperti langit menebar bimasakti kemana ia jejaknya pun tak ada tak ada yang tahu ia kemana kecuali langit dan tanah tapi tak bisa bersuara semalaman aku menjelajahi malam hingga malam habis dimakan cahaya codok yang lelah kelelawar yang menggelantung di cabang kapuk tua burung hantu hitam serentak dihalau bunyi serine yang juga membawa pergi bau laut itu ke liang makamnya Manado, 11 Desember 2010 ZERO POIN Dik… Di zero poin cahaya itu jatuh Jalanan membujur empat arah Tak ramai lagi, tapi sunyi Kecuali hujan menyanyikan hatiku Aku ingin pulang dik Aku tak mungkin menulis lagi di malam sebegini larut Meski sajak yang kemarin itu lisut tak akan buatkan yang baru dik… aku harus memilih satu arah dari zero poin menapaki kedinginan yang membekukan ingataningatan tentang canda dan tawa kita di setiap ujung percakapan hingga hujan yang menyanyikan hatiku menenggelamkan kenangan itu sajak yang kau minta tak selesai kutulis karena aku tak bisa menyatukan perbedaan aku hanya bisa merangkai perbedaan menjadi keindahan dan itu tak mungkin katamu hingga cahaya itu jatuh di zero poin menjadi kepingankepingan kecil di mana jariku tak bisa meraihnya lagi Manado 14 Desember 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar